_
_
"Apa yang kau tahu tentang Rylia!" Jehan menatap ayahnya dengan wajah datar, tidak menunjukkan emosi apa pun.
Ayahnya, Candra, menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.
"Ayah ingin kau tahu, sebenarnya Rylia... dia bisa bicara. Ayah ingin mengatakan ini sebelum ayah kembali ke Amerika."
Jehan tersenyum tipis, seperti dugaan nya.
"Sudah aku duga, aku sudah tahu tentang itu," katanya dengan nada yang santai.
Candra terkejut, "Apakah Rylia memberitahu mu?"
Jehan menggelengkan kepala. "Baiklah, kalau begitu cukup sampai sini saja pembicaraan kita." Ia berdiri, siap untuk pergi.
Namun, Candra memotong langkahnya. "Tunggu, ada satu hal yang harus kau tahu, Jehan." Suaranya serius dan membuat Jehan berhenti.
"Tidak perlu, aku-"
"Kau yang sudah membuat perempuan itu menderita Jehan." Ucapannya memotong perkataan Jehan.
"Saat kau kabur dan berlari ke jalan dua belas tahun lalu, mobil yang hampir menabrakmu adalah mobil yang ditumpangi Rylia dan keluarganya."
Jehan membeku, seperti telah terpukul oleh kebenaran itu.
"Kau sudah tahu tentang Rylia yang bisa bicara, pasti kau juga sudah tahu tentang kedua orang tua Rylia, bukan?" tanya Candra, melanjutkan ceritanya.
Jehan masih terdiam, tidak dapat berbicara. "Ayah sengaja mengatur pernikahan itu agar membuatmu bertanggung jawab atas kesalahan itu, dan membantu Rylia keluar dari rumah yang seperti neraka, karena om dan tante yang gila harta. Tapi sepertinya ayah salah, justru ayah membuatnya semakin terluka bersamamu."
"Ayah sudah mengawasi kalian sejak awal, menyaksikanmu yang selalu bersikap dingin pada Rylia," kata Candra dengan nada yang berat.
"Gadis itu, dia hanya ingin disayangi Jehan, sama seperti dirimu. Dia ingin merasakan kasih sayang yang tulus."
Jehan terdiam, tidak dapat berbicara. Dia hanya mampu menelan ludahnya, merasakan kesalahan yang telah dilakukannya. Menyesalinya. Wajahnya penuh dengan ekspresi penyesalan, seperti telah menyadari bahwa dia telah salah dalam memperlakukan Rylia.
•••
Rylia berdiri di samping tempat tidur ayahnya di rumah sakit, matahari sore memancarkan cahaya lembut melalui jendela. Dia memegang tangan ayahnya yang lemah, dan air matanya mulai mengalir.
"Ayah... aku datang lagi," katanya dengan suara yang bergetar. "Ayah tahu tidak, Jehan, suamiku... dia yang melakukan ini pada kita." Rylia menahan napas, mencoba untuk tidak menangis, tapi air matanya terus mengalir.
Dia memeluk ayahnya dengan erat, menangis dengan hebat. "Ayah... aku kangen sama ayah. Aku ingin bisa bersama-sama lagi, walaupun sekarang tidak ada bunda... Ayah, aku kangen banget. Ayah, cepat bangun ya..." Suaranya terputus oleh tangisan, dan dia terus memeluk ayahnya, berharap bahwa ayahnya akan segera sadar dan kembali bersamanya.
Terkadang hal menyakitkan memang selalu datang dari yang terdekat dan selalu plot twist.
Suara ketukan pintu membuat Rylia menoleh ke arah nya. Dokter Herman terlihat memasuki ruangan.
"Rylia..." Ucapannya,' " Apa kita bisa mengobrol dulu? Ada sesuatu yang harus saya katakan."
Rylia mengangguk.
"Apakah kamu benar tidak bisa bicara?"
Rylia menelan ludah nya , di mengangguk.
"Tidak apa-apa katakan saja, kamu tidak perlu berbohong dengan saya,Rylia. Saya tahu kamu bisa bicara." Katanya.
Dokter Herman pada awalnya mengira Rylia tidak bisa bicara lagi karena trauma tetapi saat melihat gadis ini manangis terisak-isak membuat nya yakin bahwa Rylia baik-baik saja.
Rylia menatap dokter Herman.
"Iya, aku bisa bicara dokter. Aku mohon jangan beritahu siapapun. Aku tidak mau jika Tante dan Om tahu dia pasti akan menyakiti ayah. " Ucapannya.
"Jadi bener kau bisa bicara
Dokter Herman menghela nafasnya yang berat, seolah-olah dia harus menyampaikan kabar yang sangat sulit.
"Rylia... Sebenarnya ada hal yang ingin saya sampaikan padamu," katanya dengan suara yang lembut tapi serius.
Rylia menatap dokter dengan mata yang penuh harap, tapi juga penuh kekhawatiran. "Apa dokter?" tanyanya dengan suara yang pelan.
Dokter Herman menelan ludahnya sebelum menjawab."Tentang kondisi Ayahmu... Sudah dua belas tahun dia tetap seperti ini, setiap hari kemajuan nya untuk sembuh juga semakin kecil." Dokter Herman berhenti sejenak, seolah-olah dia ingin memberi Rylia waktu untuk memproses informasi tersebut.
Rylia menatap dokter dengan mata yang berkaca-kaca, seolah-olah dia tidak percaya apa yang dia dengar. "Lalu?" tanyanya dengan suara yang bergetar.
Dokter Herman menelan ludahnya lagi sebelum menjawab.
"Kamu harus mengambil keputusan, melepaskan nya atau membiarkan nya dengan ketidakpastian hidupnya." Dokter Herman berhenti lagi, seolah-olah dia ingin memberi Rylia waktu untuk memikirkan keputusan tersebut.
Rylia mengeleng dengan keras, seolah-olah dia tidak mau mendengar apa yang dokter katakan.
"Tidak dokter, Ayah harus tetap hidup!! Apapun itu kondisi nya aku akan terus ada disamping Ayah," katanya dengan suara yang penuh emosi.
Dokter Herman mencoba untuk menenangkan Rylia, tapi dia tidak mau didengarkan.
"Tapi Rylia..."
Rylia memotong dokter dengan suara yang keras
"TIDAK AKU BILANG TIDAK!!!" Dia berteriak, seolah-olah dia tidak mau mendengar apa yang dokter katakan.
Dokter Herman mengangguk, seolah-olah dia mengerti keputusan Rylia.
"Baiklah, saya mengerti. Kamu tenang dulu ya."
Rylia langsung memeluk sang ayah, menangis dengan hebat. "Ayah..." Lirihnya, seolah-olah dia tidak mau melepaskan ayahnya.
Dia berbicara dalam hati, dengan suara yang penuh amarah. "Ini semua karena Jehan... Aku akan balas dendam pada nya!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments