Tak ada yang abadi di bawah kolong langit ini. Itu sebabnya kita menyebut dunia sebagai yang fana. Hidup berjalan dalam ketidak-kekalannya, supaya setiap peristiwa dalam hidup dirayakan sebagai sesuatu yang berharga dan setiap pertemuan menjadi terlalu berarti untuk disia-sia.
Malam itu, seorang perempuan yang sempat menyangsikan keberadaan cinta semenjak kepergian orang tuanya, mulai menyadari bahwa apa yang dulu ia anggap tiada ternyata masih ada. Cinta itu sejatinya abadi. Keberadaannya dalam dunia, yang menjadikannya seakan fana. Dan tahukah anda apa yang menjadi cikal bakal kefanaan itu? Kita menyebutnya sebagai sang waktu.
Waktu membatasi semua hal. Musim, kesempatan, perjumpaan, dan bahkan hidup manusia sekalipun dibatasi oleh waktu. Ketika semua telah berada pada batas waktu yang ditentukan, manusia akan menyebut fana sebagai kata gantinya.
Yuri menyadari bahwa kebersamaannya dengan Bram di malam itu adalah fana. Meski esok pagi ia terbangun dengan perasaan cinta yang sama, tetapi pelukan itu akan sirna bersamaan dengan dinginnya udara malam.
Kesadaran itu kemudian membawa Yuri untuk memilih tetap terjaga. Sepanjang malam, ia menatap wajah laki-laki itu, mendengar deru nafasnya, dan merasakan sentuhannya yang menghangatkan jiwa. Yuri menikmati kebersamaannya yang fana dengan laki-laki itu.
Gadis itu pun berbaring sambil membayangkan bahwa laki-laki itu adalah miliknya. Oleh karena itu ia mendekapnya dengan sepenuh hati. Yuri harus melakukan hal itu, sebab ketika waktu berubah menjadi pagi, maka tubuh, hati, dan jiwa laki-laki itu akan menjadi milik tunangannya kembali.
-----------------
"Selamat pagi!" Yuri menyapa Bram yang baru saja membuka mata
Bram belum sepenuhnya sadar. Laki-laki itu tiba-tiba mengecup puncak kepala Yuri sambil berkata, "Selamat pagi mawar merahku."
Yuri menyadari bahwa sapaan itu sebenarnya ditujukan bukan untuknya. Itu adalah sapaan untuk Rosalie, seperti arti nama perempuan itu. Semua tepat seperti yang telah ia prediksikan semalam. Pagi ini, Bram kembali menjadi milik Rosalie.
Yuri segera memberi jarak, hingga ia tidak lagi bersentuhan dengan tubuh suami pura-puranya itu. Gadis itu kemudian mengambil posisi duduk, begitu pula dengan Bram. Tidak lama kemudian, Bram pun menyadari bahwa tadi dirinya telah salah mengira Yuri sebagai Rosalie.
"Yuri, maaf. Aku tidak bermaksud untuk..." Ucapan Bram terjeda karena gadis itu tiba-tiba menyela.
"Saya mengerti. Tidak perlu merasa bersalah," balas perempuan itu.
"Aku juga pasti membuatmu tidak bisa tidur dengan nyaman, semalam. Maafkan aku," tutur Bram kembali dengan perasaan bersalah.
"Tidak perlu dipikirkan. Anggap saja itu sebagai bantuan dan bukan beban," balas perempuan itu kembali.
Beberapa saat kemudian, keheningan kembali menguasai kamar. Yuri pun mencoba menetralisir keadaan dengan menyambung kembali percakapan.
"Mas, saya akan mandi terlebih dulu. Lebih baik kita bersiap-siap lebih awal. Jangan sampai Tuan Radit menunggu lama," ucap Yuri kepada Bram yang masih terdiam memikirkan permintaan bodohnya semalam.
"Baiklah!" Bram berusaha menjawab Yuri dengan nada yang lebih santai untuk menutupi perasaan canggung di dalam hatinya.
----------
"Enam bulan?" Bram terkejut saat mendengar bahwa kemungkinan ia mendapatkan pendonor mata dalam jangka waktu kurang lebih enam bulan lagi. Itu adalah waktu tercepat yang selama ini bisa mereka janjikan.
"Apakah tidak bisa dipercepat lagi, Dokter?" Radit berusaha melobi.
