Episode 11

"Terbang.." jerit Nana ketika sedang melatih burung Thunderbird miliknya. Kemampuan peliharaannya mampu berkembang dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan. Dan tentu saja itu berdampak bagi si pemilik kontrak.

Kini Nana sudah berada di tingkat ke 7 dari 9 tingkat level untuk seorang Summoner. Sihir angin milik Thunderbrid nya juga bertambah kuat seiring berkembangya kemampuan Nana. Dari kejauhan Ivan sedang duduk di atas dahan pohon dengan memperhatikan Nana latihan.

Kedua orang itu memang cukup dekat, Nana dan Ivan memang tidak pernah terpisah. Dimana ada Nana, disana pasti ada Ivan. "Nana" panggil Ivan membuat gadis berambut pirang itu menoleh padanya.

"Ada apa? Jangan menggangguku berlatih Ivan" ancan Nana dengan pandangan mengintimidasi. Ivan pun tak menghiraukannya, ia langsung saja melompat turun dan berjalan ke arahnya.

"Aku bosan melihatmu berlatih sepanjang hari, gadis bawel!" ucap Ivan dengan memutar bola matanya malas.

"Pergilah kalau begitu, aku masih ingin berlatih sekarang!"

"Bodoh..bukan itu maksudku! Biarkan aku ikut berlatih denganmu. Agar aku tidak merasa bosan" ucap Ivan dengan menghembuskan nafasnya malas.

"Owhhh... baiklah! Bluee.. serang.."

Sementara itu di tempat lainnya....

Lena sedang bersantai dengan menikmati sekaleng soda di bawah pepohonan yang ada di pinggir lapangan depan.

Gadis itu baru saja selesai latihan dengan guru privatnya. Sungguh melelahkan bagi Lena untuk berlatih 2x lebih giat dari teman temannya.

Mau bagai mana lagi? Dia bukan orang berbakat seperti Kend dan Aria. Ia juga tidak sepandai Nana dan Ivan. Untuk Lino? Yah.. Lena tak seberuntuk temannya yang pernah sekarat itu.

Cesss...

Pipinya terasa dingin oleh sesuatu. Tentu saja Lena menjadi terkejut akan hal itu. Ia pun menoleh cepat pada seseorang yang dengan sengaja menempelkan minuman dingin pada pipinya.

“Kakak..!” protes Lena mendapati Era, kakak perempuannya yang berada di kelas 3 saat ini. Era dan dirinya hanya terpaut satu tahun namun kemampuan mereka hampir setara.

Mereka sama sama berada di tingkat kelima. Namun bedanya Era lebih jenius karna dirinya bisa memanipulasi element petirnya menjadi api.

Dan bakat langkah seperti itu sangat jarang untuk dimiliki.

“Habis latihan?” tanya Era dengan mengacak pelan puncak kepala adiknya.

Lena hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertannyaan tersebut. “Kakak dari mana?” Tanya Lena balik.

Era tak langsung menjawabnya. Ia memandang langit sejenak dan menerbitkan senyum pilu disana.

“Ada apa?” tanya Lena dengan mengerutkan keningnya dalam.

Era pun menggeleng sambil tersenyum “Tidak ada. Aku hanya akan pergi sangat jauh dari daratan ini”

Lena membulatkan matanya. Ia mengepalkan tangannya kuat ketika mengerti pembahasan apa yang sedang di bahas oleh kakaknya itu.

“Kenapa cepat sekali? Seharusnya masih 2 tahun lagi bukan?” protes Lena sangat sangat tidak senang.

Era menundukan kepalanya dalam. Ia meraih tangan adiknya dan membawanya di dalam genggamannya. “Maaf! Aku juga harus meninggalkanmu sekarang”

Dada Lena mendadak sesak. Air matanya mulai menggelembung di pelupuk matanya.

“Tidak mau! Tidak.. kau belum boleh pergi. Aku tidak akan mengizinkanmu” jerit Lena menghempaskan tangan Era dan kemudian berlari menjauhinya.

Era menghela nafasnya gusar, hatinya terasa sakit ketika melihat adiknya berlari dengan cara seperti itu. Padahal, mungkin saja ini hari terakhirnya untuk melihat adik kesayangannya itu. Era tersenyum miris melihat tubuh Lena yang semakin menjauh. “Maafkan aku”

"Maaf untuk apa?" ucao seseorang dari belakang. Era pun menoleh padanya dengan pandangan terkejut.

"Mrs. Adele" ucap Era ketika melihat guru, sekaligus kakak perempuan dari Aria tersebut.

"Apa ada masalah? Perlu bantuan?" ucap Adele beranjak duduk disebelahnya.

Era menatapnya lama. Dan senyum pilu kembali terbit dari bibirnya. "Tolong jaga Lena untukku, ya?"

...🐁 🐁 🐁 🐁 ...

Buak.. bak.. bak..

Grep..

"Apa yang sedang kamu lakukan?" ucap Lino melihat Lena melepaskan tinjunya dengan begitu bebas pada sebuah batang bohon, bahkan kini tangannya sudah mengeluarkan darah sangat banyak.

Lena menepis tangan Lino yang mencengram pergelangan tangannya. Amarah Lena sedang memuncak! Gadis itu sedang tidak dapat di ajak berbicara saat ini. Maka dari itu kehadiran Lino sangat mengganggunya.

"Pergilah! Aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapa pun" ucap Lena dengan alis yang masih setia mencuram dalam.

Tentu saja Lino hafal setiap sikap dari para sahabatnya. Bahkan Lino juga sudah tahu mengapa Lena bersikap labil seperti ini. Padahal biasanya iya sangat keren dan dingin. Namun sekarang auranya terasa sangat berantakan.

Lino menatap Lena yang sedang memunggunginya. "Apa kamu merasa sebenci itu dengan kehadiran seseorang saat ini?" ucap Lino dengan mendudukan dirinya di bawah pohon dekat posisinya berdiri. Ia menyandarkan punggungnya dan menatap Lena yang sekarang sudah mau meliriknya.

Mata gadis berambut api itu terlihat masih sangat tajam dan menusuk. Namun Lino malah tersenyum ketika raut wajah marah itu berubah menjadi ragu dan tak enak hati.

Ya.. seperti itu lah Lena, ia merasa sangat tidak nyaman ketika harus mengacuhkan teman temaannya.

Karna jujur saja Lena sangat tahu bahwa teman temannya sangat peduli padanya walau dirinya sangat pendiam dan tak banyak berinteraksi dengan yang lain saat ini.

"Maaf" ucap Lena dengan raut wajah bersalahnya.

Lino pun tersenyum dan mengangguk sambil menepuk nepuk rerumputan yang ada di hadapannya, ia meminta Lena untuk duduk disana.

Dan Lena langsung melakukannya walau ia masih setia membuang wajahnya, tak ingin menatap Lino.

"Ada apa?" tanya Lino memiringkan wajahnya untuk menatap wajah Lena yang ia tolehkan.

Lena pun menghela nafasnya lelah dan menatap wajah Lino yang terlihat benar benar mencemaskannya, walau dalam mode bersahabat sekali pun. "Tidak ada" jawabnya dengan singkat.

Kali ini Lena menundukan kepalanya dan berulang kali menghela nafasnya berat. Lino pun ikut menghela nafasnya panjang, dan itu membuat Lena menatapnya dengan mimik wajah bertanya kenapa?

Lino menggeleng singkat "Tidak! kamu membuatku merasa penat juga" ucap Lino dengan menghela naasnya panjang, lagi.

Lena akhirnya tersenyum. Mungkin ia tak seharusnya terus bersedih ketika melihat usaha temannya untuk membuatnya kembali pada moodnya. Akhirnya Lena pun tersenyum.

Lena membaringkan dirinya dan menatap langit lepas. Awan benar benar sangat cantik hari ini, warna nya sangat biru dan cerah. Belum lagi pepohonan yang rindang seakan menari mari di terpa hembusan angin sepoi sepoi.

"Maaf! Aku hanya sedang memikirkan sesuatu hingga membuat mood ku hilang" ucar Lena mnejelaskan. Lino pun menyusul posisi Lena.

Lino ikutan berbaring di sebelah Lena dengan menggunakan tangannya sebagai bantal. Kini, mereka berdua sedang menatp langit lepas dengan menikmati sejuknya angin. "Apa iyu pribadi?"

"Tidak juga. Semua orang mungkin sudah tau jika kakakku kan segera dikirim ke medan perang"

"Lalu kenapa bersedih? Bukankah itu bagus? Berarti kemampuan kakakmu di akui oleh kaisar kita?"

Lena menggeleng "Tidak. Bukan begitu! Aku hanya takut suatu saat dia tidak akan kembali seperti kedua orang tuaku" Lena menghela nafasnya berat

"Aku sudah tak sanggup lagi untuk kehilangan seseorang!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!