*Bandung*
Seorang gadis cantik dan anggun tengah meneteskan air mata saat memandang sebuah foto dari laki-laki yang sangat ia cintai. Masih jelas melekat dalam ingatan gadis itu, bagaimana ekspresi, senyuman, dan sikap hangat yang dibagikan laki-laki itu padanya, saat terakhir kali mereka berjumpa.
Seharusnya hari ini adalah hari pernikahan mereka. Seharusnya pada saat ini mereka sudah mengikat janji untuk sehidup dan semati. Namun, kabar kecelakaan itu telah merenggut semua kebahagiaan yang bahkan belum sempurna wujudnya.
"Semua orang memintaku untuk merelakanmu. Tapi, hati kecilku masih percaya bahwa kamu masih hidup. Aku merindukanmu, Mas. Cepatlah kembali," ucap Rosalie kepada dirinya sendiri dengan tangis dan air mata yang menetes dan tanpa sengaja membasahi foto laki-laki itu.
Rosalita Putri Bratasasmitha, atau yang biasa disapa dengan Rosalie adalah putri semata wayang dari Laksamana Arya Sastra Bratasasmitha, seorang perwira senior angkatan laut bersama dengan Ida Ayu Komalasari. Sejak kecil, gadis itu dididik dengan baik oleh kedua orang tuanya, hingga ketika dewasa ia tumbuh menjadi seorang yang anggun, baik hati, dan lemah lembut. Hal itulah yang kemudian membuat seorang Abraham Adiputera menjadi luluh dan terpesona padanya.
Rosalie memang tidak secantik artis-artis ibu kota yang begitu memesona. Tetapi, kecantikan hati serta kecerdasannya bisa membuat laki-laki dari berbagai kalangan memuja dan mengaguminya.
Bisa dikatakan bahwa Bram adalah laki-laki yang sungguh beruntung. Di antara banyak pria yang mengejar gadis itu, dialah yang terpilih untuk menjadi kekasihnya. Bukan hanya itu, keluarga besar gadis itu pun menyambut Bram dengan tangan terbuka.
Tin!! Tin!!
Suara klakson terdengar saat sebuah mobil berhenti di depan beranda sebuah hunian yang indah dan megah. Baru saja ayah Rosalie, Laksamana Arya pulang ke kediamannya, setelah seharian melaksanakan tugas dan kewajiban yang masih dipercayakan pada laki-laki itu.
Semenjak Bram kecelakaan dan menghilang, kepulangan ayahnya ke rumah adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh Rosalie. Biasanya, kabar mengenai perkembangan pencarian Bram akan langsung diceritakan, begitu sang ayah menginjakkan kaki ke dalam rumah.
"Ayah?" Rosalie berlari menuruni berpuluh-puluh anak tangga untuk menyambut kedatangan ayahnya.
Air mata gadis itu bahkan belum sepenuhnya mengering, tetapi ia tidak memedulikan hal itu. Baginya, kabar pencarian Bram adalah prioritas utama.
"Rosalie, mutiaraku!" Laksamana Arya memeluk anak gadisnya yang baru saja datang menghampirinya dengan sisa-sisa air mata di pipi.
"Kau menangis lagi," ucap Laksamana Arya sambil menghapus sisa-sisa air mata itu.
"Ayah, apakah ada kabar terbaru tentang Mas Bram?" Seperti itulah kebiasaan gadis itu, setelah ayahnya pulang. Ia hanya akan menanyakan tentang kabar kekasihnya yang menghilang bagai ditelan bumi.
"Bangkai pesawatnya sudah ditemukan di sekitar laut Jawa, tetapi belum ada tanda-tanda mengenai keberadaan tubuh maupun..... jasadnya. Saat ini tim sedang menyisir daerah itu," tutur sang ayah dengan ekspresi sedih. Ia menyadari bahwa kabar itu bukanlah kabar yang ingin didengar oleh putrinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi ayah. Kenapa begitu lama?" Rosalie kembali menangis.
"Sepertinya ada yang melakukan sabotase pada pesawat yang dikemudikan Bram. Alat komunikasi dan navigasi pesawat itu sudah tidak berfungsi beberapa menit sebelum pesawat jatuh, sehingga titik koordinat terakhir yang terbaca sangat jauh dari tempat di mana bangkai pesawat itu ditemukan. Ayah akan menyelediki hal ini lebih lanjut. Tetapi, yang jelas, itu bukanlah kecelakaan. Ada orang yang sengaja ingin mencelakai tunanganmu. Sambil mencari Bram, kami juga masih mencari keberadaan kotak hitam. Semoga jika kotak hitam itu ditemukan, maka semuanya akan semakin jelas," ucap Laksamana Arya, menjelaskan dengan rinci informasi yang ia peroleh dari anak buahnya. Laki-laki paruh baya itu sudah berjanji, tidak ada hal yang akan disembunyikan dari putrinya menyangkut kabar pencarian Bram, calon menantunya.
