Bab 17 Pertengkaran

     Satu per satu para penjemput personil satgas, mulai meninggalkan kesatuan, termasuk Dilmar dan keluarganya. Sementara Vela dan Vero, langsung berpamitan pulang ke rumah, dengan alasan tidak ingin membiarkan ibunya lama sendirian di rumah.

     Kepergian keluarganya Dilmar, mendapat tatap kecewa dari Sela. Sela mengepalkan tangannya dengan kuat. Seandainya ia tidak mendapatkan ancaman dari orang yang mengaku kakaknya Dilmar, mungkin saja rencananya hari itu mulus seperti yang diharapkannya.

     "Gara-gara perempuan yang mengaku kakaknya Kak Dilmar, rencanaku gagal. Tapi semua bisa gagal kerena istrinya Kak Dilmar yang sepertinya sudah bercerita pada orang yang mengaku kakaknya Kak Dilmar. Semua jadi gagal total. Padahal aku yakin, Kak Dilmar masih mencintai aku, terlihat dia begitu antusias ketika bisa bertemu lagi denganku," bisik Sela dalam hati seraya mulai melangkahkan kakinya menuju sebuah mobil yang menjemputnya pulang.

     Setengah jam kemudian, mobil orang tua Dilmar sudah tiba di rumah Dilmar. Sesuai permintaan Dilmar sebelumnya, Pak Harun langsung mengarahkan mobilnya ke rumah Dilmar.

     Kedatangan mereka disambut Deby dan suaminya yang ternyata sudah berada di kediaman Dilmar. Deby dan suaminya segera menyambut kepulangan Dilmar. Deby memeluk adik semata wayangnya yang kini sudah tidak bisa dianggap adik manisnya lagi, terbukti Dilmar sudah nakal dan mengkhianati Vanya.

     "Kakak senang kamu kembali. Kalau masih lama di sana, bisa-bisa kamu lupa istri dan keluarga," ucap Deby terdengar sinis, tapi Dilmar menganggapnya hanya bercanda. Karena biasanya, kakak semata wayangnya itu sering menggodanya dan bercand. Jadi, ejekan-ejekan apapun bagi Dilmar sudah biasa.

     "Tentu saja aku kembali dong, Kak. Aku juga sudah rindu dengan kakakku tercinta yang paling jail dan bawel ini," balas Dilmar tersenyum. Deby menatap sinis wajah adiknya yang cengengesan tanpa dosa. Rupanya Dilmar memang belum tahu kalau ternyata perselingkuhannya sudah diketahui kakak dan Vanya, sehingga Dilmar tidak menyadari bahwa sikap sang kakak yang sinis itu akibat dirinya yang telah mengkhianati Vanya.

     Setelah menyalami sang kakak, Dilmar kini menyalami dan merangkul suaminya Deby. Mereka berbasa-basi sedikit di sana.

     Acara kebersamaan keluarga itu tidak semata menjemput atau menyambut kepulangan Dilmar saja, setelahnya mereka melanjutkan kebersamaan itu dengan makan bersama.

     Bi Jumsih yang sengaja didapuk oleh Bu Sonia untuk memasak di rumah Dilmar, sudah menyiapkan menu spesial di meja makan yang menggugah selera.

     Pak Harun segera menggiring anak dan menantunya menuju meja makan. Di sini, Vanya kembali berperan layaknya istri setelah mendapat kode dari Deby. Vanya melayani Dilmar, mengambilkan piring dan nasi serta lauk di atasnya. Acara makan bersama itu, sekilas berjalan dengan penuh kehangatan satu sama lain. Namun, tidak dengan Vanya dan Dilmar. Sesekali mereka justru terlihat tegang saat Deby mencuri tatap ke arah mereka.

     "Benar-benar sandiwara yang luar biasa," batin Deby miris.

