"T-tuan Radit" Yuri terkejut saat melihat sosok Radit berdiri di hadapannya dan Bram, dengan ekspresi tidak suka.
Ya, Raditya langsung kembali ke kotanya setelah memastikan bahwa keadaan Rosalie berangsur membaik. Laki-laki itu juga sudah menceritakan secara mendetail tentang keadaan Bram kepada gadis itu.
Sekarang Rosalie sudah mengetahui bahwa Bram masih hidup dan dalam keadaan buta. Gadis itu juga sudah mengetahui bahwa Bram selamat karena ditolong oleh seorang gadis, dan mereka terpaksa berpura-pura menikah, supaya Bram leluasa tinggal di rumah gadis itu, tanpa dicurigai oleh warga.
Raditya yang telah melanggar janjinya untuk merahasiakan hal ini, bermaksud mengakui semuanya kepada Bram. Ia harus segera menceritakan semuanya kepada Bram karena Rosalie bertekad untuk langsung menemui tunangannya pasca keluar dari Rumah Sakit. Bagaimanapun juga, Bram harus mengetahui hal ini dengan segera, supaya laki-laki itu bisa mempersiapkan diri.
Tanpa menunda, begitu ia sampai di apartemen, Raditya segera mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Yuri untuk bertemu dengan Bram. Di tengah perjalanan, tanpa sengaja, laki-laki itu melihat sekawanan burung terbang melintas, membelah langit menuju ke arah pantai.
Laki-laki yang merasa takjub dengan pemandangan itu langsung berinisiatif untuk mengabadikannya. Namun, bukan hanya keindahaan alam itu saja yang berhasil ia abadikan, sebuah pemandangan tentang sepasang anak manusia yang sedang berpelukan juga tanpa sengaja tertangkap oleh lensa kameranya.
Radit tentu mengenal dua sosok anak manusia itu. Itu adalah Bram dan Yuri. Seketika hati laki-laki itu bergemuruh melihat kemesraan mereka. Ia marah melihat keduanya memadu kasih, sementara Rosalie hampir mati karena memikirkan keselamatan laki-laki itu.
Radit menunggu hingga mereka menyelesaikan acara mereka. Laki-laki itu menunggu di halte yang ada di dekat sana. Radit yakin mereka berdua pasti akan pergi ke halte itu untuk menunggu bus.
"Butuh tumpangan?" Raditya bertanya dengan nada dingin. Mereka pun akhirnya memutuskan kembali ke rumah Yuri bersama-sama.
----------------------
"Nona Yuri, maaf. Bisakah anda meninggalkan saya berbicara berdua dengan Bram?" Radit meminta dengan nada tegas.
Yuri yang baru saja mengantarkan dua cangkir teh untuk dua kawan laki-lakinya itu pun segera pergi, memberikan privasi kepada mereka untuk berbicara. Yuri memilih masuk ke dalam kamarnya.
"Apa yang kalian berdua lakukan di pantai?" Radit mulai mencecar Bram dengan pertanyaan-pertanyaan yang sejak tadi mengganggu pikirannya.
"Aku sedang menghibur Yuri. Beberapa hari lagi adalah hari peringatan kematian Ayahnya," balas Bram berusaha menceritakan apa yang sebenarnya.
"Menghibur dengan cara memeluknya? Apa tidak ada cara lain?" Raditya menggelengkan kepalanya karena heran.
"Itu bukan pelukan. Kami berdansa. Dia biasa berdansa dengan Ayahnya dan aku hanya ingin menggantikan posisi ayahnya sementara untuk menghiburnya," jawab Bram dengan jujur. Ia memang tidak memiliki motivasi apapun selain ingin menghibur Yuri.
"Aku rasa kau sudah melanggar batasanmu Bram. Kau mulai menikmati peranmu sebagai suaminya. Aku rasa kau mulai menyukai gadis itu," Radit semakin menguatkan suaranya karena ia tidak sanggup menahan emosinya lagi.
"Kau salah paham Radit. Aku sudah pernah mengatakan padamu bahwa aku dan Yuri hanya sahabat," balas Bram berusaha menegaskan posisi Yuri di dalam hatinya.
"Kau tahu? Rosalie hampir mati karena bunuh diri. Ia putus asa karena kamu belum juga ditemukan. Ia terus menerus memikirkanmu sampai berniat mengakhiri hidupnya setelah tahu bahwa co-pilotmu meninggal dunia. Sementara kamu, apa yang kamu lakukan di sini?Bersenang-senang dengan gadis itu. Dimana hati nuranimu?" Radit memegang kerah baju Bram karena tidak tahan lagi. Ia benar-benar ingin menghajarnya.
"Rosalie? Bunuh diri? Tidak mungkin. Tidak mungkin mawar merahku melakukan hal bodoh seperti itu," balas Bram dengan panik. Laki-laki itu seketika mencengkeram lengan Raditya karena shock mendengar kabar itu.
"Untung saja dia berhasil diselamatkan tepat pada waktunya. Sekarang dia masih di Rumah Sakit. Lusa sepertinya dia akan keluar," tutur Radit kembali dan menurunkan tangannya dari kerah baju Bram.
"Jadi, apa sekarang tunanganku sudah baik-baik saja?" Bram ingin memastikan kembali kondisi kekasihnya. Ia sungguh tidak akan memaafkan dirinya sendiri, jika terjadi sesuatu dengan Rosalie.
"Rosalie sudah semakin kuat. Ia bahkan sudah terlihat lebih bersemangat. Itu semua bisa terjadi karena aku memberitahunya bahwa kau masih hidup," balas Radit dengan volume suara yang mengecil karena merasa bersalah telah melanggar janjinya pada laki-laki itu.