"Ayah, ini sudah satu bulan dan dia masih di luar sana. Aku mohon temukan calon suamiku ayah. Aku masih yakin, Mas Bram masih hidup," kata Rosalie sambil menangis dan memeluk ayahnya.
"Dengarkan ayah nak! Kita semua pasti berusaha menemukan tunanganmu. Ayah bahkan sudah mengerahkan segenap sumber daya yang ada. Tetapi, ingat bahwa kita pun harus siap dengan kenyataan terburuk." Sang ayah berbicara dengan lirih sambil membelai dan mengusap rambut anak gadisnya yang tergerai.
"Aku tidak bisa kehilangan dia ayah. Aku sangat mencintainya. Seharusnya sekarang kami sudah menikah. Seharusnya hari ini aku tidak menangis seperti ini. Ku mohon temukan dia untukku," balas gadis itu kembali dengan isak tangis yang tidak terbendung lagi.
"Ayah berjanji, ayah pasti akan menemukannya, nak. Hanya saja kita tidak bisa memastikan apakah kita menemukannya dalam keadaan hidup.... ataukah dalam keadaan mati," tutur Laksamana Arya sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Rosalie yang semakin hari semakin kurus karena memikirkan tunangannya.
Sang ayah tentu tidak berani menjanjikan apapun. Laki-laki itu berpandangan bahwa Rosalie harus mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan yang ada. Kata-kata manis dan kabar yang tidak sesuai kenyataan justru akan membunuh gadis itu nantinya.
----------------
*Alun-alun Desa*
"Apa yang mas lamunkan?" Yuri melihat ada yang berbeda dari Bram hari ini.
Laki-laki itu terlihat murung dan tidak bersemangat. Ia bahkan seharian tidak menggoda Yuri seperti biasanya.
Sebenarnya, perubahan suasana hati Bram terjadi setelah laki-laki itu menanyakan tanggal hari ini. Namun, Yuri masih belum menyadari bahwa itu adalah sumbernya.
Sikap Bram yang tidak terlihat bahagia ini membuat Yuri mengajak laki-laki itu pergi ke alun-alun, agar ia bisa merasakan suasana baru. Yuri mengira bahwa Bram merasa bosan karena terlalu sering berada di dalam rumah.
"Tidak ada yang ku lamunkan," jawab Bram berbohong sambil duduk di sebuah bangku taman.
"Aku tidak bodoh Mas. Aku bisa merasakan, ada sesuatu yang mengganggu hatimu," ucap Yuri dengan yakin sambil menyentuh tangan Bram. Laki-laki itu memang menunjukkan sikap yang tidak biasa.
"Kau ini. Aku rasa kau cocok menjadi seorang peramal. Aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan apapun darimu," tutur Bram dengan heran.
"Ceritakan padaku! Siapa tahu aku bisa membantumu, Mas," kata Yuri menawarkan telinganya untuk mendengarkan pergumulan laki-laki, yang telah satu bulan menemani hari-harinya.
"Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidupku. Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Rosalie."Bram mulai bercerita kepada Yuri sambil memaksakan senyumnya. Yuri pun bisa membaca bahwa laki-laki itu sebenarnya terluka.
"Apa ia sangat cantik?" Yuri menatap Bram dengan sorot mata sendu.
"Mungkin bagi ukuran sebagian besar laki-laki, dia hanya seorang gadis yang manis. Tetapi, bagiku dia adalah yang paling cantik yang pernah aku temui," tutur Bram sambil membayangkan wajah kekasihnya.
"Pasti cintamu sangat besar untuknya. Aku tidak pernah melihat laki-laki yang begitu mendamba pasangannya selama ini, selain ayahku." Yuri berbicara sambil merasakan sesuatu sedang menyayat hatinya.
"Sangat. Aku sangat mencintai Mawar merahku. Kadang aku berpikir untuk muncul saja di hadapannya, tetapi aku sadar ini belum waktunya," ucap Bram kembali dengan penuh kesedihan.
"Seandainya aku mengenal tunanganmu atau setidaknya aku mengetahui wajahnya, aku pasti akan membawanya padamu Mas," balas Yuri dengan suara yang lirih.
"Tidak perlu. Masalah pertemuanku dengan Rosalie, biar aku yang memutuskan kapan waktu yang tepat. Lagi pula, kamu sudah melakukan banyak hal untukku selama ini. Aku tidak akan membiarkanmu pergi terlalu jauh dari rumah untuk sekadar membuatku bahagia," ucap Bram sambil membalas genggaman tangan Yuri.