     Makan bersama telah selesai, mereka kini melanjutkan kebersamaan mereka di sebuah ruang keluarga. Terjadi obrolan-obrolan kecil di sana, bahkan Dilmar menceritakan pengalamannya selama tugas di perbatasan, baik suka dan duka. Vanya pun berbaur dengan Deby sang kakak ipar, sejenak Vanya bisa tertawa lepas, meskipun nanti setelah kepulangan kedua mertua dan kakak iparnya dari rumah Dilmar, suasana canda dan tawa itu akan sirna kembali.

     Waktupun semakin bergulir, obrolan dan kebersamaan mereka di rumah Dilmar, tidak terasa telah mengantarkan mereka pada jam tujuh malam. Dengan terpaksa Bu Sonia dan Pak Harun serta Deby dan suaminya, berpamitan.

     Sebelum Deby benar-benar pamit, Deby membisikkan sesuatu di telinga Vanya. Entah apa yang dibisikan Deby. "Nanti jika ada apa-apa, kamu langsung hubungi kakak," ucap Deby. Setelah itu dia melangkah meninggalkan Vanya yang nampak sedih.

     Mobil kedua orang tua Dilmar dan Deby mulai meninggalkan halaman rumah Dilmar. Sebelum menghilang, Vanya dan Dilmar masih menatap dan melambaikan tangan pada mereka.

     Kini hanya tinggal mereka berdua di dalam rumah itu. Tidak ada pembantu di rumah itu, Dilmar memang sejak mendiami rumahnya, tidak menyewa jasa ART. Baginya semua pekerjaan rumah bisa dia dan Vanya handle tanpa bantuan orang lain.

     Vanya melangkahkan kaki ke dalam tanpa menoleh pada Dilmar. Dilmar segera menyusul, lalu menutup pintu rumah tidak lupa menguncinya.

     Dengan cepat Dilmar meraih tangan Vanya dan membawanya ke kamar mereka. Vanya berusaha menepis tangan Dilmar, tapi Dilmar tidak kalah tenaga. Cengkraman tangannya walau terlihat tidak menekan kuat, tapi rupanya susah dilepaskan. Bagi Dilmar, lengan Vanya kecil.

     "Brughhhh."

     Pintu kamar tertutup kencang dan rapat. Dentumannya bersamaan dengan degup jantung Vanya yang tersentak. Melihat keadaan seperti itu Vanya menjadi takut, takut Dilmar berbuat kasar secara fisik padanya.

     Dilmar mencengkram kedua tangan Vanya hanya dengan satu tangan, lalu memepet tubuh Vanya yang lebih kecil daripadanya ke dinding. Vanya semakin ketakutan, sudut matanya kini mulai menggumpal bening-bening yang siap jatuh.

     "Jelaskan kenapa sikapmu seperti ini, Vanya? Aku baru pulang dari tugas, tapi sikapmu memuakkan. Kamu tidak menyambut aku dengan penuh cinta dan keceriaan yang biasa kamu berikan di hadapanku. Jelaskan!" tegas Dilmar terlihat sangat marah sekali. Kini tidak ada lagi kalimat sayang atau panggilan abang yang selalu dia sematkan seperti sebelum mereka menikah.

     "Lepaskan tangan Vanya, ini sakit Bang," mohon Vanya. Tidak menduga Dilmar bisa berbuat kasar seperti itu, Vanya seakan mulai terancam.

     "Jelaskan dulu, nanti aku lepaskan." Cengkraman tangan Dilmar semakin kuat, membuat Vanya tidak kuat lagi dengan himpitan tubuh Dilmar.

     Vanya berlinang air mata, melihat sikap Dilmar yang beringas seperti itu tanpa kelembutan, ia yakin dalam hati Dilmar sudah tidak ada cinta untuknya.

     "Katakan, jangan memohon dengan linangan air matamu. Kenapa sikapmu abai selama ini, dan setiap telpon dariku tidak pernah kamu respon? Apa yang kamu lakukan selama aku tidak ada di sampingmu?" tekannya lagi membuat Vanya berpekik.

