Setelah peristiwa saling memeluk yang tidak sengaja itu, hubungan Bram dan Yuri semakin hari semakin akrab. Awalnya memang sedikit canggung, tetapi untuk menormalkan keadaan kembali, mereka memilih untuk bersikap biasa-biasa saja.
Bram dan Yuri sering melakukan aktivitas bersama. Mereka sering bercengkerama berdua di teras rumah sambil menikmati secangkir teh panas, menjemur diri di bawah sinar matahari pagi, sambil sedikit menggerakkan tubuh untuk berolah raga berdua, dan bahkan sering menghabiskan waktu di luar, meski itu hanya sekadar menikmati udara sore di alun-alun desa.
Jangan bertanya bagaimana hubungan mereka terlihat di depan orang-orang, Bram dan Yuri nampak seperti dua sejoli yang sedang memadu kasih. Tidak ada yang menyadari bahwa itu adalah sandiwara belaka.
Meski demikian, tidak semua tindakan yang mereka lakukan adalah bagian dari peran yang dimainkan. Sejujurnya, Bram dan Yuri memang sangat akrab. Bram sudah terbiasa dan sangat tergantung pada sosok Yuri.
Meski baru beberapa waktu saling mengenal, perempuan itu sudah memahami Bram dengan cukup baik. Ia bahkan mulai mengetahui apa yang laki-laki itu butuhkan bahkan sebelum ia mengatakannya.
Dalam beberapa hal, Yuri pun demikian. Ia sangat tergantung pada laki-laki itu. Sejak Bram ada dalam hidupnya, tidak ada satu laki-laki hidung belang pun yang berani mendatangi rumahnya ataupun berusaha melecehkannya lagi. Begitu juga dengan gosip miring tentang perempuan penggoda. Semuanya seakan menguap bersama dengan hembusan angin, semenjak warga mengetahui bahwa perempuan itu sudah bersuami.
Selain itu, kehadiran Bram juga telah meramaikan perasaan sepi yang dulu selalu menyelimuti hari-hari gadis itu. Semenjak laki-laki itu ada, Yuri semakin bersemangat menjalani hidupnya. Ia lebih banyak tertawa sekarang. Entah apa yang akan terjadi jika laki-laki itu sembuh nantinya. Apakah Yuri bisa menerima keadaannya kembali seperti dulu?
"Mas, sebentar lagi saya harus ke kota. Lukisan saya sudah jadi dan sudah ditunggu oleh pembeli. Saya tidak bisa meninggalkan mas sendiri di rumah ini. Bagaimana jika kita pergi bersama?" Yuri menawarkan kepada Bram untuk menemaninya pergi ke kota.
"Tentu saja. Kapan kita berangkat?" Bram berdiri dari tempatnya. Ia kemudian menggenggam tongkatnya dan perlahan-lahan melangkah mendekati Yuri.
"Satu jam lagi kita berangkat. Maaf, saya terlambat memberi tahu. Saya terlalu sibuk melukis hingga lupa mengomunikasikannya dengan mas." Yuri menatap Bram sejenak, memperhatikan langkah laki-laki itu, dan memastikan ke sekeliling bahwa tidak ada benda-benda yang dapat membuatnya terjatuh.
"Tak apa. Lagi pula apa yang bisa dilakukan oleh orang buta ini, sampai-sampai ia menjadi sibuk? Bahkan jika sekarang kita berangkat pun aku tak keberatan," balas Bram sambil duduk di dekat Yuri.
"Aku berharap semoga kegelapan itu cepat pergi dari hidupmu," ucap Yuri sambil menatap Bram dengan perasaan empati.
"Meski hal itu berarti bahwa aku akan kehilanganmu setelahnya," sambungnya kembali di dalam hati. Ada perasaan sedih ketika mengingat bahwa kehadiran Bram di sisinya hanyalah sementara.
----------------
Perjalanan yang tidak terlalu jauh itu ternyata memakan waktu tempuh yang lebih lama dari biasanya. Mobil-mobil tidak bisa bergerak karena jalanan macet total. Terjadi kecelakaan beruntun di depan sehingga menimbulkan kepadatan sepanjang dua kilometer.
"Nanti setelah urusan di Galeri selesai, kita langsung mampir ke toko perhiasan sebentar ya?" Permintaan Bram itu mengawali perbincangan mereka, setelah beberapa menit duduk di dalam sebuah Taxi online.
"Untuk apa?" Yuri bertanya kepada laki-laki yang duduk di sebelahnya.
"Kamu membawa jam tanganku seperti yang aku minta tadi kan?" Bram menolehkan wajahnya ke arah suara Yuri.
