Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon

     Sebulan kemudian. Dilmar belum ada menghubungi Vanya seperti yang pernah ia katakan sebulan yang lalu. Vanya semakin dilanda resah dan gelisah. Tapi, atas bujukan sang mama mertua, akhirnya Vanya bisa bersikap tenang dan tidak terlalu berpikiran yang tidak-tidak tentang Dilmar di sana.

     "Doakan saja suamimu selamat di sana. Mama rasa di sana sinyalnya memang buruk. Jadi, kalau mau menghubungi menunggu sinyal bagus dan di jam-jam tertentu."

     Vanya hanya mengangguk apa yang dikatakan mama mertuanya. Dia pun tidak mau berpikiran yang tidak-tidak tentang Dilmar.

     Sore pun tiba, saatnya pulang. Hari ini Vanya merasa ingin pulang ke rumah ibunya. Jarak tempuh ke rumah ibunya hanya setengah jam. Tapi sebelum memutuskan, Vanya harus ijin dulu sama Bu Sonia. Karena selama ini Vanya memang tinggal bersama mertuanya.

     "Ma, bolehkan Vanya hari ini pulang ke rumah ibu? Vanya sudah kangen sama ibu," ijinnya ragu.

     Bu Sonia menoleh ke arah Vanya, "Boleh. Pulanglah dulu ke rumah ibumu. Tapi, tunggu sebentar. Mama ke toko samping dulu, mama mau beli oleh-oleh untuk ibumu. Kamu tunggu saja di toko dan selesaikan tugas terakhirmu," ujar Bu Sonia sembari berlalu.

     Vanya senang mendengar mama mertuanya mengijinkan ia pulang ke rumah ibunya. Karena sudah sebulan Vanya tidak pulang ke rumah ibunya yang kini sudah menjadi janda ditinggalkan wafat oleh suaminya, dua tahun yang lalu. Kini sang ibu tinggal bertiga dengan adik laki-laki dan perempuan Vanya yang masih duduk di bangku SMA. Sedangkan adik laki-laki yang merupakan adik pertama Vanya, sudah keluar dari SMK, lalu bekerja di salah satu bengkel mobil di kotanya.

     Beberapa saat kemudian, Bu Sonia datang dengan membawa dua kantong kresek yang isinya tentu saja makanan. "Nah, ini bawa untuk ibu dan adik-adikmu. Titip salam mama untuk ibu dan adik-adikmu," ucap Bu Sonia seraya memberikan dua kantong itu ke tangan Vanya.

     "Ma, banyak sekali." Vanya sempat terkesima melihat dua kantong kresek yang diberikan mama mertuanya yang isinya banyak. Kantong pertama kue bolu dan kue-kue kering, dan kantong kresek yang kedua merupakan buah-buahan.

      "Sudah, bawa saja. Kamu segera pulang, mama takut kena macet kalau jam segini masih di sini. Hati-hati di jalan, ya," ujar Bu Sonia seraya menyuruh Vanya segera pergi karena di jam segini memang sering padat karena bertepatan dengan kepulangan orang-orang dari tempat kerjanya masing-masing.

     "Iya, Ma. Vanya pamit dulu. Assalamualaikum." Vanya mencium tangan Bu Sonia sebelum ia bergegas menuju motornya di depan toko.

     Motor Vanya segera melaju menuju jalan yang menghubungkan ke alamat rumah ibunya.

     Tiga puluh menit kemudian, motor Vanya sudah tiba di depan rumah sang ibu. Kebetulan Bu Fatma baru saja menutup warung makannya yang berdiri di samping rumahnya. Bu Fatma adalah ibunya Vanya. Sejak suaminya masih ada, Bu Fatma sudah berjualan di samping rumah. Barang yang dijualnya bahan-bahan pokok dan masakan yang sudah jadi.

     "Assalamu'alaikum. Ibu."

     Vanya memarkirkan motornya dengan betul sebelum ia turun, lalu menghampiri ibunya yang sudah sebulan ini tidak ia jumpai.

     "Waalaikumsalam. Teh Vanya." Bu Fatma menyambut sang anak sulung dengan pelukan hangat penuh kerinduan, lalu diciumnya kepala Vanya. Walau sudah menikah, tapi Bu Fatma masih memperlakukan Vanya layaknya anak kecilnya.

     Bu Fatma memanggil Vanya dengan sebutan Teteh, karena Vanya memang anak pertama dan sebutan itu untuk membiasakan kedua adiknya memanggil Vanya Teteh juga sebagai penghormatan kepada sang kakak perempuan.

     "Ayo, Bu, masuk. Vanya punya oleh-oleh dari mama mertua buat ibu dan adik-adik. Ngomong-ngomong, ke mana Vela dan Vero, apakah mereka belum pulang?" heran Vanya seraya menoleh ke dalam rumah yang terlihat sepi, mencari kedua adiknya.

     "Mereka ada di dalam, mungkin saja baru selesai sholat Ashar." Baru saja Bu Fatma menjawab, Vela dan Vero muncul dan menghampiri keluar lalu menyambut Vanya.