     "Lepaskannnn. Vanya akan ceritakan semua kenapa Vanya seperti ini. Tolong le pas kan, hiks, hiks, hiks," mohon Vanya dengan derai air mata yang semakin banyak.

     Dilmar menatap Vanya yang semakin terisak, dan Dilmar semakin kesal karena sejak tadi Vanya selalu menghindari wajahnya. Vanya seakan jijik bertatapan dengan Dilmar.

     "Tatap dulu mataku seperti yang sering kamu lakukan semasa kita pacaran. Apakah kamu tidak merasa rindu dengan wajahku, Vanya? Kenapa, kenapa kamu menghindar dari wajahku?" sentak Dilmar membuat Vanya semakin takut.

     "Vanya jijik melihat Abang. Jijik ...." pekiknya semakin keras tangisannya.

     "Jijik, apa maksudmu?" Dilmar tidak terima lalu meraih dagu Vanya dan menatap wajah Vanya tajam. Vanya tidak berdaya, dia kini diam demi mengumpulkan tenaga untuk melepaskan tangan Dilmar.

     Melihat Vanya diam, perlahan Dilmar melepaskan dagu Vanya dengan perlahan.

     "Katakan kenapa sikapmu seperti ini, Vanya? Jelaskan?" desak Vanya.

      "Bukankah sikap Vanya seperti ini karena semua Abang yang memulai? Seminggu sebelum kita menikah, apakah Abang masih ingat, sikap Abang yang berubah duluan? Abang tidak lagi hangat seperti sebelum kita menikah? Dan kini Vanya berusaha mewujudkan keinginan Abang."

     "Keinginanku? Apa maksudmu?"

     "Menjauh dari Abang," jawab Vanya. Dilmar tersentak, perlahan ia melonggarkan cengkraman tangannya di lengan Vanya.

Terpopuler

Comments

Ara Irza

Ara Irza

saki emng lw kita menikah dengan orang yg lm bisa melupakan masalalunya.rasanya ingin pergi jauh tanpa mau melihat Dy lagi,supaya kita bisa menjaga kewarasan diri kita.

