Beberapa Minggu kemudian Rylia menunggu Jehan. Wanita itu duduk disofa. Matanya bergerak saat mendengar suara pintu Jehan masuk kedalam rumah. "Kamu belum tidur?" Tanyanya. Kali ini Rylia tidak berpura-pura bisu lagi. Lagipula Jehan juga sudah tahu semua nya, dia tidak ingin berpura-pura bodoh lagi. "Aku ingin kita bercerai." Untuk pertama kalinya Jehan mendengar suara Rylia Namun perkataan itu membuat Jehan terkejut.
"kenapa kamu diam? Jadi benar kamu sudah tau tentang ini?" Tanya Rylia.
Rylia terlihat berbeda, wanita itu tidak terlihat lemah seperti nya. Dia justru berani, sorotan matanya sekarang juga sangat jauh berbeda.
"Kamu bisa bicara?"
"Jangan membuat aku seperti orang bodoh Jehan, aku tahu kamu sudah mengetahui kebenarannya."
"Oke, Iyah. Aku sudah tau tapi aku baru tahu belum lama ini."
"Baguslah kalau begitu, aku punya alasan untuk bisa berpisah denganmu."
"Tunggu, apa maksudnya. Kamu ingin berpisah denganku. Itu tidak bisa,kamu tidak ingat dengan perjanjian itu?"
Perjanjian sebelum pernikahan.
"Pasal satu, kamu tidak bisa berpisah denganku jika bukan aku yang meminta,"
"Kalau begitu kamu egois, perjanjian itu bukan aku yang membuat tapi kamu,"
"Tapi kamu menyetujuinya, Rylia."
"Ya aku setuju karena aku terpaksa, bukan karena aku menginginkan nya tapi Jehan kamu juga harus ingat pasal tiga tidak ada kebohongan, jika itu terjadi kedua nya berhak berpisah." Katanya. "Jadi aku punya hal berpisah denganmu."
"Benar, tapi kamu juga membohongiku Rylia. Dan dalam perjanjian itu jika dua-duanya berbohong maka salah satu dari mereka berhak membuat keputusan dan aku tidak ingin berpisah denganmu " Jawab Jehan.
Mereka terus berdebat tapi menemukan titik terang nya Jehan sudah berjanji akan menjaga Rylia, dia tidak akan melepaskan wanita itu
Air mata Rylia mengalir deras, dia benar-benar tidak mengerti mengapa Jehan begitu egois.
"kamu jahat, Kamu jahat Jehan. Setelah kamu menghancurkan semua nya kamu tidak mau melepaskan aku. Sampai kapan kamu akan membuatku menderita!!" Teriaknya. Rylia menangis terisak-isak sambil memukul-mukul dada Jehan.
Jehan terdiam, membiarkan Rylia meluapkan emosi yang telah lama terkunci. Dia memandang Rylia dengan ekspresi yang tidak berperasaan, seolah-olah dia tidak peduli dengan apa yang Rylia rasakan. Namun, di dalam hatinya, Jehan merasa lega karena Rylia akhirnya meluapkan emosi yang telah lama terkunci. Dia berpikir bahwa dengan cara ini, Rylia akan melupakan perasaan asalnya dan menjadi lebih tenang. Jehan tidak menyadari bahwa tindakannya itu sebenarnya membuat Rylia semakin marah dan dendam.
Rylia menatap Jehan dengan mata yang berair, suaranya terdengar pilu dan penuh dengan kesedihan. "Kenapa harus aku, Jehan, kenapa? Kamu tahu itu sangat menyakitkan bagiku," katanya, suaranya terdengar seperti seorang anak kecil yang sedang menangis.
Jehan melepaskan tangan Rylia dengan kasar, seolah-olah dia tidak ingin lagi menyentuhnya. Dia berbalik dan meninggalkan Rylia begitu saja, tanpa menoleh kembali. Namun, meskipun dia berusaha untuk tidak peduli, dia masih dapat mendengar suara isak tangis Rylia.
Suara itu membuat hati Jehan terasa sakit, seperti ada yang menusuk-nusuk di dalam dada. Dia tidak mengerti mengapa dia merasa seperti itu. Suara tangis Rylia itu membuatnya merasa tidak nyaman,
Jehan berhenti sejenak di depan pintu, mendengarkan suara tangis Rylia yang semakin keras. Dia merasa ingin kembali dan memeluk Rylia, menghiburnya dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, dia tidak melakukannya. Dia malah melanjutkan langkahnya, meninggalkan Rylia dan suara tangisnya di belakang.
•••
"Kamu mau kemana?" Tanya Jehan saat melihat Rylia pagi-pagi sekali keluar.
"Kerja." Jawab nya singkat.
"Kamu tidak bilang padaku?"
Rylia berhenti di depan pintu, menatap Jehan dengan mata yang tajam. "Aku tidak perlu bilang padamu," katanya dengan suara yang dingin dan tegas. "Aku sudah dewasa, aku bisa memutuskan apa yang aku ingin lakukan."
Jehan terlihat terkejut dengan perubahan Rylia. Dia tidak mengenali wanita yang berdiri di depannya, wanita yang dulu lemah dan pasrah kini telah berubah menjadi wanita yang kuat dan berani.
"Kamu tidak bisa bekerja," Jehan berkata, suaranya terdengar seperti perintah. "Aku sudah menyediakan segalanya untukmu, kamu tidak perlu bekerja."
Rylia tersenyum, senyum yang dingin dan tidak berperasaan. "Aku tidak ingin hidup dari uangmu," katanya. "Aku ingin mandiri, aku ingin memiliki kehidupan sendiri."
Jehan membuka matanya dan memandang ke arah pintu yang telah ditutup oleh Rylia. Ekspresi wajahnya menunjukkan rasa penyesalan dan kebingungan. Dia berpikir tentang apa yang telah terjadi dan bagaimana reaksi Rylia yang begitu keras.
"Apakah aku benar-benar menyakitinya?" Jehan bertanya pada dirinya sendiri, mencari jawaban atas pertanyaan yang terus menghantui pikirannya.
•••
Mungkin benar perubahan itu memang ada tapi tidak semua orang akan tetap sama.
Suara dering telepon genggam membuat Rylia merogoh tasnya, dia mengangkat nya tanpa ragu.
"Hai Rylia bagaimana? Apa kau sudah melakukannya?" Tanya seorang pria dari seberang sana
Rylia menjawab dengan nada yang terkontrol, "Sudah, apalagi yang harus aku lakukan?"
Suara pria dari seberang sana terdengar puas,
"Bagus. Sekarang ikuti rencananya. Bekerjalah di tempat yang aku rekomendasi."
.
Rylia mengangguk, meskipun lawan bicaranya tidak dapat melihatnya.
"Baiklah," jawabnya singkat.
Setelah panggilan itu berakhir, Rylia terdiam, menatap keluar jendela mobil dengan pandangan yang kosong. Amarah yang sebelumnya menggebu-gebu telah berganti dengan kekosongan yang menyakitkan. Dia tidak merasa puas, tidak merasa lega. Hanya kehampaan yang terasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments