Rylia menghela napasnya yang terengah-engah, sambil memandang ke arah mobil yang terbalik di depannya. Dia tidak bisa percaya apa yang telah terjadi. Kecelakaan itu terjadi begitu cepat.
Jehan keluar dari mobilnya dengan cepat dan menghampiri Rylia yang masih terdiam di tempatnya.
"Rylia, kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan nada khawatir, sambil memeriksa kondisi Rylia dengan mata yang tajam. Ekspresi wajahnya menunjukkan kecemasan yang mendalam.
Beberapa saat sebelum kecelakaan mengerikan itu, jalan tampak sepi dan sunyi. Lampu lalu lintas berwarna merah, dan Jehan duduk tenang di dalam mobilnya, menunggu lampu hijau. Namun, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sosok Rylia yang berlari dengan tergesa-gesa. Jehan merasa tergerak untuk menyusulnya, tapi sebelum dia bisa bergerak, sebuah mobil melaju dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi, menyebabkan kecelakaan yang mengerikan. Suara benturan keras dan kaca pecah menggema di udara, membuat jantung Jehan berdegup kencang. Namun, untungnya, Rylia selamat dari kecelakaan itu, meskipun terlihat terguncang.
Rylia menjawab dengan tergesa-gesa, "Aku baik-baik saja." Namun, tubuhnya bergetar hebat, dan matanya terlihat penuh kekhawatiran. Dia berusaha berlari lagi, tapi Jehan menghentikan langkahnya.
"Kamu mau kemana, Rylia? Kamu tidak baik-baik saja," Jehan berkata dengan nada khawatir.
Rylia menepis tangan Jehan dengan paksa. "Lepas! Aku harus pergi. Jangan halangi aku!" Dia berteriak, tapi Jehan tidak bergeming.
"Oke, kamu mau kemana, aku anter. Kondisi kamu tidak memungkinkan kamu berjalan sendiri, Rylia," Jehan berkata dengan lembut.
Rylia terdiam sejenak, sebelum dia berkata dengan suara yang terdengar putus asa,
"Rumah sakit...***"
Rylia menghela nafas lega melihat ayahnya masih berada di ruangan dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya.
Dia merasa lega dan syukur karena ayahnya masih selamat. Jehan, yang berdiri di sampingnya, bertanya dengan nada khawatir,
"Sebenarnya, apa yang terjadi, Rylia? Kenapa kamu terlihat sangat panik dan terburu-buru?" Rylia menatap ayahnya sejenak sebelum membalikkan pandangannya ke Jehan, dan berkata dengan suara yang terdengar lembut,
"Aku pikir... aku pikir ayahku sudah..." Dia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena air matanya mulai mengalir.
Jehan langsung memeluk Rylia erat, memberikan dia dukungan dan kehangatan. Dia seolah paham dengan apa yang dirasakan Rylia, dan berusaha untuk menenangkannya.
"Semua akan baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir. Ayah akan sembuh, percayalah," kata Jehan dengan suara yang lembut dan penuh keyakinan.
Rylia merasa sedikit lega dengan kata-kata Jehan, dan dia membiarkan dirinya larut dalam pelukan Jehan, merasa aman dan dilindungi..
Jehan duduk disamping Rylia, menunggu gadis itu sampai benar-benar merasa tenang. Rylia memandangnya dengan mata yang penuh pertanyaan dan keraguan.
"Jehan, apa kamu sungguh ingin memulai dari awal bersamaku?" tanyanya dengan suara yang lembut.
Jehan mengangguk dengan pasti. "Tentu," jawabnya.
Namun, Rylia tidak puas dengan jawaban itu saja. Dia ingin tahu alasan di balik perilaku Jehan di masa lalu.
"Tapi kenapa dulu kamu memperlakukan aku seperti itu?" tanyanya dengan suara yang sedikit meninggi.
Jehan mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab."tu adalah kebodohan Rylia, aku berpikir bahwa aku tidak akan bisa menjagamu, oleh karena itu aku ingin semua berjalan tanpa melibatkan perasaan."
Rylia memandang Jehan dengan mata yang penuh kesadaran.
"Tapi Jehan... kamu adalah penyebab penderitaanku," katanya dengan suara yang penuh emosi. "Aku membencimu sekarang, tapi rasa benci itu terasa semu untukku. Aku tidak mengerti apa aku benar-benar membencimu atau..." Rylia mengantungkan ucapannya.
Jehan memandang Rylia dengan mata yang penuh perhatian dan kasih sayang.
"Cinta..." jawabnya, melengkapi perkataan Rylia yang tergantung. Suaranya lembut dan penuh emosi, membuat Rylia merasa terharu.
Jehan melanjutkan, "Jika kamu bertanya apa aku benar-benar mencintaimu, maka jawabannya akan sama denganmu." Dia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap dalam pikiran Rylia.
"Oleh karena itu, kita harus mencari jawabannya bersama, Rylia..." Jehan mengucapkan kalimat terakhirnya dengan suara yang penuh harapan dan kerinduan, membuat Rylia merasa tergerak untuk mencari jawaban bersama-sama.
perlahan Rylia mengangguk, dia berkata
"kita mulai dari awal lagi, Jehan."
Kedua bola mata itu beradu pandang, di tersenyum senang. Dia memeluk Rylia erat-erat sambil berkata. "aku berjanji akan menjagamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments