Perasaan yang tumbuh dan hilang

Pagi hari menyapa, namun kedua insan itu masih terlelap dalam tidurnya. Rylia perlahan membuka matanya, dan sinar matahari yang menerobos jendela mengenai wajah cantiknya, membangunkannya dari lelapnya.

Saat Rylia membuka matanya, ia merasakan sesuatu yang hangat dan nyaman. Ia menoleh ke samping dan menemukan Jehan masih memeluknya dari belakang. Rylia tersenyum, menyadari bahwa apa yang terjadi semalam bukanlah sekadar mimpi. Kenangan indah itu masih terasa begitu nyata.

Namun, buru-buru Rylia menepis perasaan yang mengganggunya, mengingat kata-kata pria misterius yang masih terpatri di pikirannya.

Dalam kilas balik, Rylia mengingat percakapan yang terjadi:

"Yang aku inginkan? Hancurkan Jehan," ucap lelaki misterius itu dengan nada dingin.

"Kenapa kau menginginkan itu? Apa masalahmu dengan Jehan?" Rylia bertanya dengan penasaran.

"Kau pasti akan melakukan yang sama jika mengetahui kebenarannya, Rylia," jawab pria itu dengan senyum misterius.

"Tolong jangan membuat aku bingung. Apa maksudmu sebenarnya?" Rylia memohon dengan frustrasi.

"Hancurkan Jehan dan balaskan dendamku," pria itu berucap dengan mata yang berkilauan dengan dendam.

"Aku tidak mau jika harus terlibat dalam hal seperti itu, lupakan saja. Jika kau ingin beritahu Jehan tentangku, katakan saja, aku tidak akan melakukan itu," Rylia menolak dengan tegas.

"Benarkah? Bagaimana jika aku katakan bahwa penyebab penderitaanmu saat ini adalah Jehan?" tanyanya dengan nada yang membuat bulu kuduk Rylia berdiri.

"Maksudmu?" Rylia bertanya dengan ragu-ragu, seolah-olah tidak ingin mendengar jawabannya.

"Kecelakaan itu... kau ingat anak yang berlari hingga ayahmu membanting setirnya?" pria itu mengingatkan Rylia pada kenangan pahit yang tidak pernah terlupakan.

Rylia terdiam, matanya terbuka lebar ketika pria itu mengucapkan kata-kata yang membuat darahnya membeku.

"Itu adalah Jehan," pria itu mengungkapkan kebenaran yang membuat Rylia terkejut dan tidak percaya.

Rylia menyangkal dengan keras, tidak ingin percaya pada kebenaran yang diungkapkan oleh pria misterius itu.

"Tidak mungkin... kau pasti bohong. Itu tidak mungkin Jehan," ucapnya dengan suara yang gemetar.

"Aku tidak perlu kepercayaan, yang jelas jika kau ingin membalas semua rasa sakit ini. Maka buatlah dia mencintaimu. Lalu, hancurkan hatinya," ucapnya dengan nada yang dingin dan kejam.

Panggilan itu berakhir begitu saja, meninggalkan Rylia dalam keadaan terkejut dan bingung.

Rylia mengedipkan matanya, kembali ke masa kini. Dia melepaskan tangan Jehan yang memeluk erat tubuhnya, dengan rasa benci dan dendam yang mulai tumbuh di hatinya.

Rylia kembali ke kamarnya, tapi pikirannya masih terjebak dalam labirin kenangan pahit masa lalunya. Retakan-retakan ingatan yang selama ini tersembunyi mulai terkuak, mengungkapkan kebenaran yang menyakitkan.

Tante dan Om yang haus harta, ayah yang koma, bunda yang meninggal, dan kemalangan yang harus dilalui... semua itu karena Jehan, orang yang dia cintai.

Isak tangis Rylia semakin kencang, dia terhimpit oleh perasaan benci dan cinta yang saling bertentangan. Dia membenci Jehan karena kekejamannya, tapi hatinya tidak bisa berbohong - dia masih mencintainya.

•••

Ketukan pintu kamar mandi terdengar, disusul dengan suara Jehan yang memanggil namanya dengan nada khawatir.

"Rylia, apa kamu didalam? Kamu baik-baik saja kan?"

Dia terbangun dan tidak melihat Rylia disisinya, membuatnya langsung khawatir jika terjadi sesuatu.

Rylia mengusap air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihannya. Dia membuka pintu kamar mandi, berhadapan dengan Jehan yang masih terlihat khawatir.

Jehan mengulangi pertanyaannya, khawatir melihat wajah pucat Rylia.

"Kamu baik-baik saja?"

Matanya memandang Rylia dengan intens, mencari tanda-tanda apa pun yang bisa menjelaskan keadaannya.

Rylia menggelengkan kepala, tidak bisa berbicara karena tercekik oleh emosi.

"Kamu tidak kerja?" Rylia menulis, berusaha mengalihkan perhatian dari keadaannya yang sebenarnya.

"Aku sedang menunggu Rio," jawab Jehan, masih terlihat khawatir.

Suasana di antara mereka terasa canggung, seperti dua orang asing yang tidak pernah berbicara sebelumnya. Dua tahun bersama, tapi mereka hanya berbicara jika itu benar-benar penting. Jehan, dengan wajah datarnya dan rahang tajam, selalu terlihat seperti orang yang tidak ingin berbicara. Dan Rylia, dengan hatinya yang terluka, tidak tahu bagaimana cara membuka diri.

"Rylia..." panggil Jehan terdengar lembut, membuat Rylia mendongakkan kepalanya dengan ekspresi penasaran.

"Tentang semalam aku...." Jehan berhenti berbicara, seolah-olah ingin mengungkapkan sesuatu yang penting.

Namun, sebelum Jehan bisa melanjutkan, Rio tiba-tiba muncul dan mengganggu momen mereka. "Tuan, apa anda sudah siap?" tanyanya.

Jehan terlihat sedikit kesal karena Rio mengganggu momennya. "Sebentar lagi, tunggu saja diluar," ucapnya dengan nada yang sedikit keras.

"Baik tuan, jangan lama-lama, kita ada meeting penting tuan."

Jehan mengusir Rio dengan nada yang sedikit kasar. "Bawel, iya, sudah sana keluar!"

Rylia masih menunggu kalimat yang menggantung itu, namun Jehan menoleh kembali dan menatapnya dengan mata yang dalam.

"Akan aku katakan nanti, sekarang aku harus pergi. Ada meeting penting hari ini," ucapannya yang singkat namun berat.

Rylia mengangguk pelan,menyusul Rio yang sudah lebih dulu berjalan.

Rylia menatap kepergian Jehan dari balik jendela dengan mata yang penuh pertanyaan. "Aku-kamu-... Dia bahkan sudah tidak seformal itu padaku," bisiknya dalam hati.

"Tapi apakah aku bisa kembali mencintainya dengan kebenaran yang aku ketahui ini? Dia... penyebab dari penderitaanku."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!