Ceklek!!
"Mas, sudah pu-lang? Awan?" Yuri terkejut, saat melihat sosok yang sedari tadi mengetuk pintu. Ia ternyata telah salah mengira. Bram dan Radit belum kembali.
Sementara itu, Awan langsung menyeringai saat melihat Yuri berdiri di hadapannya. Perempuan itu nampak segar dan cantik setelah mandi, dalam balutan daster yang tak berlengan dan handuk yang masih membebat kepalanya.
"Bolehkah aku masuk?" Awan tersenyum penuh maksud kepada gadis itu, namun Yuri yang polos hanya menganggukkan kepala tanpa perdebatan. Gadis itu melupakan pesan Bram untuk menghindari laki-laki itu.
"Suamimu pergi?" Awan bertanya saat ia baru saja duduk di sofa.
"Iya. Mas Bram pergi bersama temannya untuk konsultasi ke Dokter. Apakah ada perlu dengannya atau denganku?" Yuri menanyakan maksud Awan berkunjung ke rumahnya.
"Awalnya aku hanya sekadar lewat dan kemudian menjadi cukup penasaran, kenapa rumah ini terlihat begitu gelap. Aku berpikir untuk mengecek apakah ada orang di dalam. Tetapi, karena aku sudah ada di sini, tentu ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Awan menatap tajam wajah Yuri.
"Aku baru selesai melukis tadi, hingga baru sempat menyalakan lampu," balas Yuri dengan singkat sambil ikut mendudukan diri di sofa.
"Mau minum apa? Aku akan membuatkannya untukmu." Yuri menawarkan kepada laki-laki itu.
"Sepoci teh hangat, aku rasa cocok dengan udara malam ini. Kita bisa berbicara dengan santai beberapa menit ke depan. Terima kasih," tutur laki-laki itu menyatakan keinginannya.
Yuri meninggalkan awan untuk membuat sepoci teh, bagi mereka berdua. Cukup lama memang, karena ia harus memasak air panas terlebih dahulu, sebelum menyeduh tehnya.
Tanpa sepengetahuan Yuri, Awan meninggalkan ruang tamu dan melangkah menuju salah satu kamar yang ada di rumah itu. Laki-laki itu kemudian membuka pintu dan mengedarkan pandangannya ke seluruh isi ruangan. Ia juga mengambil beberapa gambar di sana.
Setelah selesai dengan kamar yang satu, Awan menuju ke kamar yang lain, yang terletak persis di sebelahnya. Ia membuka pintu, memperhatikan kamar itu, dan lagi-lagi mengambil gambarnya. Laki-laki itu kemudian segera menutup pintu sambil menyeringai.
Setelah selesai melakukan apa yang ia mau, Awan berjalan kembali menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu pun segera mengatur nafasnya dan membenarkan posisi duduknya.
-----------------
"Bagaimana rasanya menikah?" Awan tiba-tiba menanyakan sesuatu yang sifatnya personal kepada Yuri, yang baru saja selesai menuangkan sepoci teh ke dalam cangkir-cangkir yang ada di atas meja.
"Bahagia!" Yuri memaksakan senyumnya. Ia mulai merasa aneh dengan arah pembicaraan Awan.
"Oh ya? Lalu mengapa kalian tidur terpisah?" Awan menyeringai lebar. Ia puas saat melihat ekspresi wajah Yuri yang tiba-tiba menegang.
"A-apa maksudmu?" Yuri gugup hingga mengeluarkan keringat dingin.
Awan mengambil smartphone-nya dan menunjukkan gambar-gambar yang baru saja ia ambil kepada Yuri. Ia menggeser layarnya beberapa kali untuk menunjukkan temuannya.
"Kau pikir aku tidak curiga padamu dan laki-laki itu? Saat pertemuan pertama kita, aku tidak melihat ada cincin di jari manismu. Jika memang ia adalah seorang perwira seperti yang ia katakan, tentu ia bisa membelikan sebuah cincin pernikahan untukmu." Awan mengingat pertemuan mereka beberapa hari yang lalu, ketika ia menanyakan kebenaran kabar pernikahan Yuri.
"Itu sebabnya aku ingin memastikan semuanya sekarang. Aku tidak melihat adanya foto pernikahan kalian di rumah ini dan semakin yakin saat ada dua kamar yang digunakan." Alibi Awan cukup kuat hingga membuat Yuri susah mengelak.
"M-masalah kamar itu, kami memang membagi ruang kerja kami," sanggah Yuri.
"Oh ya, lalu mengapa kamar yang satu terkesan maskulin sementara kamar yang lain sangat feminim? Tidak ada satupun barang laki-laki yang ada di kamar feminim itu, begitu juga sebaliknya. Apa perlu aku membuka isi lemari kalian, supaya aku bisa membuktikan bahwa kalian memang tidak pernah tidur bersama?" Awan semakin mendesak Yuri dengan argumentasi-argumentasi yang dikeluarkannya. Perempuan yang tidak pandai berbohong itu pun akhirnya menyerah.
"Apa yang sebenarnya kamu inginkan?" Yuri berbicara langsung pada intinya. Perempuan itu yakin bahwa Awan mempunyai maksud terselubung.
"Menikahlah denganku!" Awan menatap Yuri dengan sungguh-sungguh. Laki-laki itu juga menggenggam tangan Yuri.
"Aku bisa memberikan padamu sebuah kehidupan pernikahan yang nyata. Aku sudah menyukaimu sejak kita masih SMA dan mencintaimu pada tahun-tahun berikutnya. Aku hanya terlalu pengecut untuk mengakuinya," sambung Awan kembali sambil terus menggenggam tangan Yuri lebih erat.