     "Wah, ada Teh Vanya. Velaaa, Teh Vanya datang, bawa oleh-oleh banyak," pekik Vero adik laki-laki Vanya girang, seraya meraih kantong oleh-oleh yang dibawa Vanya dan membawanya ke dalam.

     "Teh Vanya? Lama banget Teteh nggak ke sini setelah nikah," sambung Vela yang mengikuti kakaknya dari belakang, sembari meraih tangan Vanya lalu menciumnya.

     "Ayo, masuklah." Bu Fatma menggiring ketiga anaknya yang masih berkumpul di teras depan menyambut kedatangan Vanya yang lama ditunggunya.

     "Oleh-olehnya banyak banget. Ini boleh dibuka, kan, Teh?" seru Vero sedikit ragu.

     "Buka saja, itu dikasih mama Sonia untuk ibu dan kalian," ujar Vanya membuat Vela dan Vero senang.

     "Asikkkk."

     Vanya terharu melihat tingkah kegirangan kedua adiknya. Vanya paham dengan sikap kedua adiknya itu, karena selama ini mereka jarang membeli buah-buahan di rumah. Cukup makan sama telur dan ikan asin atau tahu tempe saja sudah bersyukur, karena mereka hanyalah keluarga sederhana.

     Walau demikian Bu Fatma sangat bersyukur, almarhum suaminya Pak Fadil merupakan seorang ASN di sebuah instansi pemerintahan. Meskipun suaminya sudah meninggal, Bu Fatma masih bisa mendapatkan uang pensiun dari almarhum suaminya dan tunjangan buat kedua anaknya karena masih di bawah 21 tahun, meskipun tunjangan dari pemerintah yang dibayarkan tiap bulan itu tidak banyak, tapi Bu Fatma bersyukur setidaknya masih bisa menyekolahkan anak-anaknya minimal SMA atau SMK.

    "Bagaimana kabar suaminya Teh, sudah ada menghubungi?" singgung Bu Fatma.

     Vanya menghela nafas sejenak sebelum menjawab, "Bang Dilmar sudah bisa dihubungi seminggu setelah berada di perbatasan. Tapi, saat ini kami masih belum ada komunikasi lagi, berhubung sinyal di sana buruk." Vanya menjawab seadanya. Tapi, Vanya tidak bercerita tentang apa yang dikatakan Dilmar atau seperti apa sikap Dilmar di telpon kala itu.

     Bu Fatma mengangguk-angguk sebelum berkata, "Kamu harus banyak bersabar, Teh. Doakan saja suami kamu supaya selamat dan sehat di sana," harap Bu Fatma tidak bertanya lagi.

     Setelah beberapa saat bercengkrama bersama keluarga kecilnya sembari menikmati bolu pemberian mama mertuanya, Vanya berpamitan untuk masuk ke kamar. Karena ia pun saat ini harus segera membersihkan diri untuk sholat Maghrib.

     Kedua adik Vanya pun mengikuti jejak sang kaka, mereka masuk ke kamarnya masing-masing untuk melaksanakan sholat Maghrib. Tapi Vero keluar kamar lagi dan bergegas keluar untuk sholat di mesjid.

     Vanya membaringkan tubuhnya setelah ia melaksanakan sholat Maghrib. Suara dering telpon tiba-tiba terdengar. Vanya segera meraih Hp nya. Alangkah bahagianya Vanya sebab yang menghubunginya adalah Dilmar sang suami yang selama ini dirindukannya.

     "Assalamualaikum, Abang," sambutnya girang.

     "Waalaikumsalam. Kamu lagi di mana? Oh ya, Aku saat ini sehat-sehat saja. Jadi, kamu jangan khawatir di sana, ya. Terus kalau aku tidak menghubungi, kamu jangan hubungi aku dulu. Baiklah, hanya itu yang ingin aku sampaikan. Salam buat mama." Dilmar bicara tanpa henti dan belum sempat dijawab Vanya, seakan waktunya terbatas.

     "Abang, tunggu sebentar." Vanya menahan Dilmar supaya jangan dulu menutup telponnya.

     "Siapa itu Kak?" Sebelum panggilan itu ditutup, terdengar sebuah suara perempuan yang lembut didekat suaminya. Vanya tersentak, batinnya bertanya-tanya siapakah gerangan suara perempuan barusan yang terdengar dari ujung telpon sana?

