Through My Eyes
"Eh, coba lihat siapa yang lewat? Si 'gatel'. Ibu-ibu semua, ingat jangan lalai! Jangan sampai suami-suami kita menjadi korban berikutnya! Kemarin, Pak Kades hampir saja termakan rayuan," ucap seorang ibu bernama Marlina kepada pembeli yang lain, saat sedang berbelanja di pasar. Ia mendengar kabar dari istri Kepala Desa bahwa seorang perempuan yang bernama Yuri baru saja menggoda Kepala Desa mereka.
"Jadi, berita itu benar? Saya awalnya tidak yakin. Ternyata itu benar ya?" Ibu Kirana menanggapi ucapan ibu Marlina.
"Baru saja dua hari yang lalu, saya dengar, katanya si 'gatel' menggoda juragan minyak, yang rumahnya empat lantai di muka jalan raya itu. Untung si juragan minyak itu kuat iman. Kalau tidak, kasihan istrinya yang lagi hamil muda. Bisa tekanan batin terus. Belum puas menggoda juragan minyak, eh sekarang sasarannya berubah menjadi Kepala Desa," imbuh Marlina kembali.
Pembicaraan buruk itu diucapkan cukup keras, hingga sampai ke telinga Yuri. Gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara.
"Heh, 'Gatel'. Kenapa kamu lihat-lihat ke sini? Belum pernah mendapat ini ya?" Seorang wanita yang lain menantang Yuri dengan menunjukkan tangannya yang mengepal, saat melihat perempuan itu menatap mereka.
Yuri tidak menjawab. Ia segera mengalihkan pandangannya. Ia juga tidak lagi memedulikan ucapan wanita itu. Hinaan dan cacian sudah menjadi bagian hidupnya, sejak kematian sang ayah.
Paras yang cantik serta perawakan yang sempurna menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Yuri yang hidup sebatang kara dan tak memiliki siapapun untuk melindunginya, harus terbiasa dengan fitnah dan pergunjingan yang terus menerus muncul, setelah ia menolak rayuan laki-laki hidung belang, yang sudah beristri.
----------
"Bagaimana kalau besok siang kita arak saja perempuan itu. Bila perlu buat dia tak berbusana supaya jera. Perempuan seperti itu akan merusak ketentraman tempat tinggal kita," kata kepala desa dengan berapi-api di dalam sebuah balai desa.
"Saya setuju pak. Saya rasa perempuan itu harus diberi pelajaran agar tidak meresahkan warga. Korbannya sudah banyak pak. Untung saja, rata-rata mereka bisa menahan diri. Tapi, sekuat-kuatnya seseorang membangun benteng, pasti suatu saat bisa roboh juga kan?" Pratama, seorang pemuda mendukung ide kepala desa.
"Tapi, apa itu tidak melanggar hukum?" Laki-laki bernama Awan mencoba memberi pertimbangan lain.
"Saya adalah hukum di sini. Saya yang berhak menentukan ini dibenarkan atau tidak," ucap Kepala Desa dengan arogan.
"Saya setuju. Besok siang kita arak dia," ucap laki-laki lain yang duduk di belakang.
"Arak! Arak! Arak!" Semua orang di dalam ruangan itu telah sepakat untuk mengarak Yuri tanpa busana besok siang. Mereka semua nampak bersemangat kecuali satu orang.
---------
Tok!! Tok!!
"Yuri! Buka pintunya! Yuri, ini aku Awan." Laki-laki itu terus mengetuk pintu dan tidak berhenti sampai orang yang berada di dalam rumah menampakkan diri.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Yuri sebenarnya sudah terlelap. Suara ketukan itu membangunkannya. Awalnya, ia berpikir bahwa itu adalah suara ketukan dari laki-laki hidung belang yang sering mengganggunya. Setelah mengetahui bahwa itu adalah suara Awan, Yuri bergegas membuka pintu.
"Awan?" Perempuan itu terkejut melihat mantan teman SMA-nya berdiri di depan pintu rumahnya.
"Kamu harus pergi malam ini. Kemasi barangmu!" Laki-laki itu memerintah Yuri untuk segera pergi meninggalkan rumah.
