"Tidak bisa! Sementara ini, kamu tidak boleh mengatakan kepada siapapun bahwa aku masih hidup," tutur Bram dengan sedikit membentak kawannya yang juga merupakan sepupu dari tunangannya itu.
"Kenapa?" Pandangan Radit kini tertuju pada seorang perempuan yang sedari tadi berdiri di samping Bram dan memegang lengan laki-laki itu.
"Siapa perempuan ini? Apa karena dia?" Radit menatap Yuri dengan tatapan tidak suka. Laki-laki itu mulai berpikiran buruk tentang keduanya.
"Aku akan menjelaskan semuanya tetapi tidak di sini. Dimana mobilmu? Ayo kita bicara di tempat yang lebih nyaman," ucap Bram sambil menyentuh tangan Radit yang ada dipundaknya dan menarik laki-laki itu untuk ikut meninggalkan toko.
-----------------
"Aku mengerti. Pasti tidak mudah berada di posisimu sekarang. Aku akan membantu supaya proses pengobatanmu lebih diprioritaskan. Aku kenal banyak dokter di Rumah Sakit Mata tempat kamu biasa memeriksakan diri." Radit yang merasa iba melihat kondisi Bram, berniat untuk menolongnya.
"Aku berterima kasih jika kamu mau membantuku. Semakin cepat aku sembuh, semakin cepat aku akan kembali ke pelukan Rosalie. Aku tidak punya keberanian untuk menemuinya sekarang. Banyak hal yang berubah semenjak kecelakaan itu dan aku tidak ingin menyusahkan Rosalie dengan keadaanku ini," jawab Bram dengan suara yang dalam.
Mendengar ucapan Bram, Yuri kembali merasakan sesak di dadanya. Cinta laki-laki ini kepada kekasihnya begitu besar.
"Rosalie," ucap Yuri di dalam hati.
Gadis itu sedikit merasa iri. Betapa beruntungnya perempuan itu karena mendapatkan laki-laki yang sangat mencintainya.
"Tinggalah dulu di sini selama satu hari dan besok kita akan sama-sama pergi ke rumah sakit. Sebenarnya aku punya satu unit apartemen di kota ini, namun hanya apartemen berukuran studio sehingga tidak mungkin menerima tamu," sambungnya lagi dengan nada sedikit menyesal.
"Tidak apa-apa. Tolong, antarkan saja aku dan Yuri ke hotel atau penginapan yang dekat dengan apartemenmu! Kami akan beristirahat malam ini di sana. Jangan merepotkan dirimu dengan menyediakan tempat tinggal lagi bagi kami berdua," jawab Bram sambil melepas kacamatanya.
"Ada satu penginapan sederhana, namun sangat bersih. Kebetulan sekali letaknya hanya dua kilometer dari apartemenku. Atau kamu lebih suka tinggal di hotel?" Raditya mencoba menawarkan beberapa pilihan.
"Tolong antarkan saja kami ke penginapan itu," balas Bram dengan singkat.
"Apakah tidak apa-apa jika kamu tinggal di tempat sederhana seperti itu," tanya Radit kembali untuk memastikan.
"Aku dan Yuri akan memesan kamar di sana. Tolong, antarkan saja kami," balas Bram kembali.
---------------
Sepanjang perjalanan Bram dan Radit terus bercakap-cakap membicarakan masa lalu. Beberapa kali nama Rosalie disebut dalam pembicaraan mereka.
Sementara Yuri, perempuan itu hanya diam. Mereka terlalu senang bercakap-cakap hingga melupakannya. Gadis yang tidak memiliki lawan bicara itu pun memilih larut dalam lamunannya.
"Jadi, nama anda Yuri?" Raditya menatap wajah Yuri dari pantulan kaca.
Yuri tidak menjawab. Gadis itu belum sadar jika seseorang sedang mengajaknya berbicara saat ini.
"Nona?" Radit menyapa gadis itu kembali.
"I-iya, Tuan?" Yuri sedikit terkejut.
"Nama anda adalah Yuri?" Radit mengulang kembali pertanyaannya.
"Iya," balas gadis itu kembali.
"Terima kasih karena telah menyelamatkan kawanku. Dia sungguh beruntung. Anda bahkan memberikannya tumpangan selama ini." Raditya terus mencoba mengajak Yuri berdialog.
"Sama-sama," balas perempuan itu dengan singkat.
"Apakah kekasih anda tidak marah? Apakah ia mengijinkan anda memberi tumpangan pada pria asing?" Radit sebenarnya ingin mengetahui status Yuri.