"Apapun bisa kulakukan asal kamu bahagia Mas. Aku tidak punya tujuan lain dalam hidup ini, selain melihat Mas bahagia. Aku mungkin sudah mayi sekarang, jika hari itu aku tidak menemukanmu," gumam Yuri di dalam hati.
"Yuri?" Bram memanggil nama gadis itu, karena tidak ada lagi respons yang ia dengar.
"I-iya?" Yuri tersentak dari lamunannya.
"Kenapa diam?" Bram merasakan bahwa Yuri sedang memikirkan sesuatu.
"Tidak apa-apa. Aku hanya sedang..... menyadari sesuatu," jawab gadis itu sambil memikirkan sebuah ide di benaknya.
"Apa?" Bram penasaran.
"Aku baru sadar ternyata ada kotoran di dekat pipi, Mas. Hiii.. Menjijikkan! Pasti itu dari hidung," kata Yuri sambil menahan tawanya.
"Hah? Di sebelah mana?"Bram kelabakan. Ia langsung mengusap kedua pipinya. Harga dirinya seketika jatuh.
"Terus-terus sebelahnya lagi. Iya, tidak-tidak ke sana lagi." Yuri mencoba mengarahkan laki-laki itu.
Bram mengikuti arahan Yuri. Awalnya ia mengusap pipi hingga kemudian usapan itu berpindah ke dahi dan dagunya. Namun, laki-laki itu tidak menemukan apa-apa. Ia akhirnya menyadari bahwa Yuri telah mengerjai dirinya.
"Sudah! Sudah! Kau mengerjaiku kan?" Bram kini memegang tangan Yuri.
"Tidak Mas. Mana berani aku mengerjaimu," jawab Yuri dengan nada panik.
"Kau sudah mulai berani membohongi dan mengerjaiku ya?" Bram sedang memasang kuda-kuda untuk menggelitik gadis itu.
"Tidak mas, sungguh!" Yuri mulai tidak tenang.
"Rasakan ini," balas Bram sambil menggelitik perut dan pinggang gadis itu.
Yuri tertawa dan menangis bersamaan. Ia terus meminta ampun dan memohon agar Bram menghentikan aksi menggelitiknya. Tetapi, laki-laki itu tentu tidak langsung menuruti kemauannya. Bram baru berhenti, saat ia merasa bahwa Yuri sudah kehabisan tenaga.
"Jera?" Bram bertanya pada Yuri yang masih mengatur napasnya dan berdiri menjauhi laki-laki itu.
"Iya. Aku tidak akan mengganggumu lagi," ucap gadis itu dengan kesal.
"Kemarilah! Aku tidak akan menggelitikmu lagi." Bram melambaikan tangannya untuk menyuruh gadis itu mendekat.
"Aku menyerah Mas," balas Yuri mengaku kalah. Ia sudah tidak sanggup jika Bram masih menghukumnya.
"Kemarilah! Aku tidak akan menggelitikmu," tutur Bram meyakinkan gadis itu.
Yuri akhirnya mendekat, meski awalnya gadis itu ragu. Mereka kini sudah berdiri berhadapan.
"Aku sudah berdiri di hadapanmu, Mas." Yuri bersuara supaya Bram mengetahui posisinya.
Laki-laki itu tiba-tiba memeluk Yuri dengan erat. Gadis itu cukup terkejut awalnya. Ia sempat berpikir bahwa ia akan dijahili kembali. Namun, ia salah.
"Terima kasih Yuri," Bram masih berdiri pada posisinya dan mendekap Yuri.
"Terima kasih karena kamu selalu ada untukku. Kamu memang sahabat yang paling baik yang pernah ku miliki," tutur Bram dengan sepenuh hati.
Dengan sedikit ragu, akhirnya Yuri memutuskan untuk membalas pelukan Bram. Ia memeluk laki-laki itu sambil meneteskan air mata.
Sahabat, sepertinya ia harus puas dengan status itu. Setidaknya laki-laki itu masih memberi sedikit ruang baginya di dalam hati.
----------------
Selamat membaca!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Dian Ode
kuatkan hatiMu yuri. buat benteng dalam hatimu agar tdk mencintai terlalu dalam. sehingga ketika nnti ditinggalkan tdk terlalu menyakitkan
2021-02-27
1
ReNaTa
Gpp Yuri....sekarang statusnya msh sahabat..
sahabat jd cinta...kayak judul lagu
2021-02-02
1
Sekar's Bridal
kak tirza.. up yg banyak donk...
tambah pinisirin
2020-09-17
1