Saat Bara sedang berdiskusi dengan keluarganya tentang pengobatan Nayya. Tiba-tiba saja Nayya terbangun, ia yang sudah mendengar perkataan Intan tentang penyakitnya menjadi sangat malu, sejujurnya. Ia terbangun ketika Bara tiba di kamar lalu duduk di dekatnya.
Tanpa sepengetahuan semua orang karena mereka sedang berbicara fokus dan sedikit jauh dari Nayya. Wanita itu langsung mengambil pisau yang entah sejak kapan ada dimeja dekat ranjang. Ia berniat mengakhiri kehidupannya, tidak ingin membuat Bara dan keluarganya malu adalah alasan Nayya mengikuti bisikan setan tersebut.
Saat akan memutuskan urat nadi di tangannya, tiba-tiba saja Bara berlari lalu melemparkan pisau yang ada di tangan istrinya. Untungnya Bara selalu mengawasi Nayya sehingga ia tahu ketika wanita tersebut berniat bunuh diri.
Mendengar pisau jatuh, Diana dan yang lainnya langsung menghampiri Nayya yang tengah ketakutan akibat wajah menyeramkan Bara yang tengah marah padanya.
"Apakah kau berfikir mati akan membuat mu bahagia!!! Apakah kau berfikir mati akan membuat semua penderitaan mu berhenti!!!"
Tiba-tiba saja air mata membasahi pipi Nayya, membuat Diana tidak tega lalu meminta putranya melepaskan cengkraman tangan pada dagu Nayya yang kini mulai memerah.
"Hentikan air mata mu, tidak akan ada jalan keluar jika kau terus menangis seperti ini! Mengapa kau selalu suka mengeluarkan air mata!!!"
Bara semakin emosi ketika melih air mata Nayya, tidak pernah menghadapi wanita lemah sepertinya membuat Bara menjadi bingung namun juga kesal. Seharusnya, Nayya tidak perlu melakukan hal yang membuatnya semakin merasa bersalah.
"S-akit," ucap Nayya pelan, tangan besar Bara masih terus menahan dagu Nayya hingga memerah.
"Nak, lepaskan. Istri mu jadi takut pada mu jika kau melakukan hal seperti itu."
Bara langsung pergi meninggalkan semua orang setelah melepaskan dagu Nayya, ia membutuhkan waktu sendiri agar bisa menenangkan dirinya dari kemarahan akibat tindakan Nayya.
"Apa yang terjadi pada mu, Nak? Mengapa kau melakukan hal yang sangat di benci oleh agama."
"Na-yya tidak ingin membuat kalian malu," ucap Nayya tertunduk sedih.
"Kami tidak pernah malu, kami baik-baik saja dengan penyakit mu. Lalu mengapa kau sangat putus asa sehingga melakukan hal semacam itu."
"Ma-af."
Diana menghela nafas, Nic yang melihat hal tersebut memutuskan diam. Namun tetap memberikan kehangatan dengan mengelus puncak rambut Nayya. Selayaknya seorang ayah yang sangat menyayangi putrinya.
"Berjanjilah pada ibu untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi."
Nayya masih diam, ia tidak bisa memberikan jawaban karena masih takut dengan wajah marah sang suami yang sangat mengerikan. Kini Nayya merasa sangat tidak berguna, sudah membuat Bara kecewa untuk kedua kalinya.
"Berjanjilah, Sayang," ucap Diana sekali lagi.
"B-aik."
Diana dan yang lain bisa bernafas lega. Mereka juga memutuskan menemani Nayya hingga tertidur, lalu meninggalkan wanita tersebut agar bisa lebih nyaman ketika istirahat.
Waktu berjalan dengan cepat, selesai dengan semua rencana pengobatan Nayya. Diana, Nic dan Intan akhirnya pulang.
Sedangkan Bara yang tengah duduk di ruang kerjanya sedang menunggu hasil laporan dari Albert. Ia ingin tahu apa pemicu penyakit Nayya kambuh.
"Maaf mengganggu, Tuan." Albert yang di beri perintah untuk mencari tahu penyebab Nayya menjadi emosional menghampiri sang tuan muda.
"Apakah kau sudah mendapatkan apa yang ku minta?"
"Sudah,Tuan. Nyonya menjadi sangat emosional setelah mendengar berita pernikahan putri Javior dan keluarga Moxa. Di tambah lagi wanita itu dengan bangganya mengatakan bahwa ia sedang mengandung anak pria bernama Leonal, membuat nyonya Nayya mengingat perselingkuhan Javior hingga menghasilkan anak di luar nikah."
Tidak perlu di tanya dari mana Albert tahu tentang hal tersebut. Pengakuan Sara yang secara tidak sengaja mengatakan berita itu di hadapan Nayya, di tambah ia yang sudah mengetahui masa lalu Nayya membuat pekerjaan Albert bisa selesai cepat, dengan hasil yang pasti.