"Dia tidak mempunyai kekasih," jawab Bram dengan ketus saat mendengar pertanyaan Radit yang mulai menjurus ke urusan pribadi.
"Perempuan secantik anda, masih sendiri?" Radit mengeluarkan pujian itu secara spontan dan membuat Bram sedikit merasa sebal.
"Apa urusannya denganmu?" Bram kembali menjawab Radit dengan nada tidak suka.
"Untung saja kawanku ini tidak bisa melihat," racau Radit kembali. Yuri mulai merasa tidak nyaman.
"Memangnya kenapa denganku?" Bram merasa aneh dengan pernyataan Radit.
"Aku tidak yakin kamu akan setia kepada Rosalie, jika bisa melihat Nona Yuri dengan jelas," ucapnya kembali tanpa berpikir. Yuri sebenarnya sedikit tersinggung dengan ucapan laki-laki itu, namun ia menahannya.
"Aku tidak akan tergoda oleh siapapun. Rosalie tidak akan pernah tergantikan," ucap Bram dengan penuh keyakinan.
-------------------
Radit yang tiba-tiba mendapat panggilan mendadak, hanya bisa menurunkan Bram dan Yuri di depan lobby sebuah penginapan. Laki-laki itu kemudian langsung memacu mobilnya kembali, setelah Bram dan Yuri turun.
Dunia memang begitu sempit. Salah seorang pemuda yang berasal dari desa Yuri ternyata bekerja di penginapan itu. Kehadiran pemuda itu membuat Yuri dan Bram akhirnya hanya memesan satu kamar dengan fasilitas single bed berukuran besar, karena takut sandiwara mereka terbongkar.
Malam ini mereka berdua terpaksa tidur dalam satu ruangan. Yuri hanya berharap ada sebuah sofa di dalam kamar yang mereka pesan, sehingga mereka tidak perlu tidur bersama dalam satu ranjang.
"Bagaimana ini? Tidak ada sofa di sini," tutur Yuri dengan sedikit kecewa.
"Apa yang kamu harapkan dari sebuah penginapan sederhana?" Bram menjawab sambil menggelengkan kepalanya.
"Tapi dimana saya akan tidur? Kita juga tidak mungkin memesan extra-bed. Terlalu mencurigakan untuk pasangan yang sudah menikah." Yuri melihat ke sekeliling ruangan itu dan tidak menemukan sesuatu yang bisa membuat mereka berdua beristirahat dengan nyaman dalam kondisi terpisah.
"Tidurlah di ranjang!" Bram kini sudah dalam posisi duduk sambil meluruskan kakinya di atas tempat tidur yang ternyata cukup empuk dan nyaman.
"Lalu mas tidur dimana?" Yuri mengerutkan keningnya.
"Di sebelahmu tentu saja. Dimana lagi?" Laki-laki itu membalas dengan santai.
"Hah?" Yuri terkejut.
"Apa yang bisa dilakukan orang buta ini? Aku tidak mungkin melakukan apapun padamu, kecuali kamu yang melakukan sesuatu padaku," jawab Bram sambil tersenyum menggoda Yuri.
"Maass!" Yuri menghampiri laki-laki itu dan mencubit lengannya.
"Ssshhh," rintih suara Bram dengan ekspresi seolah menikmati, untuk semakin menggoda Yuri.
"Hentikan mas!" Yuri menepuk lengan Bram kembali karena kesal sambil melotot.
"Aaaaaahhhhh," des*hnya lagi sambil menahan tawa.
Laki-laki itu benar-benar membuat Yuri semakin geram. Gadis itu pun berniat menjauh dari Bram agar laki-laki itu berhenti menggodanya.
"Bercanda," tutur Bram sambil menahan tangan yang baru saja menepuk lengannya itu supaya pemiliknya tidak cepat-cepat pergi.
Bram sebenarnya sedikit merasa lucu dengan sikap Yuri yang seakan-akan tidak terbiasa tidur berdampingan dengan laki-laki. Baginya itu sedikit tidak masuk akal, mengingat profesi perempuan itu.
"Aku tidak keberatan membagi ranjang ini denganmu. Aku buta dan benar-benar berniat untuk tidur. Lagi pula, aku tidak mungkin bersikap kurang ajar pada perempuan yang menolongku. Aku juga terlalu mencintai Rosalie hingga tidak sanggup untuk mengkhianatinya." Bram berusaha meyakinkan Yuri bahwa tidak akan terjadi apa-apa di antara mereka.
Deg!!