"Hah? k-kenapa?" Yuri bingung dengan ucapan laki-laki itu.
"Pergilah kalau kamu tidak ingin malu. Mereka merencanakan niat busuk untukmu," ucap Awan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia takut seseorang melihatnya.
"Aku masih belum paham. Apa maksudmu?" Yuri semakin penasaran.
"Besok siang mereka akan mengarakmu keliling desa. Mereka akan mengarakmu tanpa busana. Tadi, seluruh kaum pria diundang rapat untuk membicarakan hal ini. Semua setuju. Pak Kades berhasil menghasut semua orang. Mereka mengira bahwa kamu adalah perempuan j*l*ng. Pergilah! Entah kemana, yang jelas tinggalkan desa ini sekarang," tutur Awan dengan setengah emosi, karena Yuri terlalu banyak bertanya.
"Aku harus kemana Wan? Aku tidak punya siapa-siapa. Oh Tuhan, apa salahku pada mereka?" Yuri menangis. Ia benar-benar merasa takut.
"Hanya ini yang bisa aku sampaikan. Aku tidak bisa membantumu lebih. Pikirkan sendiri jalan keluarnya, selamatkan dirimu!" Awan segera melangkah meninggalkan rumah Yuri. Ia tidak bisa berlama-lama di sana. Hal itu membahayakan keselamatannya.
"Awan! Aku harus bagaimana?Awan, tolong aku!" Yuri bersuara dengan setengah berbisik. Perempuan itu sungguh tidak tahu harus berbuat apa.
Perempuan itu pun kembali masuk ke dalam rumah. Ia menutup pintunya rapat-rapat, sebelum menuju ke kamar dan mengemasi beberapa pakaiannya. Ia membawa juga beberapa bahan makanan yang tersedia, peralatan memasak seadanya, dan korek api.
"Pantai!" Hanya tempat itu yang terlintas di dalam benaknya.
Dulu semasa kecil, ayahnya sering mengajak gadis itu bermalam di dalam sebuah gua yang tersembunyi di antara karang, yang ada di tepi pantai. Hanya tempat itu yang ia yakini aman. Ada sumber air tawar juga di sana, sehingga ia tidak mungkin kehausan.
--------
*Dua hari kemudian*
"Mayday. Mayday. Terjadi kebocoran pada tangki bahan bakar. Pesawat akan jatuh. Beberapa mil lagi bahan bakar akan segera habis. Minta ijin untuk melakukan pendaratan darurat di atas permukaan laut. Mayday. Mayday," ucap seorang pilot pesawat Angkatan Laut dengan sedikit panik.
Laksamana pertama Abraham Adiputera, atau yang biasa di sapa dengan sebutan Bram, seorang pilot pesawat tempur Angkatan Laut yang berusia tiga puluh tahun, tampan, lajang, bertubuh atletis, serta memiliki segudang prestasi harus mengalami sebuah kejadian nahas bersama dengan co-pilotnya Laksamana Pertama Hendrayan Sudrajat. Pesawat C-130 Hercules yang ia kemudikan mengalami kebocoran tangki bahan bakar secara tiba-tiba.
Tiga hari lagi, Bram akan mendapat kenaikan pangkat dari Laksamana Pertama ke Laksamana muda. Sepertinya ada orang yang iri dengannya, sehingga dengan sengaja ingin mencelakai laki-laki itu.
Penerbangan ini adalah penerbangan terakhir sebelum ia mendapatkan pangkat baru. Tidak ada seorang pun di dalam pesawat itu selain Bram dan Hendra, co-pilotnya. Mereka berdua mendapatkan tugas untuk mengangkut senjata api dari gudang senjata TNI AL yang ada di Surabaya dan membawanya kembali ke pangkalan TNI AL yang ada di Bandung. Oleh karena mereka melakukan lepas landas dari Bandar udara yang ada di kota Bandung, maka pesawat itu masih dalam kondisi kosong ketika berangkat.