"Saya akan membayar berapapun biaya yang dibutuhkan," sambung Bram atas pertanyaan Radit.
"Sekali lagi, seperti yang sudah pernah saya katakan kepada Tuan Abraham, ini bukan soal uang. Ini soal siapa pendonor yang memiliki kornea mata yang cocok. Anda seorang Dokter juga kan, Dokter Radit? Anda pasti bisa memahami maksud saya dan membantu saya menjelaskan hal itu kepada Tuan Abraham kan?" Dokter mata itu kembali menegaskan perkataan yang pernah diucapkannya. Ia tidak ingin dianggap sengaja memperlambat proses. Kenyataannya, semua penanganan memang membutuhkan proses.
"Baiklah Dokter, saya mengerti. Tetapi, tentu kami masih berharap ada keajaiban. Semoga pendonor itu bisa segera ditemukan," ucap Radit dengan nada yang lebih lembut.
"Kami pasti mengusahakan yang terbaik," balas Dokter mata itu kembali.
-------------------
"Kalian akan langsung pulang?" Radit menatap Bram dan Yuri bergantian. Saat ini mereka telah berada di dalam mobil.
Radit berniat mengantar mereka kembali ke penginapan untuk mengambil barang. Setelah itu, mereka berdua akan pulang ke desa dengan menggunakan transportasi umum.
"Tidak ada lagi alasan untuk kami tetap berada di sini. Aku hanya akan kembali ke tempat ini, saat Yuri mengantar lukisannya lagi atau saat Dokter sudah memberi kabar bahwa ia telah mendapatkan pendonor kornea yang tepat," jawab Bram sambil membenarkan posisi duduknya.
"Bolehkah aku bertanya?" Radit memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya.
"Apa itu?" Bram memberikan kesempatan.
"Apa kau yakin bahwa aku tidak perlu memberi tahu Rosalie dan orang tuamu tentang hal ini? Mereka sangat mengkhawatirkanmu, Bram." Radit mencoba membujuk laki-laki itu kembali.
"Mungkin nanti, yang jelas sekarang belum saatnya." Laki-laki itu masih menolak.
"Tapi setidaknya, tunanganmu itu berhak mengetahui kondisi yang sebenarnya. Setidaknya kau masih hidup dan kalian masih memiliki harapan," debat Radit kembali.
"Jangan pernah katakan apapun pada Rosalie. Dia tidak akan siap menerima kenyataan ini," balas Bram dengan tegas.
"Bukan dia yang belum siap. Tapi kau yang..." Radit menghentikan perkataannya setelah mendengarkan suara bentakan laki-laki itu.
"Cukup Radit!" Bram berbicara dengan suara kencang.
"Lalu apakah selama itu juga, kamu akan menumpang di rumah Nona Yuri? Apa kamu tidak takut dengan kemarahan warga?" Radit mengingatkan Bram atas resiko yang sebenarnya sudah pernah dihadapi oleh laki-laki itu dengan sedikit emosi.
"Tidak perlu khawatir akan hal itu. Aku dan Yuri sudah mengatasinya," jawab Bram sambil menurunkan nada suaranya. Laki-laki itu langsung mengingat peristiwa yang lalu.
"Bagaimana caranya?" Radit mengerutkan keningnya. Sekarang ia menjadi penasaran.
"Nanti kau juga akan tahu. Sekarang belum saatnya," ucap laki-laki itu kembali, mengulang kata-kata yang baru saja ia keluarkan tadi.
Bram sebenarnya hanya berusaha menunda rasa penasaran Radit. Bagaimanapun juga, ia tidak mungkin mengatakan pada sepupu tunangannya itu, bahwa mereka berpura-pura menjadi sepasang suami-istri sampai kapanpun.
---------------
Sore itu, burung-burung terbang melintasi laut yang terlihat tenang. Matahari hampir saja tenggelam menyisakan berkas-berkas cahaya, yang menggoda setiap mata yang mampu memandangnya.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan dari kota, Bram meminta Yuri agar mereka singgah ke pantai, tempat mereka pertama kali bertemu. Laki-laki itu butuh menenangkan diri setelah mendengar kabar dari Dokter bahwa ia masih harus cukup lama bersabar dan menanti.