Bara semakin dingin, ingin rasanya ia membunuh Pavina dan Leonal, atau membuat kedua keluarga tersebut menghilang selamanya, tapi untuk saat ini. Ia tidak bisa, Nayya tidak boleh mengetahui seperti apa kekejamannya dalam menghukum mereka yang sudah menjadi musuhnya.
"Kalau begitu, laporkan media sosial dan stasiun televisi yang sudah menayangkan berita itu. Aku ingin mereka bangkrut dalam 3 jam," ucap Bara dingin.
"Baik, Tuan. Saya akan membuat mereka tidak akan pernah lagi muncul lagi."
Albert senang karena tuan mudanya mulai perduli pada sang nyonya muda, sekarang ia hanya harus menghapus penyebab hubungan tersebut retak dan hancur.
Selesai dengan urusannya, Bara memutuskan kembali ke kamar Nayya. Ia akan memindahkan wanita tersebut ke kamarnya, tidak perduli jika sang istri masih takut akibat kemarahannya.
Membawa Nayya dalam kondisi tidur, Bara dengan bebas berjalan menuju kamarnya. Sedangkan pakaian, Albert sudah meminta para pelayan memindahkan semua barang-barang sang istri ke kamarnya.
Setelah meletakan tubuh Nayya tanpa membuatnya terbangun. Luka tiba-tiba penasaran dengan luka yang ada di punggu istrinya, seperti yang di katakan Sara tadi.
Perlahan tapi pasti. Bara membuat posisi tidur Nayya menyamping, lalu membuka resleting gaun yang ada di punggung istrinya. Beruntung karena tidur Nayya sangat pulas sehingga wanita itu tidak menyadari apa yang sedang suaminya lakukan.
Bara menjadi sangat terkejut ketika melihat bekas luka itu, ia tidak pernah menduga jika Nayya pernah mengalami hidup seperti di Neraka. Kekejaman Vina dan ibunya sudah sampai pada tahap keterlaluan.
"Mereka memang tidak pantas di sebut manusia." Bara sangat ingin membuat Vina dan ibunya mendapatkan luka yang sama dengan Nayya.
Melihat bekas-bekas luka yang jelek telah melukis punggung mulus istrinya, secara tidak sengaja. Bara mengelus bekas tersebut dengan Jari-jari panjangnya, seolah merasakan seperti apa kasarnya perlakukan keluarga Cannor pada Nayya.
Elusan itu menjadi semakin sering, namun tidak sampai membuat Nayya terbangun. Bara memberikan rasa nyaman sehingga sang istri merasa tenang.
Setelah puas mengelus, Bara menutup kembali lalu menyelimuti tubuh istrinya. Berdiri di balkon, Bara menatap kebun bunga yang tepat berada di samping kamarnya.
Saat tengah menikmati pemandangan, tiba-tiba saja ia mendengar suara. Awalnya ia tidak terlalu memperdulikannya, tapi semakin lama suara itu semakin kuat dan membuatnya menghampiri sang istri yang tengah bermimpi buruk.
Tubuh Nayya basah dengan keringat, mimpi itu sangat buruk sehingga air matanya mengalir dengan mata tertutup. Bara yang melihat langsung duduk di sisi ranjang sambil menenangkan sang istri.
Mendapat sentuhan dan mendengar suara seorang pria, membuat Nayya terbangun. Tapi ia tidak sepenuhnya sadar, bahkan mulai menangis kembali sambil memeluk tubuhnya.
"Tolong aku, ini sangat sakit. Mereka memukul ku." Nayya memeluk tubuhnya, menatap ke arah Bara dengan tatapan menyedihkan. "Panas, punggung ku sangat panas."
Mendengar kata panas. Bara langsung paham di bagian mana mimpi buruk itu sedang terjadi.
"Tolong selamatkan aku, ini sangat panas. Nyonya Lia, jangan sakiti bunda."
Ketika Bara mendengar kata-kata menyakitkan Nayya, tanpa banyak berfikir. Ia langsung memeluk tubuh Nayya yang seolah-olah sedang merasakan sakit yang pernah ia alami di masa lalu.
Berada di pelukan Bara. Nayya semakin histeris, ia berteriak kesakitan. Lalu merasa panas, hal itu terus saja berulang-ulang.
"Tenanglah, mereka sudah tidak ada di sini. Kau aman, tidak akan ada yang bisa menyakiti mu." Bara bersuaaha menenangkan istrinya meskipun dia tidak pernah melakukan hal semacam itu.
"Mereka masih disini, kau berbohong. Aku melihat nyonya Lia sedang memegang setrika panas." Nayya mulai berilusi, membuat Bara semakin bingung harus melakukan apa. "Bunda, dimana bunda." Setelah berilusi, kini Nayya mencari sang bunda lupa jika wanita tersebut sudah meninggalkan dirinya untuk selamanya.
