Aku akan berusaha

Jehan kembali ke kantor.

Dia duduk di kursinya, menatap ke bawah dengan mata yang merah. Jehan merasa seperti telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga, dan dia tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya kembali.

"Aku hanya memberikan luka pada Rylia," Jehan berbisik pada dirinya sendiri, suaranya terdengar seperti ombak yang menghantam karang. "Aku tidak pernah memberikan cinta, tidak pernah memberikan kasih sayang. Aku hanya memberikan kebencian dan kesakitan."

Jehan merasa seperti telah kehilangan kesempatan.

"Rio, apakah kau tau yang disukai wanita itu apa?" tanyanya.

"Bunga, semua wanita pasti suka bunga." jawab nya.

"lalu apalagi?"

"em... coklat...tapi kenapa tuan tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Aku ingin merubah segalanya, Aku tidak ingin terus-terusan membuat Rylia terluka."

"...Tuan, apa kau sudah mulai jatuh cinta padanya?"

"jatuh cinta?" gumam Jehan pelan.

Jehan tampaknya sedang mengalami keraguan dalam perasaannya. Dia tidak yakin apakah perasaannya terhadap Rylia itu benar-benar cinta atau hanya rasa kasihan.

"Aku tidak tahu, sudahlah lupakan saja," katanya sambil menggelengkan kepala.

"Sekarang, tolong belikan bunga dan coklat."

Rio, asisten pribadinya, mengangguk dan bergegas pergi untuk melaksanakan permintaan tersebut.

•••

Panggilan misterius itu kembali, membuat Rylia merasa terancam. Kali ini, pria misterius itu mengirimkan sebuah foto yang membuat darah Rylia mendidih. Foto itu menampilkan Jehan bersama seorang wanita yang tidak dikenal.

Suara di ujung telepon terdengar menakutkan. "Kau tahu siapa wanita dalam foto itu?" tanyanya, membuat Rylia merasa seperti ditusuk oleh pisau tajam.

Rylia mencoba untuk tetap tenang, meskipun suara di ujung telepon membuatnya merasa takut.

"Sebenarnya apa maumu?" tanyanya, berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutannya.

"Aku tidak tahu apapun tentang Jehan, kenapa kau mengancamku seperti ini?"

Suara di ujung telepon terdengar semakin seram, membuat Rylia merasa bulu kuduknya berdiri.

"Tidak penting apa alasan nya," bisiknya dengan suara yang membuat Rylia merasa seperti es. "Yang jelas, kau harus membantuku."

Suara di ujung telepon terdengar semakin menakutkan, membuat Rylia merasa seperti terjebak dalam labirin tak berujung.

"Kau tidak ingin Jehan tahu, bukan?" tanyanya dengan nada yang menggigit. "Kau bisa bicara, aku tahu kalian baru saja terlihat dekat... Kau juga menyukai Jehan, bukan?"

Setiap kata yang diucapkan terdengar seperti pisau yang menusuk hati Rylia, membuatnya merasa semakin takut dan terpojok.

Rylia merasa terjepit dalam keadaan yang sulit. Dia tidak ingin hubungannya dengan Jehan kandas, terutama karena pria itu sangat membenci kebohongan. Namun, ada sesuatu yang lebih penting yang membuat Rylia membutuhkan Jehan - ayahnya yang masih terbaring koma. Rylia merasa seperti berada di ujung tanduk, harus memilih antara mempertahankan hubungan yang rapuh dengan Jehan atau menghadapi konsekuensi yang tidak terbayangkan jika rahasiaannya terbongkar.

Menyerah. Dengan suara yang lemah dan penuh keraguan, dia bertanya,

"Apa yang kau inginkan?" Pertanyaan itu terdengar seperti pengakuan kekalahan.

Pria di ujung telepon itu tersenyum smrik, senyum kepuasan yang tercipta dari kejahatan yang akan segera terwujud. Dia merasa puas karena Rylia telah menyerah. Dalam pikirannya, dia sudah membayangkan Jehan yang kuat dan percaya diri itu akan hancur, dan itu membuatnya merasa semakin bergembira. Kebencian dan dendamnya akan segera terbalas, dan dia tidak sabar untuk melihat kehancuran itu terjadi.