Terpopuler

Comments

Dewi Oktavia

Dewi Oktavia

y Allah tega x suami macam tuh

2025-03-08

2

Mrs.Riozelino Fernandez

Mrs.Riozelino Fernandez

sebulan gak hubungi istri??? nampak bener gak cintanya...😔

2025-01-15

1

Mrs.Riozelino Fernandez

Mrs.Riozelino Fernandez

Ternyata mulai merajut asa dengan masa lalunya 😤

2025-01-15

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Melepas Kepergian Satgas
2 Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
3 Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon
4 Bab 4 Status WA Vanya "Kangen"
5 Bab 5 Kabar dari Sisi
6 Bab 6 Status WA Vanya 'Sedih dan Kecewa'
7 Bab 7 Ada Apa Dengan Istriku?
8 Bab 8 Pengacau Datang
9 Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati
10 Bab 10 Tanda Tanya
11 Bab 11 Mulai Melupakan
12 Bab 12 Konsultasi Perceraian
13 Bab 13 Bertumpu di Atas Kakinya Sendiri
14 Bab 14 Desakan Deby
15 Bab 15 Gertakan Deby
16 Bab 16 Kepulangan Dilmar
17 Bab 17 Pertengkaran
18 Bab 18 Vanya Jijik Dengan Dilmar
19 Bab 19 Tantangan Vanya
20 Bab 20 Dilabrak Deby
21 Bab 21 Tiket Bulan Madu
22 Bab 22 Babak Belur Bagaikan Sang Pecundang
23 Bab 23 Mengobati Dilmar
24 Bab 24 Dilmar Tidak Mau Bicara Sepatah Katapun
25 Bab 25 Cengkraman Tangan Dilmar
26 Bab 26 Ikut Mandi Denganku!
27 Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
28 Bab 28 Vanya Sudah Menikah
29 Bab 29 Bekerja Kembali
30 Bab 30 Pesan Dari Vela
31 Bab 31 Pertemuan Vanya dan Sidik
32 Bab 32 Tidak Sadar Keceplosan
33 Bab 33 Khasiat Sambal Kencur
34 Bab 34 Buket dan Perhiasan Pemberian Sidik
35 Bab 35 Bertemu Sela
36 Bab 36 Cemburu
37 Bab 37 Mengembalikan Kotak Perhiasan
38 Bab 38 Bertandang ke Rumah Roby
39 Bab 39 Vanya Mengerjai Dilmar
40 Bab 40 Sela Sudah Bukan Selera Dilmar
41 Bab 41 Janji Dilmar
42 Bab 42 Melepas Kepergian Dilmar Secapa
43 Bab 43 Pembicaraan Anu
44 Bab 44 Ketindihan
45 Bab 45 Kerinduan Setelah Satu Bulan Tidak Bertemu
46 Bab 46 Menengok Bayinya Deby
47 Bab 47 Abang Nggak Pulang
48 Bab 48 Kelulusan dan Rafelan
49 Bab 49 Kejutan Untuk Dilmar
50 Pengumuman Karya Baru #Hanya Adik Angkat Sersan Davis#Pantulan Tubuh di Cermin
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 1 Melepas Kepergian Satgas
2
Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
3
Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon
4
Bab 4 Status WA Vanya "Kangen"
5
Bab 5 Kabar dari Sisi
6
Bab 6 Status WA Vanya 'Sedih dan Kecewa'
7
Bab 7 Ada Apa Dengan Istriku?
8
Bab 8 Pengacau Datang
9
Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati
10
Bab 10 Tanda Tanya
11
Bab 11 Mulai Melupakan
12
Bab 12 Konsultasi Perceraian
13
Bab 13 Bertumpu di Atas Kakinya Sendiri
14
Bab 14 Desakan Deby
15
Bab 15 Gertakan Deby
16
Bab 16 Kepulangan Dilmar
17
Bab 17 Pertengkaran
18
Bab 18 Vanya Jijik Dengan Dilmar
19
Bab 19 Tantangan Vanya
20
Bab 20 Dilabrak Deby
21
Bab 21 Tiket Bulan Madu
22
Bab 22 Babak Belur Bagaikan Sang Pecundang
23
Bab 23 Mengobati Dilmar
24
Bab 24 Dilmar Tidak Mau Bicara Sepatah Katapun
25
Bab 25 Cengkraman Tangan Dilmar
26
Bab 26 Ikut Mandi Denganku!
27
Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
28
Bab 28 Vanya Sudah Menikah
29
Bab 29 Bekerja Kembali
30
Bab 30 Pesan Dari Vela
31
Bab 31 Pertemuan Vanya dan Sidik
32
Bab 32 Tidak Sadar Keceplosan
33
Bab 33 Khasiat Sambal Kencur
34
Bab 34 Buket dan Perhiasan Pemberian Sidik
35
Bab 35 Bertemu Sela
36
Bab 36 Cemburu
37
Bab 37 Mengembalikan Kotak Perhiasan
38
Bab 38 Bertandang ke Rumah Roby
39
Bab 39 Vanya Mengerjai Dilmar
40
Bab 40 Sela Sudah Bukan Selera Dilmar
41
Bab 41 Janji Dilmar
42
Bab 42 Melepas Kepergian Dilmar Secapa
43
Bab 43 Pembicaraan Anu
44
Bab 44 Ketindihan
45
Bab 45 Kerinduan Setelah Satu Bulan Tidak Bertemu
46
Bab 46 Menengok Bayinya Deby
47
Bab 47 Abang Nggak Pulang
48
Bab 48 Kelulusan dan Rafelan
49
Bab 49 Kejutan Untuk Dilmar
50
Pengumuman Karya Baru #Hanya Adik Angkat Sersan Davis#Pantulan Tubuh di Cermin

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!