Matanya mulai mencari-cari, bahkan tangannya ikut berkerja. Ia berusaha melepaskan pelukan Bara, ingin mencari sosok bunda yang selalu ada saat ia sedang di siksa.
"Di mana bunda?" tanya Nayya pada Bara. Tapi pria itu tidak bersuara sehingga Nayya semakin histeris memanggil-manggil sang bunda. "Bunda... bunda... bunda ada dimana, jangan tinggalkan Nayya."
Air mata terus saja mengalir, membasahi kemeja kantor Bara. Membuat pria sedingin Bara tiba-tiba merasa sakit dan air matanya mengalir tanpa ia sadari.
"Sadarlah, kita sedang ada di rumah. Tidak akan ada yang menyakiti mu."
"Rumah, ini bukan rumah ku. Rumah ku ada di sana, di gubuk itu bersama bunda."
Hati Bara semakin sakit, rasa yang sudah lama hilang kini mulai kembali. Rasa kasihan dan sakit melihat tangisan Nayya semakin menjadi-jadi.
"Tidak, sekarang kau sudah tinggal di sini. Ini rumah kita, apakah kau lupa jika sekarang kau sudah menikah?"
Nayya masih tidak bisa berfikir waras, ia menggelengkan kepalanya. Lupa jika dirinya sudah menikah. Dan masih menganggap kalau ia tinggal di rumah keluarga Cannor.
"Bunda pasti sedang di siksa, tolong cari bunda. Nyonya Lia tidak boleh memukul bunda, cukup Nayya saja yang terluka. Bunda tidak boleh, dia sedang sakit."
Rasanya sakit ketika melihat Nayya, baru berusia 20 tahun harus mengalami hal-hal buruk. Masa depannya sudah tidak lagi ada, bahkan sekarang ia harus di bayangi oleh masa lalu yang kelam.
"Bunda sudah sembuh, tidak akan ada lagi yang bisa menyakiti bunda. Tidak nyonya Lia atau suaminya, jadi sekarang kau harus tenang. Jangan buat bunda sedih karena melihat mu menangis." Berusaha menyadarkan sang istri dengan menyebut jika sang bunda telah sembuh tampaknya berhasil.
Kata-kata Bara tiba-tiba membut Nayya tidak lagi histeris, ia hanya menatap wajah suaminya dengan ekspresi sedih.
"Apa kau ingin bertemu bunda?" tanya Bara.
"Tidak, bunda sudah pergi, Nayya tidak bisa lagi bertemu dengan bunda." Nayya akhirnya kembali waras, ia mengingat semua tentang sang bunda. Termasuk hari dimana ia menatap wajah damai bundanya untuk terakhir kali.
Bara yang tahu jika istrinya sudah kembali seperti biasanya langsung memberikan pelukan hangat, perlukan yang tidak pernah ia beri pada orang asing. Dan hanya pada Nayya ia bersedia memberikannya.
"Jangan menangis lagi, jika kau bermimpi buruk. Maka langsung bangun, aku akan membantu mu."
Bukannya merasa tenang, air mata Nayya semakin banyak. Ia sedih, ia sakit, dan ia merasa tidak berdaya dengan kejiwaanya.
Air mata itu membuat Bara semakin memeluk erat Nayya, ia bahkan memberikan elusan di kepala sang istri. Berusaha menjadi seperti sosok bunda yang Nayya rindukan. Dan elusan itu menjadi pengantar tidur untuk Nayya, wanita itu memejamkan matanya. Menikmati pelukan hangat yang tidak pernah ia rasakan dari seorang pria.
Melihat bahwa sang istri telah tertidur. Bara mulai meletakan kepala Nayya ke bantal, lalu melihat perban yang sudah rusak akibat pergerakan kasar dari sang istri.
Bangun dari ranjang, Bara mengambil kotak obat lalu membuka perban yang sudah rusak dengan pelan. Ia tidak ingin mengganggu tidur sang istri.
Melihat seperti apa luka yang telah Nayya buat hari ini. Bara menjadi semakin sakit, ia tidak tahu jika istrinya memiliki riwayat sakit yang bisa mengancam nyawanya sendiri.
"Jika sudah seperti ini, aku mungkin tidak bisa melepaskan mu." Bara menyentuh luka baru itu, lalu mulai menggantinya dengan perban baru.
Setelah selesai membalut luka, Bara memutuskan untuk mandi. Kemeja sudah basah dengan air mata serta
keringat milik istrinya, dan ia memutuskan mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Sanjaria Abubakar
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2024-04-03
0
Rosalina Lilla
saya jadi mewek
2022-10-08
0
Ayu Agung Mitha
menamgis aku di buatnya 😭😭
2022-02-12
0