•••

Jehan kembali dari kantor, mobilnya berhenti di depan rumah. Dia menatap jendela kamar Rylia yang masih menyala, cahaya yang terang benderang itu membuatnya merasa penasaran. Gadis itu masih terjaga, apa yang membuatnya begitu?

Dengan napas dalam, Jehan memutuskan untuk mengambil langkah.

"Baiklah, aku akan berusaha," katanya pada dirinya sendiri, dengan tekad yang kuat.

Ketukan pintu yang berulang kali akhirnya membuat Rylia membukanya. Dia keluar dengan handuk kimono yang masih menempel di tubuhnya, menampilkan kecantikan alaminya yang baru saja selesai mandi. Cahaya lampu kamar yang lembut membuatnya terlihat seperti dewi yang turun dari surga.

Jehan tidak bisa menahan diri, matanya terpaku pada kecantikan istrinya. Sebagai lelaki normal, dia tidak bisa menghindari godaan yang ditawarkan oleh tubuh Rylia yang indah. Tanpa sadar, dia menelan ludahnya, merasakan denyut nadi yang meningkat. Dia merasa terhipnotis oleh kecantikan Rylia, tidak bisa bergerak atau berbicara.

Rylia menjentikkan jarinya, membuat Jehan tersadar dari hipnosis kecantikannya. Dia menatap Rylia dengan pandangan yang masih kabur.

"Ada apa?" Tulis Rylia dalam pesan ponselnya.

.... "Ahh, itu... aku ada sesuatu buat kamu," katanya dengan suara yang terdengar agak gugup dan tidak pasti.

Sebelum mengikuti langkah Jehan, Rylia memastikan dirinya sudah siap dengan memakai pakaian yang cantik. Kemudian, dia mengikuti Jehan ke ruang tengah.

Di atas meja, terlihat buket bunga yang indah dan coklat yang menggugah selera. Rylia mengerutkan keningnya, terkejut dengan kejutan yang tidak terduga.

"Saya tahu ini telat, tapi saya ingin bilang selamat ulang tahun pernikahan," kata Jehan dengan suara yang lembut. Dia bukanlah lelaki romantis, tetapi dia berharap kejutan ini bisa membuat Rylia tersenyum dan bahagia. Dengan harapan yang tulus, dia menunggu reaksi Rylia.

Hampir dua tahun sudah berlalu sejak mereka menikah, dan ini adalah kali pertama Jehan memberikan Rylia hadiah yang spesial. Rylia tidak tahu apa yang memicu perubahan ini, tapi dia tidak bisa menyangkal perasaan bahagia yang tiba-tiba muncul. Yang jelas, Jehan telah mengingat ulang tahun pernikahan mereka, dan itu sudah cukup untuk membuat Rylia merasa spesial.

Rylia tersenyum lembut dan menulis sesuatu di ponselnya. Kemudian, dia menunjukkan layar ponselnya kepada Jehan. Dua kata sederhana tertera di layar

"Terimakasih". Rylia menatap Jehan dengan mata yang berkilauan, dan Jehan bisa melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya.

Melihat Rylia tersenyum membuatnya semakin terlihat cantik, dan Jehan tidak bisa menahan diri lagi. Dengan gerakan cepat, dia menarik pinggang Rylia hingga mendekat, membuat jarak di antara mereka semakin sempit.

Rylia terkejut, matanya melebar karena tidak mengantisipasi gerakan Jehan. Namun, kejutan itu belum berakhir. Saat Rylia masih terpaku, Jehan tiba-tiba mencium bibirnya, membuat Rylia merasa seperti terlempar ke dalam badai emosi.

Ciuman itu hangat, lembut, dan penuh gairah, membuat Rylia merasa seperti meleleh dalam pelukan Jehan. Dia tidak bisa berpikir jernih, tidak bisa bergerak, hanya bisa merasakan getaran ciuman itu yang membuatnya merasa hidup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!