"Maaf, Awan tapi aku tidak bisa. Aku hanya menganggapmu sebagai temanku," balas Yuri sambil menarik tangannya dari genggaman laki-laki itu.
Rahang Awan mengeras. Laki-laki itu tentu kecewa dengan penolakan Yuri. Wajah yang semula lembut, kini berubah penuh kebencian.
"Kau mencintai laki-laki buta itu kan?" Awan menatap Yuri dengan tajam, sementara gadis itu langsung menundukkan kepalanya.
"Biar aku tebak. Kau mencintainya, tetapi dia..... Dia hanya memanfaatkanmu untuk menolongnya," imbuh laki-laki itu sambil tersenyum mengejek Yuri.
"Menikahlah denganku atau aku akan membuat laki-laki itu membayar setiap cinta yang kau berikan padanya dengan nyawanya," ancam laki-laki itu kepada Yuri.
"Awan!!!" Yuri Membentak laki-laki itu.
"Aku bersumpah dia akan mati di tangan warga jika kau tidak mau menikah denganku. Aku akan menunjukkan bukti-bukti ini dan mengungkapkan fakta bahwa kalian telah menipu kita semua. Kau mungkin hanya akan dipermalukan, tetapi laki-laki itu pasti akan mati," tutur Awan kembali sambil berdiri, hendak meninggalkan rumah Yuri.
"Aku tidak bisa, Awan. Ku mohon mengertilah, aku tidak bisa mencintaimu," jawab Yuri sambil meneteskan air matanya. Ia memohon pada laki-laki itu.
"Kau bisa belajar mencintaiku Yuri, atau memang kau lebih suka melihatnya mati dihakimi masa? Lagi pula, aku sudah menyelamatkanmu dari para warga waktu itu. Ini saatnya membalas budi," ucap Awan dengan nada arogan. Laki-laki itu menuntut Yuri membalas kebaikannya.
"Aku memberimu waktu sampai besok pagi untuk menjawab. Keselamatannya ada di tanganmu," sambung Awan kembali sambil menatap paras cantik Yuri untuk terakhir kali, sebelum ia meninggalkan rumah itu.
-----------------
Tok!! Tok!!
"Masuk!" Yuri segera terbangun dari posisi tidurnya, saat mendengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Ia menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan menghapus sisa-sisa air mata yang masih terus mengalir akibat memikirkan ancaman Awan.
"Yuri," ucap Bram sambil tersenyum dan berjalan mendekati gadis itu.
"Mas, sudah pulang?" Bagaimana Mas bisa masuk?" Yuri mengerutkan keningnya. Tidak ada kunci duplikat untuk pintu bagian depan. Yuri tentu terkejut dengan kehadiran Bram.
"Kamu tidak mengunci pintunya. Ceroboh!" Bram berbicara sambil mendudukkan dirinya di atas ranjang Yuri.
"Oh ya? Tapi seingatku aku menguncinya. Mungkin aku tidak fokus karena kedatangan tamu......" Yuri menahan ucapannya. Bram akan menjadi marah, jika ia mengatakan bahwa Awan baru saja berkunjung tadi.
"Tamu?" Bram terlanjur mendengar kata itu dan ia membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
"Maksudku tamu... tamu bulanan. Maka dari itu, aku menjadi tidak fokus," balas Yuri dengan sedikit canggung.
"Kemarilah! Tidakkah kamu ingin memelukku?" Bram merentangkan kedua tangannya.
"Tidak mau! Memangnya ada apa Mas, sampai aku harus memelukmu?" Yuri melipat kedua tangannya di depan dada.
"Peluk aku dulu. Aku akan memberitahumu setelahnya," desak laki-laki itu sambil terus merentangkan tangannya.
Yuri yang tak tega menolak kembali, akhirnya mendekat dan memeluk laki-laki itu. Begitu Yuri mendekap tubuhnya, Bram kemudian ikut mendekap gadis itu dan membisikkan sesuatu di telinganya.
"Aku sudah mendapatkan seorang pendonor." Yuri membulatkan matanya. Ia melepaskan pelukannya dari Bram untuk melihat wajah laki-laki itu. Ia menyentuh wajah Bram dengan kedua tangannya beberapa saat, sebelum memeluknya kembali.
"Terima kasih Tuhan. Aku bahagia Mas. Aku ikut berbahagia untukmu," balas gadis itu sambil meneteskan air mata karena terharu.
"Terima kasih Yuri. Aku tahu kau akan berbahagia untukku. Ku mohon dampingi aku, saat operasi itu berlangsung nanti. Maukah kau melakukannya?" Bram semakin mengeratkan pelukannya, sementara Yuri masih menangis bahagia di pelukan laki-laki itu.
"Tentu mas. Aku tentu akan mendampingimu," jawab Yuri dengan tulus sambil menganggukkan kepalanya tanpa ragu.
"Dan kau tahu apa yang paling membuatku bahagia, setelah semua ini selesai? Aku akan bertemu dengan mawar merahku. Aku akan menatap wajah Rosalie, satu-satunya perempuan yang selalu kurindukan," balas Bram sambil membayangkan wajah kekasihnya.
Yuri merasakan rasa sesak menjalar di dadanya. Ya, ia memang bahagia karena Bram akan segera melihat, tetapi ia akan kehilangan laki-laki itu setelah ini.
Laki-laki itu akan kembali pada cintanya dan mereka akan nenyambut masa depan bersama. Sementara Yuri, gadis itu hanya akan menjadi bagian dari serpihan masa lalu laki-laki itu.
------------
Selamat Membaca!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
pamungkas
nyesek thor😭😭
2021-06-05
0
Yusni
😭😭😭
2021-05-25
0
Chitra Merlin
sedih ya...
2021-03-25
0