"Ada di dalam tas. Ini, sebaiknya mas pakai sajalah dulu," ucap perempuan itu sambil mengeluarkan benda itu dan memasangkan kembali ke lengan Bram.
"Aku berencana menjual jam tangan ini di toko perhiasan setelah semua urusanmu selesai. Seperti yang aku katakan kemarin, bagaimana pun juga kita membutuhkan banyak biaya untuk hidup dan untuk pengobatan," jawab Bram sambil membiarkan Yuri memasangkan jam tangan itu di lengannya.
"Tapi, jam ini sebenarnya masih sangat bagus. Apakah mas tidak merasa rugi menjualnya?" Yuri masih berusaha mengurungkan niat laki-laki itu.
"Kita membutuhkan uang untuk hidup dan untuk pengobatanku. Sudah cukup merawatku saja yang jadi bebanmu, jangan ditambah lagi dengan biaya hidup dan yang lainnya," balas Bram setengah memaksa gadis itu untuk menuruti perkataannya.
"Baiklah, mas." Yuri tidak mendebat Bram lagi. Mereka tidak mungkin berdebat di hadapan supir Taxi itu.
-----------------------
"Abraham Adiputera, kamu Bram kan? Mataku tidak mungkin salah melihat," Raditya Sabda Brahmana, seorang Dokter Rumah Sakit Angkatan Laut menyapa laki-laki itu dengan terkejut dan bahagia.
Setelah menyelesaikan urusan penjualan lukisan Yuri di Galeri, mereka berdua kembali mengendarai Taxi, menuju ke sebuah toko perhiasan yang ada di kota itu. Baru saja Bram dan Yuri akan melangkah keluar, setelah menerima sejumlah uang hasil penjualan jam tangan, seseorang berjalan dari arah berlawanan, hendak masuk ke toko itu tiba-tiba menyapa Bram.
Deg!!
"Apakah ini saatnya? Apakah ini berarti dia akan meninggalkanku?" Yuri bergumam dalam hati. Entah mengapa hatinya begitu sedih saat mengetahui ada orang dari masa lalu Bram, yang sudah menemukan keberadaan laki-laki itu.
Bram tidak langsung menjawab. Butuh beberapa saat untuk mengingat suara siapakah itu.
"Bram, ini aku. Apa kau lupa pada kawanmu ini?" Radit mengerutkan keningnya karena melihat ada yang aneh dengan sikap Bram. Saat itu Bram sedang mengenakan kacamata hitam sehingga Radit tidak langsung mengetahui bahwa ada yang tidak beres dengan mata laki-laki itu.
"Kau... Raditya Brahmana kan?" Bram akhirnya berhasil mengidentifikasi siapa laki-laki yang berdiri di hadapannya. Laki-laki itu merasa senang karena bisa bertemu dengan seseorang yang mengenalnya.
"Mereka pasti senang mendengar bahwa kamu masih hidup," tutur Radit dengan senyum yang mengembang lebar di bibirnya.
"Semua orang melakukan pencarian untuk menemukanmu. Rosalie sempat tidak sadarkan diri beberapa kali, saat mendengar kabar kecelakaan itu. Aku akan menghubungi mereka dan memberi tahu bahwa kamu selamat," kata laki-laki itu kembali sambil menepuk pundak Bram.
"Rosalie? Bagaimana keadaannya sekarang," balas Bram dengan ekspresi yang langsung berubah menjadi sendu.
Mimik itu ditangkap dengan baik oleh Yuri. Entah mengapa hatinya terluka saat Bram merasa sedih karena memikirkan perempuan lain.
"Dia sempat mengurung diri di dalam kamar selama beberapa hari. Ia tidak mau makan dan minum karena memikirkanmu." Raditya berucap dengan suara yang lirih.
"Tapi, sekarang ia sudah lebih baik dan aku yakin ia akan semakin baik saat mengetahui bahwa kamu masih hidup," imbuhnya kembali, kali ini dengan nada yang lebih bersemangat.
"Tidak bisa. Sementara ini, kamu tidak boleh mengatakan kepada siapapun bahwa aku masih hidup," tutur Bram dengan sedikit membentak kawannya yang juga merupakan sepupu dari tunangannya itu.
"Kenapa?" Pandangan Radit kini tertuju pada seorang perempuan yang sedari tadi berdiri di samping Bram dan memegang lengan laki-laki itu.
"Siapa perempuan ini? Apa karena dia?" Radit menatap Yuri dengan tatapan tidak suka. Laki-laki itu mulai berpikiran buruk tentang keduanya.
-----------------
Selamat membaca!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
lili
bakalan jadi kesalah pahaman
2023-02-25
0
neli nurullailah
wah,,yuri dtuduh sbg perebut lagi nih
2021-12-04
0
Klara Rosita
lanjut
2021-02-04
0