Rosalie, dada Yuri terasa sakit setiap kali mendengar nama itu diucapkan. Gadis itu tidak menjawab lagi. Ia memilih untuk diam dan larut dalam rasa sakit yang seharusnya tidak perlu ia rasakan.
-----------------------
"Aku harus hidup.... A-aku pasti akan tetap hidup... Huh... huh.. huh... Aku pasti hidup.." Bram mengigau dengan napas yang tersengal-sengal. Laki-laki itu terus meracau sambil bergerak ke kanan dan ke kiri, hingga membangunkan Yuri.
"Mas," ucap Yuri sambil mengerjapkan matanya.
"Tuhan ku mohon, jangan sekarang! Aku masih ingin hidup," kata Bram dalam tidurnya.
"Mas, kamu kenapa?" Yuri melihat laki-laki itu mengeluarkan keringat dingin. Ia mengambil beberapa lembar tissue dan segera mengelap keringat laki-laki itu, sambil menepuk pundaknya agar segera bangun.
"Tidak... Jangan... Tidaaaaaak!!!" Bram berteriak dan akhirnya terbangun dengan posisi duduk. Napas laki-laki itu masih tidak beraturan.
"Mas?" Yuri menyentuh dada laki-laki itu untuk menenangkannya.
Bram yang masih belum tenang tiba-tiba memeluk tubuh Yuri dalam satu kali tarikan. Perempuan itu sempat terkejut namun akhirnya membiarkan Bram melakukan apa yang ia mau.
Laki-laki itu pasti mengalami mimpi yang buruk tadi. Yuri hanya ingin membantunya menenangkan diri.
"Tenanglah! Itu hanya mimpi. Saya ada di sini dan Mas masih hidup," tutur Yuri dengan lembut berusaha menyalurkan rasa nyaman pada laki-laki itu.
"Aku memimpikan kecelakaan itu lagi. Terlalu mengerikan," ucap Bram tanpa melepaskan pelukannya. Bram terus memeluk perempuan itu dengan erat dan semakin merasa tenang saat ia mencium aroma tubuh Yuri yang khas dan wangi.
"Tidurlah kembali! Saya ada di sini," bujuk Yuri setelah mereka berpelukan cukup lama.
Yuri pun melepaskan pelukannya dan membantu merebahkan laki-laki itu kembali ke ranjang. Yuri kemudian mengambilkan segelas air agar kondisi laki-laki itu lebih baik.
Beberapa menit berlalu dan Bram masih merasa gelisah hingga sulit untuk tertidur kembali. Begitu juga dengan Yuri, gadis itu hanya menutup matanya. Ia belum bisa terlelap dalam tidurnya.
"Yuri, apakah kamu sudah tidur?" Bram mencoba memastikan apakah perempuan yang berbaring di sebelahnya itu masih terjaga atau tidak.
"Saya belum tidur. Kenapa mas? Ada sesuatu yang perlu saya ambilkan?" Yuri menoleh ke arah Bram.
"Ehm.. Maukah kamu menolongku?" Bram menghadapkan wajahnya ke arah Yuri.
"Katakan saja!" Yuri masih menatap Bram dengan lembut.
"Bisakah kamu memelukku lagi? Aku masih terbayang-bayang mimpi itu. Aku tidak bisa..." Ucapan Bram terhenti saat gadis itu mendekat ke arahnya dan melingkarkan lengan di pinggangnya.
Yuri menyandarkan kepalanya pada lengan Bram dan laki-laki itu segera membetulkan posisinya agar lebih nyaman. Mereka berdua berbaring di atas ranjang sambil berpelukan.
Aroma Yuri tercium lagi. Aroma yang ternyata mampu membuat laki-laki itu merasa sangat tenang dan melupakan mimpi buruknya.
Jantung Yuri sebenarnya berdebar tiada henti karena posisi itu. Perempuan itu berharap Bram tidak merasakan debarannya, meski itu cukup mustahil karena tidak ada jarak di antara mereka.
Meski demikian, Yuri merasa bahagia. Ia bahkan tidak pernah sebahagia ini sebelumnya.
"Apakah ini berarti bahwa aku mulai menyukaimu? Apa aku mulai menaruh hati padamu?" Pertanyaan itu hanya mampu terucap di dalam hati gadis itu.
--------------------
Selamat membaca! Jangan lupa dukungan ya ya kawan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Rinisa
So sweet...🤗😍
2023-06-18
0
Ratna Yuni
kak tirza karya mu emang beda syuka deh
2023-04-14
0
Titi.Irawati
cie cie uhuy
2021-05-02
0