Suara deru ombak adalah musik relaksasi alami yang mampu menenangkan hati. Hanya itu yang dibutuhkan Bram untuk saat ini.
"Jujur, aku sungguh kecewa! Aku merasa apa yang mereka katakan itu bisa saja berubah lagi nantinya. Entah sampai kapan kegelapan ini akan berakhir," ucap Bram sambil berdiri menghadap ke arah matahari terbenam. Laki-laki itu seolah sedang menatap ke arah cahaya yang kian samar.
"Apa yang sebenarnya paling mas khawatirkan? Kehilangan kesempatan untuk melihat lagi atau kehilangan Nona Rosalie?" Yuri bertanya sambil menatap Bram dengan sedih.
"Dua-duanya," jawab Bram dengan singkat.
"Mas belum menjawab pertanyaan saya dengan benar. Paling berarti hanya satu. Mas harus memilih," balas Yuri sambil memalingkan wajahnya ke arah burung-burung yang terbang di langit.
"Sejujurnya aku takut kehilangan Rosalie. Itu sebabnya aku ingin segera melihat lagi. Bukan karena ia akan meninggalkanku, setelah mengetahui kenyataan ini, tetapi aku yang akan meninggalkannya karena tidak sanggup membuatnya terus menerus menderita dengan keadaanku," balas Bram dengan penuh kekecewaan pada dirinya sendiri.
"Mas terlalu meremehkan kekasih mas sendiri." Yuri melangkah mendekatkan dirinya di sebelah laki-laki itu.
"Aku melindunginya bukan meremehkannya," sanggah Bram karena tidak setuju dengan perkataan Yuri.
"Tidak! Dari sudut pandang saya, saya melihatnya berbeda," tutur Yuri dengan nada bicara yang sedikit memaksa.
"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" Bram sedikit emosi mendengar ucapan Yuri yang meremehkan keputusannya.
"Mas, menyebutnya sebagai mawar merah, tetapi mas memperlakukannya seperti bunga biasa. Mas menganggapnya begitu murni dan suci dan karena itu, mas berpikir bahwa siapa saja akan berniat memetiknya, menyakitinya." Yuri menjeda sejenak ucapannya.
"Itu mungkin saja bisa terjadi, tetapi ada satu hal penting yang mas lupakan. Duri-duri pada tangkai mawar itu. Mawar merah itu bisa melindungi dirinya sendiri. Ia tahu cara bertahan sehingga tidak mudah dihancurkan oleh siapapun dan apapun," sambung Yuri kembali.
"Jika Nona Rosalie adalah mawar merah itu, maka ia tidak akan mudah tersakiti hanya karena kekasihnya menjadi buta. Ia pasti punya seribu satu cara untuk bertahan demi orang yang ia cintai. Ia akan berdiri lebih kuat darimu. Ia akan menopangmu, ketika kamu tidak bisa berjalan lagi karena terlalu banyak batu yang bisa membuatmu terjatuh, dan akan menjadi mata untukmu sekalipun tidak ada seorang pun di dunia ini yang mau mendonorkan matanya," ucap gadis itu dengan bibir yang bergetar. Yuri pun membalikkan badannya dan melangkah menjauh dari posisi Bram berdiri.
"Lalu bagaimana jika ternyata ia tidak bisa melakukan apa yang kamu katakan?" Pertanyaan Bram menghentikan langkah Yuri.
"Apa dia mencintaimu?" Yuri bertanya kembali.
"Tentu saja dia mencintaiku. Pertanyaan macam apa itu?" Bram menjawab sambil tertawa kecil karena terheran-heran dengan ucapan Yuri.
"Maka ia pasti bisa melakukan apa yang baru saja saya katakan. Ia akan benar-benar menjadi mawar merah untukmu," balas Yuri sambil menatap wajah Bram sekali lagi.
"Tetapi, jika dalam kenyataannya ia tidak sanggup, maka aku yang akan melakukannya. Aku akan menjadi mata bagimu, hingga melalui mata ini kamu bisa merasakan cinta yang sesungguhnya," gumam Yuri di dalam hati.
--------------------
Selamat membaca!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
lili
nyesek bgt bacanya
2023-02-25
0
Just Love It
ya Allah, dimana menemukan cinta seperti cinta Yuri
2022-10-10
0
Byla
Daleeemmmmm..
2022-03-07
0