"Kau memberitahunya?" Bram tiba-tiba emosi.
"Apa saja yang kau beritahu?" Sambung laki-laki itu.
"Semuanya. Kebutaanmu, tentang Yuri, status pernikahan bohong kalian. Semuanya." Radit mengakui dengan jujur apa yang sudah ia katakan kepada Rosalie di hadapan Bram.
"Kau!! Aku sudah berulang kali memperingatkanmu agar kau tidak membocorkan keberadaanku. Apa kau tidak mengerti dengan yang ku katakan?" Bram semakin geram. laki-laki itu mengepalkan tangannya.
"Memangnya kenapa? Bukankah memang sudah waktunya dia tahu. kamu sudah mendapatkan pendonor. Apa lagi yang kamu khawatirkan? Apa karena Yuri?" Radit menatap wajah Bram dengan tajam.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Yuri. Aku hanya belum siap bertemu Rosalie dalam keadaan seperti ini," teriak Bram dengan cukup kencang. laki-laki itu sudah tidak bisa membendung emosinya lagi.
"Lalu, mau tunggu sampai kapan? Sampai Rosalie mati, baru kau akan menemuinya? Kau tahu aku tidak punya pilihan lain. Gadis itu sangat rapuh. Hanya kabar keselamatanmu yang bisa menyelamatkannya," jawab Radit berusaha membela dirinya.
"Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?" Bram seketika terduduk lemas di sofa.
"Bersiaplah! Satu atau dua hari ini, gadis itu akan menemuimu di sini. Aku minta maaf, tetapi suka ataupun tidak kau harus menemuinya. Rosalie sangat merindukanmu. Gadis itu bisa mati, jika tidak melihatmu ketika ia datang nanti." Radit mencoba mempersiapkan Bram untuk menerima kedatangan Rosalie.
"Tapi bagaimana dengan Yuri dan status pernikahan kami?" Bram semakin bingung.
"Apa yang kau takutkan? itu hanya pernikahan pura-pura. Rosalie juga sudah menerima hal itu. Baginya, keselamatanmu adalah yang lebih utama." Radit semakin heran dengan cara berpikir Bram. Laki-laki itu justru mengkhawatirkan sesuatu yang tidak penting.
"Dengarkan aku! Rosalie tentu akan ikut bersandiwara selama ia berada di sini, supaya para warga tidak curiga. Satu-satunya yang perlu kamu waspadai adalah perasaanmu dan sikapmu terhadap Yuri. Rosalie sangat peka. Ia bisa menangkap perubahan sikap sekecil apapun, termasuk ia pasti akan menyadari jika kamu memiliki perasaan pada Yuri," sambung Radit untuk mengingatkan Bram.
"Sudah berkali-kali ku katakan padamu, aku tidak mungkin menukar Rosalie dengan siapapun. Kekasihku terlalu berharga. Aku tidak mungkin membuangnya dan menggantikannya dengan seorang pelac*r." Bram yang terbawa emosi, tidak sadar mengungkapkan hal itu.
"A-apa maksudmu?" Raditya mengerutkan keningnya.
"A-apa Yuri adalah....." Radit tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"A-aku tidak seharusnya mengungkit hal itu. Itu hanya masa lalunya," balas Bram dengan perasaan bersalah yang seketika menggerogoti hatinya karena tidak bisa menahan ucapannya.
Pembicaraan kedua laki-laki itu berhenti sampai di situ. Radit segera berpamitan pulang tidak lama kemudian. Sayangnya, tanpa Bram dan Radit sadari, seorang perempuan yang namanya sempat disebutkan dalam pembicaraan mereka, tanpa sengaja telah mendengar semuanya.
Yuri menutup mulutnya rapat-rapat agar isak tangisnya tidak terdengar. Ia tidak menyangka bahwa kedekatannya dengan Bram selama ini, tidak bisa mengubah persepsi awalnya mengenai gadis itu.
Yuri terluka. Ia sangat terluka. Luka itu tidak terlihat, tetapi terasa begitu nyata dan menyakitkan.
Ia bisa memahami, jika kata-kata itu keluar dari mulut orang lain. Tetapi, ia begitu kecewa, saat Bram yang mengucapkannya. Orang yang selalu mengatakan padanya bahwa mereka adalah sahabat, laki-laki yang ia cintai dengan sepenuh hati, ternyata masih menganggapnya sebagai perempuan yang hina.
Yuri hanya bisa menangis. Ia tidak bisa marah pada laki-laki itu. Ia terlalu mencintainya. Ia menerima semuanya dan menelan rasa pahit itu seorang diri.
Bukankah ia sudah terbiasa dengan penghinaan semacam itu? Jika hari-hari yang lalu saja, ia bisa mengacuhkan pandangan semacam itu, bukankah seharusnya sekarang pun ia bisa mengacuhkannya kembali?
---------------------
Selamat membaca! Maaf saya terlambat up karena sakit. Terima kasih karena teman-teman masih tetap setia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Gendhuk sri
bram bram katanya orang berpendidikan pangkat juga tinggi tp mulutmu itu lo pingin gw gampar
2023-05-31
0
lili
aku yg GK ngrasain aja sakit apalagi Yuri pengen kusumpal mulutnya bram tajam sekali,SDH ditlg TK tau diri,kalau Jdi Yuri udah ku usir tu Bram..
2023-02-26
0
Sri Rahayu
ya Allah....sakitnya tuh disini....sesaknya tuh disini dan air mata juga disini....tak tergambarkan perihnya kata kta yang terkibtar dari orang ysng yang dipercaya
2021-06-06
0