2025-01-20

2

Zaskia Natasya

Zaskia Natasya

lanjut kakkkkkk jangan ngegantung perasaanku/Sob//Sob/

2025-01-20

1

Tini Uje

Tini Uje

ngegantung ih..baru juga separoh nafas thor ah 😩

2025-01-20

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Melepas Kepergian Satgas
2 Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
3 Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon
4 Bab 4 Status WA Vanya "Kangen"
5 Bab 5 Kabar dari Sisi
6 Bab 6 Status WA Vanya 'Sedih dan Kecewa'
7 Bab 7 Ada Apa Dengan Istriku?
8 Bab 8 Pengacau Datang
9 Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati
10 Bab 10 Tanda Tanya
11 Bab 11 Mulai Melupakan
12 Bab 12 Konsultasi Perceraian
13 Bab 13 Bertumpu di Atas Kakinya Sendiri
14 Bab 14 Desakan Deby
15 Bab 15 Gertakan Deby
16 Bab 16 Kepulangan Dilmar
17 Bab 17 Pertengkaran
18 Bab 18 Vanya Jijik Dengan Dilmar
19 Bab 19 Tantangan Vanya
20 Bab 20 Dilabrak Deby
21 Bab 21 Tiket Bulan Madu
22 Bab 22 Babak Belur Bagaikan Sang Pecundang
23 Bab 23 Mengobati Dilmar
24 Bab 24 Dilmar Tidak Mau Bicara Sepatah Katapun
25 Bab 25 Cengkraman Tangan Dilmar
26 Bab 26 Ikut Mandi Denganku!
27 Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
28 Bab 28 Vanya Sudah Menikah
29 Bab 29 Bekerja Kembali
30 Bab 30 Pesan Dari Vela
31 Bab 31 Pertemuan Vanya dan Sidik
32 Bab 32 Tidak Sadar Keceplosan
33 Bab 33 Khasiat Sambal Kencur
34 Bab 34 Buket dan Perhiasan Pemberian Sidik
35 Bab 35 Bertemu Sela
36 Bab 36 Cemburu
37 Bab 37 Mengembalikan Kotak Perhiasan
38 Bab 38 Bertandang ke Rumah Roby
39 Bab 39 Vanya Mengerjai Dilmar
40 Bab 40 Sela Sudah Bukan Selera Dilmar
41 Bab 41 Janji Dilmar
42 Bab 42 Melepas Kepergian Dilmar Secapa
43 Bab 43 Pembicaraan Anu
44 Bab 44 Ketindihan
45 Bab 45 Kerinduan Setelah Satu Bulan Tidak Bertemu
46 Bab 46 Menengok Bayinya Deby
47 Bab 47 Abang Nggak Pulang
48 Bab 48 Kelulusan dan Rafelan
49 Bab 49 Kejutan Untuk Dilmar
50 Pengumuman Karya Baru #Hanya Adik Angkat Sersan Davis#Pantulan Tubuh di Cermin
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 1 Melepas Kepergian Satgas
2
Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
3
Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon
4
Bab 4 Status WA Vanya "Kangen"
5
Bab 5 Kabar dari Sisi
6
Bab 6 Status WA Vanya 'Sedih dan Kecewa'
7
Bab 7 Ada Apa Dengan Istriku?
8
Bab 8 Pengacau Datang
9
Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati
10
Bab 10 Tanda Tanya
11
Bab 11 Mulai Melupakan
12
Bab 12 Konsultasi Perceraian
13
Bab 13 Bertumpu di Atas Kakinya Sendiri
14
Bab 14 Desakan Deby
15
Bab 15 Gertakan Deby
16
Bab 16 Kepulangan Dilmar
17
Bab 17 Pertengkaran
18
Bab 18 Vanya Jijik Dengan Dilmar
19
Bab 19 Tantangan Vanya
20
Bab 20 Dilabrak Deby
21
Bab 21 Tiket Bulan Madu
22
Bab 22 Babak Belur Bagaikan Sang Pecundang
23
Bab 23 Mengobati Dilmar
24
Bab 24 Dilmar Tidak Mau Bicara Sepatah Katapun
25
Bab 25 Cengkraman Tangan Dilmar
26
Bab 26 Ikut Mandi Denganku!
27
Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
28
Bab 28 Vanya Sudah Menikah
29
Bab 29 Bekerja Kembali
30
Bab 30 Pesan Dari Vela
31
Bab 31 Pertemuan Vanya dan Sidik
32
Bab 32 Tidak Sadar Keceplosan
33
Bab 33 Khasiat Sambal Kencur
34
Bab 34 Buket dan Perhiasan Pemberian Sidik
35
Bab 35 Bertemu Sela
36
Bab 36 Cemburu
37
Bab 37 Mengembalikan Kotak Perhiasan
38
Bab 38 Bertandang ke Rumah Roby
39
Bab 39 Vanya Mengerjai Dilmar
40
Bab 40 Sela Sudah Bukan Selera Dilmar
41
Bab 41 Janji Dilmar
42
Bab 42 Melepas Kepergian Dilmar Secapa
43
Bab 43 Pembicaraan Anu
44
Bab 44 Ketindihan
45
Bab 45 Kerinduan Setelah Satu Bulan Tidak Bertemu
46
Bab 46 Menengok Bayinya Deby
47
Bab 47 Abang Nggak Pulang
48
Bab 48 Kelulusan dan Rafelan
49
Bab 49 Kejutan Untuk Dilmar
50
Pengumuman Karya Baru #Hanya Adik Angkat Sersan Davis#Pantulan Tubuh di Cermin

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!