Blarrr...
Deguman api biru tersebut menghantam permukaan bumi dengan sangat dasyat, dan kembali lagi ke udara seperti percikan kembang api yang menawan.
Ivan melesat bersama dengan sapu sihirnya, berusaha menggapai Lino yang terjun bebas menuju daratan.
"Alangkah baiknya jika Yang Mulia kembali bersama kami" gumam Raja Hobbit ketika tubuhnya perlahan lahan terbakar oleh api suci berwarna biru tersebut.
Ribuan mahluk dengan tubuh tengkorak itu terbakar perlahan lahan, menjadi abu dan lenyap dari muka bumi.
"Lino.. sadarlah"
"Kakak.. kau baik baik saja?"
Seru teman temannya, menatap Lino dengan cemas. Namun lain dengan Aria yang menatapnya dengan pandangan tajam nan menusuk.
Ia menatap permukaan bumi dengan pandangan sedih. Karna berkat api tersebut, bukan hanya kaum monster yang lenyap.
Melainkan penduduk sekitar yang tak sempat melindungi dirinya, juga ikut lenyap menjadi abu. Tentu saja Aria merasa sedih dengan hal tersebut.
"Aku akan melihat ligat sekitar! Kalian bawalah dia pulang, sampai jumpa" ucap Aria dan lekas pergi dari pandangan mereka.
"Lena.. tolong temani Aria!" pinta Ivan pada gadis berambut merah tersebut.
Lena pun menanggukan kepalanya singkat dan lekas pergi mengikuti langkah Aria yang mulai menjauh dari pandangan mereka.
"Sekarang mari kita bawa dia" ucap Ivan memberikan intruksinya lagi.
Kend dan Nana pun mengangguk. "Aku juga harus merawat dia!" ucap Nana melihat burung peliharaannya yang sudah terkapar setelah melakukan tugas yang di berikan oleh Lino padanya.
Permukaan cakarnya sudah melepuh ketika ia memegan bola api kebiruan yang dititipkan oleh Lino padanya. Padahal kulit kakinya sangat tebal dan keras, namun ketika ia menyentuh api tersebut! Kulitnya sangat mudah mengelupas dan terbakar.
Ivan menggendong tubuh Lino di punggungnya. Sementara itu Kend dan Nana mengikuti kemana Ivan pergi. Tidak lupa dengan Thunderbrid Nana yang sudah ia simpan kembali pada kantungnya.
Mereka pun lekas pergi dari tempat tersebut dan berjalan menuju rumah.
...🐁 🐁 🐁 🐁...
Bland berjalan ke ruang singgahsana, karna ayahnya sudah memanggil dirinya sejak 3 jam yang lalu. Bukan maksudnya untuk terlambat dan tidak mematuhi perintah Raja, namun karna dirinya sendiri juga sedang di sibukkan oleh tugas yang ada di luar istana.
Pintu setinggi 4 meter itu dibuka oleh dua orang bengawal dengan pakaian zirahnya. Kedua ksatria itu membungkuk hormat padanya.
"Maaf tuan, baginda sedang berada di altar sekarang" ucap salah satu dari mereka.
Bland menatap datar pada ksatria tersebut. "Lalu kenapa kau membukakan pintu untukku bodoh" celetuh Bland menggelengkan kepalanya melihat betapa bodohnya pelayannya ini.
"Maafkan hamba tuan, hamba khilaf" ucapnya dengan tersenyum kikuk.
"Maaf juga jika aku memenggal kepalamu suatu saat nanti, karena khilaf" sarkas Blan membuat mulut ksatria tersebut diam seribu bahasa.
Bland tersenyum "Haha maafkan aku. Tidak perlu tegang.. aku hanya bergurau! Baiklah sampai jumpa" ucap Bland dan berlalu dari hadapan kedua ksatria yang sudah tegang tersebut.
Di ruangan lain..
“Yang Mulia..” ucap seorang burung gagak bertengger di bahu seorang wanita dengan mata elang dan perawakan yang dingin.
Wanita dengan rupa boneka itu, menoleh pada sang pembawa pesan. “Apa berita yang kau bawa padaku?”
“Anak ibils.. hamba menemukan seorang anak bangsawan iblis di daerah utara” ucap burung gagak itu dengan suara seraknya.