Sebenarnya itu adalah tugas Alex, kawan seperjuangan Bram ketika ia masih mengenyam pendidikan militer dulu. Bram seharusnya bukan pilot yang dikhususkan untuk membawa pesawat pengangkut barang. Namun, Alex mendadak sakit sehingga Bram secara sukarela diminta untuk menggantikan tugas kawan lamanya itu.
Baru saja dua puluh menit yang lalu, pesawat yang diterbangkannya itu lepas landas, tiba-tiba Alarm pesawat berbunyi karena tangki bahan bakar mengalami kebocoran. Bram dan Hendra terus menghubungi kantor pusat navigasi untuk memberi tahu keadaan mereka.
"Mayday. Mayday. Situasi memburuk. Minta ijin melakukan pendaratan darurat di atas permukaan laut." Bram berusaha menghubungi kantor pusat navigasi melalui alat komunikasinya, namun alat itu pun ikut rusak setelah monitor mendeteksi kebocoran di bagian tangki pesawat.
"Sial! Bagaimana bisa semuanya rusak dengan tiba-tiba." Bram mengumpat tiada henti.
"Pergilah! Aku akan membuka pintu bagian belakang, gunakan parasut untuk terjun! Selamatkan dirimu dan segera hubungi bala bantuan," ucap Bram kepada Hendra.
"Kita pergi bersama, kita pulang bersama. Saya tidak mungkin meninggalkan anda." Hendra menolak perintah.
"Jangan bodoh! Jika kau masih hidup, setidaknya aku akan memiliki harapan untuk tertolong," tutur Bram dengan nada tinggi.
"Tapi pak?" Hendra masih menyanggah.
"Pergi! Ini perintah! Jika kau terjun sekarang, masih ada harapan untuk menemukan daratan." Bram memaksa Hendra meninggalkannya.
Dengan berat hati Hendra meninggalkan Bram. Ia terjun dalam jarak ketinggian yang masih aman, serta masih memiliki kemungkinan untuk menemukan sebuah daratan.
--------
Beberapa menit berlalu, namun kantor pusat navigasi masih belum bisa dihubungi. Laki-laki itu semakin putus asa. Ia tidak ingin hidupnya berakhir sekarang. Beberapa hari lagi ia akan mendapat kenaikan pangkat dan satu bulan setelahnya ia akan menikahi Rosalie, tunangannya. Hidupnya terlalu berharga untuk ditinggalkan sekarang.
Bram mengeluarkan foto Rosalie dari dalam saku celananya. Ia memang selalu membawa foto kekasihnya itu kemana pun ia pergi. Foto itu terlaminating dengan baik sehingga tidak mudah rusak. Meski banyak tekukan di beberapa sudut foto, namun wajah Rosalie yang cantik masih terlihat dengan jelas di sana.
"Apakah ini saatnya? Apakah Tuhan tidak bisa membiarkan kita bersatu lebih dulu?" Bram berucap kepada dirinya sendiri sambil memegang foto Rosalie.
Ia begitu mencintai tunangannya. Ia berharap Tuhan masih memberikan dia waktu agar bisa berbahagia dengan perempuan itu.
Bram semakin panik, saat melihat monitor menunjukkan bahwa tidak ada lagi bahan bakar yang tersedia, sementara pesawat itu masih cukup tinggi berada di atas permukaan laut. Laki-laki itu kini hanya bisa bergantung kepada Tuhan sambil mengerahkan seluruh kemampuannya untuk bertahan hidup.
Bahan bakar yang hampir habis membuat mesin pesawat tersendat-sendat sebelum akhirnya benar-benar mati seketika. Pesawat itu pun nampak seperti terjun bebas.
"Aku harus hidup. Aku pasti akan tetap hidup. A-aku.. Aaaaaaarrggggghhhhh!!!!" Pendaratan darurat itu pun ia lakukan. Badan pesawat itu cukup keras menghantam permukaan laut.
------------
Selamat datang di novel ke tiga saya. Semoga kisah ini masuk dalam list favorit anda ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Rinisa
Novel ke 1 & 2 sangat bagus, saya yakin yg ke 3 ini juga pasti bagus...👍🏻🤗
2023-06-18
0
Gendhuk sri
ok kaka novelmu bagus2
2023-05-30
0
lili
nyimak
2023-02-25
0