Wanita cantik itu membulatkan matanya dan menajam seketika. “Anak Stacia sudah tumbuh besar ternyata. Bagaimana tanggapan iblis itu ketika mengetahui keturunannya sudah tumbuh dewasa? Dimakan? Dibunuh? Atau di persembahkan pada Satan?” Wanita cantik itu tersenyum bagai sang raja kegelapan.
“Hahahahahahahaha... aku akan segera menyaksikan sang malam menangis darah hahahahahaha” tawa wanita itu menggelegar seperti suara guntur.
Tok..tok..
Tawanya terhenti. Ia melirik ke arah pintu kamarnya dan meminta burung gagak tersebut pergi dari kamarnya.
“Masuklah” ucapnya, dan daun pintu setinggi 4 meter itu terbuka. Menampakan seorang lelaki dengan wajah tampan yang di hiasi senyum manis yang bertengger di wajahnya.
“Ibu..” seru Bland, berjalan menuju ke arah wanita cantik itu dengan langkah gagahnya.
“Ada apa anakku?” ucap Ratu Monia, beranjak duduk di kursinya dan menuangkan secangkir teh untuknya dan Bland.
“Tidak ada ibu. Aku hanya mengunjungimu, setelah bertemu dengan ayah” jelas Bland dengan meneguk pelan teh yang di suguhkan oleh sang ibu.
“Apa ayahmu lakukan sekarang?” tanya Monia dengan melirik wajah Bland yang terlihat semakin tampan ketika sinar mentari mengenai wajahnya.
“Hanya berbincang dengan beberapa bangsawan mengenai bantuan bencana di altar. Apa ibu tidak ingin melihat kondisi sekitar?” tanya Bland dengan memandang Monia lurus.
Monia menangguk pelan dan meletakkan gelas tersebut di atas meja. “Ya.. ibu akan melihatnya nanti. Sekarang dimana adikmu?”
Bland menggidikan bahunya, tidak tahu. “Aku akan mencarinya, kalau begitu sampai jumpa bu” Bland memberi penghormatan pada Ibunya, dan lekas pergi dari ruangan tersebut dengan langkah perlahan.
...🐁 🐁 🐁 🐁...
Lena mengikuti kemana Aria pergi. Mereka berdua sudah berkeliling dan melihat lihat para korban dari 2 rumah sakit darurat yang tersedia di sekitar rumah keluarga bangsawan Clovis, rumah Nana berada.
“Owhh.. putri bangsawan Arnt dan Ary, sedang apa kalian disini?” ucap seorang lelaki bertubuh bongsor dengan mengenakan jubah medisnya.
“Tuan Aron, apa yang anda lakukan disini?” ucap Aria dengan memberinya sebuah penghormatan terlebih dahulu, sebelum melayangkan sebuah pertanyaan padanya.
“Ini kawasan rumahku nona, tidak aneh jika saya berada disekitar sini. Yang aneh itu malah anda, dua nona bangsawan memiliki jarak rumah puluhan meter dari tempat ini, mengapa disini?” ujar Aron pada kedua wanita tersebut.
Lena berdecak. “Kakak, aku akan mengadukan mu pada Nana jika kau terus berbuat resek pada kami berdua” ancan Lena dengan berkacak pinggang.
Aron pun tersenyum kecut mendengar pernyataannya. “Baiklah baiklah.. sedang apa kalian kemari? Sedang melihat lihat?” tanya Aron akhirnya dengan menglena nafasnya penat.
“Ya.. bisakan anda menunjukan dimana saja lokasinya?” tanya Aria dengan pandangan yang tidak berubah sedikit pun, hanya berwajah datar dan mata yang dingin.
Aron tersenyum simpul dan menunjuk ke arah mansion miliknya. “Masuklah! Disana banyak sekali korban dari bencana ini. Ada Maxi di dalam sana, kalian bisa memintanya untuk menjadi pemandu kalian jika ia tidak sedang sibuk” jelas Aron dan kemudian kembali ke tenda bantuan.
Aria dan Lena langsung memasuki kediaman tersebut dengan langkah perlahan. Namun ketika di jalan, mereka bertemu lagi dengan pria yang paling menyebalkan bagi Lena.
“Aria..” “Apa yang kalu lakukan disini?” seru Falen, berlari ke arah mereka berdua.
“Menyebalkan sekali harus bertemu dengannya disini” ucap Lena pada Falen yang tengah menghampiri mereka.
“Haha.. bersabarlah sedikit Lena, dia tetap kakakku”
“Kau membelanya??? Menyebalkan”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments