Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati

     Vanya menangis kembali di kamarnya, tepatnya di kamar dalam rumah mertuanya. Rasa sakit dan kecewa itu lagi-lagi menghimpit dadanya. Semakin jauh keberadaan suaminya, justru semakin jauh cintanya kini ia rasakan. Rasanya Vanya tidak sanggup lagi menjalani hidup seperti ini.

     "Ceraikan saja Vanya, abang. Ceraikan daripada harus disakiti seperti ini," ucapnya tertahan sembari menghempas bantal di atas kasurnya. Vanya menangis, tapi dia menahan isakannya supaya tidak terdengar keluar kamar.

     Dadanya semakin sesak, Vanya tidak menyangka pernikahan yang baru beberapa bulan ini sudah mendapat cobaan yang berat menurutnya. Padahal mereka awal berjumpa saling suka sama suka, sampai mereka memutuskan bertunangan dan menikah hanya dalam waktu setahun dekat.

     Vanya mengepal kedua tangannya erat-erat, melampiaskan perasaan sedihnya, kemudian memukul-mukul bantal dengan sekuat tenaganya. Semua seperti tidak adil baginya. Hatinya terluka, tapi dia tidak tahu harus ke mana mengadu. Vanya tidak lupa dengan Tuhannya, tapi Vanya juga butuh seseorang untuk dirangkulnya kemudian menumpahkan semua kecewanya di sana.

     Mengadu pada ibu atau adik perempuan yang masih SMK, itu tidak mungkin, karena Vanya bukanlah sosok perempuan muda yang senang membebani pikiran orang-orang terdekatnya. Atau mengadu pada Vero, sosok adik laki-laki yang selalu berbakti pada ibu dan mengayomi Vela adik semata wayangnya? Itu juga tidak mungkin Vanya lakukan. Dia tidak mau membebani pikiran bersih sang adik laki-laki dengan beban yang saat ini dirasakannya.

     Foto ciuman antara suami dan Suster itu kini dalam tatapan tajamnya, ia tidak terima diperlakukan seperti ini. Ini seperti hantaman berat baginya ketika dia masih mempertahankan kesetiaan dan cintanya terhadap suaminya. Tapi, Dilmar justru berkencan dengan perempuan lain.

     "Kenapa abang lakukan ini, Bang? Secepat itu abang berpaling hanya karena kembali dipertemukan dengan mantan abang yang perawat itu? Abang tega menyakiti Vanya, abang tega, abang jahat," umpatnya lagi seraya melempar semua yang ada di atas ranjang ke dasar lantai. Vanya semakin tidak terbendung, dadanya sangat sakit.

     "Non Vanya, disuruh ibu segera keluar untuk makan malam. Ibu dan bapak sudah menunggu di ruang makan," beritahu Bi Jumsih mengetuk pintu.

     Vanya menoleh ke arah pintu yang sudah ia kunci tadi. Tapi ia tidak bermaksud menyahut Bi Jumsih. Jangankan keluar kamar, menemui Bi Jumsih di depan pintu kamar saja rasanya tidak sanggup, karena Vanya tidak ingin memperlihatkan wajahnya yang bengkak dan sembab.

     "Non, Non Vanya," panggil Bi Jumsih lagi diselingi mengetuk pintu.

     "Saya saja Bi, saya sudah mengantuk." Terpaksa Vanya berbohong pada Bi Jumsih, karena Bi Jumsih memanggilnya terus.

     Suara Bi Jumsih tidak terdengar lagi, sepertinya ia telah kembali menuju ruang makan.

     "Non Vanya bilangnya ngantuk, Bu. Saya sudah mengetuk beberapa kali," lapor Bi Jumsih membuat Bu Sonia dan Pak Harun heran.

     "Kok tumben Vanya tidur jam segini, biasanya tidak. Coba, samperin, Ma. Jangan-jangan Vanya sedang ada masalah," usul Pak Harun merasa heran.

     Bu Sonia bangkit dari kursinya lalu menuju kamar Vanya. Di sana Bu Sonia mengetuk pintu beberapa kali. Perlahan pintu itu dibuka setelah beberapa kali diketuk Bu Sonia.

     "Vanya, kamu sedang maskeran? Kenapa tidak makan malam dulu? Tadi kada Bi Jumsih, kamu sudah ngantuk. Makanlah dulu, biar perutmu tidak lapar saat tidur nanti," ajak Bu Sonia.

     "Mama dan papa duluan saja, Sonia belum bisa melepas masker ini karena ini masih baru," tolak Vanya dengan dalih sedang maskeran yang belum bisa dilepas.

     Bu Sonia tertegun mendengar alasan Vanya, suara Vanya yang sedikit berbeda membuat Bu Sonia menduga kalau Vanya habis menangis.

     "Vanya, kamu sedang tidak ada masalah, kan?" telisik Bu Sonia seraya menatap wajah Vanya dalam. Vanya segera menunduk dan menyembunyikan bulir yang sejak tadi seakan mendorongnya untuk keluar.

     "Tidak ada, Ma. Vanya tidak ada masalah apa-apa. Biarkan Vanya nanti makannya menyusul setelah maskernya dibersihkan," ujar Vanya lagi berharap mertuanya ini cepat pergi.

     "Baiklah, kalau begitu mama sama papa makan malam duluan. Kamu, nanti jangan lupa makan juga, ya." Bu Sonia berlalu dari depan pintu kamar Vanya. Vanya sedikit lega dan kembali menutup pintu.

     "Mbak Sisi, bisa kita bertemu besok?" Vanya mengirimkan pesan WA pada Sisi setelah ia menutup pintu kamarnya.

     Tanpa menunggu lama, pesan WA Vanya terbalas. Sisi menyetujui permintaan Vanya. Kebetulan besok dia libur kerja.

     Besoknya Vanya meminta ijin pada Bu Sonia untuk pergi jalan-jalan, berhubung hari ini libur di toko. Karena toko milik Bu Sonia libur setiap Minggu.

     "Ma, boleh tidak hari ini Vanya pergi jalan-jalan bersama teman?" ucapnya meminta ijin.

     Wajah Vanya yang sendu dan suara yang ragu, membuat Bu Sonia curiga dengan keadaan Vanya. Mungkinkah menantunya ini sedang ada masalah.

     "Pergilah. Memangnya kamu pergi dengan siapa? Hati-hati, di jalan. Dan jangan ngebut motornya, ya." Bu Sonia memberikan ijinnya tapi dengan hati yang penuh tanya.

     "Baik, Ma. Terimakasih." Vanya meraih tangan mertuanya lalu menciumnya sebelum ia benar-benar pergi.

     Wajah Vanya yang sedih saat meminta ijin tadi, membuat Bu Sonia gusar dan curiga. Bu Sonia akan mencoba mencari tahu pada Dilmar, tapi Bu Sonia bingung harus menghubungi Dilmar, sebab untuk menghubungi Dilmar, jarang sekali panggilannya bisa nyangkut.

     Vanya kini sudah bertemu Sisi di sebuah taman di kota itu. Sisi sengaja mengajak Vanya janjian di sana. Mereka duduk menghadap sebuah wahana air mancur yang di bawahnya dipenuhi para pengunjung yang berfoto dengan latar belakang air mancur tersebut.

     "Van, kamu yang sabar, ya. Mbak jadi merasa tidak enak setelah mengirimkan foto itu sama kamu. Sungguh, Mbak bukan bermaksud menjatuhkan mental kamu. Tapi, jujur mbak itu tidak mau kamu dibohongi seperti ini oleh suami kamu. Mumpung masih baru dan masih bisa diperbaiki, kenapa nggak. Walau pada kenyataannya sakit, tapi mbak terpaksa mengirimkan bukti itu sama kamu. Sekali lagi mbak minta maaf," urai Sisi seraya menatap Vanya yang sudah berurai air mata.

     Vanya merangkul Sisi dan menangis di sana sepuasnya. Sisi membiarkan Vanya menumpahkan semua luka hati dan sesak di dadanya di bahunya.

     Setelah beberapa menit, tangisan Vanya reda, tapi masih ada isaknya yang sesekali terdengar. "Vanya harus apa Mbak menyikapi hal ini? Vanya juga ingin menghubungi Bang Dilmar dan rasanya ingin ngamuk memarahinya, tapi Vanya tidak punya keberanian." Vanya berkata masih disertai isak.

     "Kamu harus bahagia Vanya, kamu harus tunjukkan bahwa kamu saat ini sedang bahagia. Kamu balas perbuatannya dengan se-elegan mungkin. Contohnya, diamkan suami kamu tanpa pernah kamu kasih kode cinta atau kode apapun. Jangan sekali-kali hubungi atau angkat telponnya jika dia menghubungi. Lalu perbanyak bikin status yang seolah kamu sama sekali tidak sedang memiliki hubungan dengan siapa-siapa termasuk suami kamu. Cara ini pernah mbak lakukan saat A Roby sering membuat mbak patah hati, tapi A Roby melakukan itu saat kami masih pacaran," jelas Sisi memberi tips-tips untuk membalas Dilmar secara elegan menurutnya.

     "Apakah Vanya sanggup tersenyum bahagia, sedangkan hati menangis terluka?"

     "Kamu harus sanggup. Kamu pura-pura sedang happy demi membuat suamimu menyesal karena telah mengkhianati cintamu. Kamu abaikan saja suami kamu, anggap dia tidak ada. Itupun kalau kamu sanggup berpura-pura," ujar Sisi lagi membuat Vanya semakin dilanda bingung.

Terpopuler

Comments

Mrs.Riozelino Fernandez

Mrs.Riozelino Fernandez

adukan ke mertua mu Vanya...biar dia tau kelakuan anaknya...tunjukan bukti foto2 itu semua...

2025-01-17

2

Lita Pujiastuti

Lita Pujiastuti

Tak baik memendam masalah sendiri. Harusnya dia cerita terus terang sama mertua, biar segera ada solusi. Jika seperti ini, atau malah balas membalas, walau dg elegan nenurut Sisi, ttp itu bukan solusi terbaik. status sbg istri sah, buat sikap tegas dan terus terang saja

2025-01-19

1

Miftahur Rahmi23

Miftahur Rahmi23

Dapat mertu baik, malah suami yg gak punya pendirian. najis

2025-02-07

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Melepas Kepergian Satgas
2 Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
3 Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon
4 Bab 4 Status WA Vanya "Kangen"
5 Bab 5 Kabar dari Sisi
6 Bab 6 Status WA Vanya 'Sedih dan Kecewa'
7 Bab 7 Ada Apa Dengan Istriku?
8 Bab 8 Pengacau Datang
9 Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati
10 Bab 10 Tanda Tanya
11 Bab 11 Mulai Melupakan
12 Bab 12 Konsultasi Perceraian
13 Bab 13 Bertumpu di Atas Kakinya Sendiri
14 Bab 14 Desakan Deby
15 Bab 15 Gertakan Deby
16 Bab 16 Kepulangan Dilmar
17 Bab 17 Pertengkaran
18 Bab 18 Vanya Jijik Dengan Dilmar
19 Bab 19 Tantangan Vanya
20 Bab 20 Dilabrak Deby
21 Bab 21 Tiket Bulan Madu
22 Bab 22 Babak Belur Bagaikan Sang Pecundang
23 Bab 23 Mengobati Dilmar
24 Bab 24 Dilmar Tidak Mau Bicara Sepatah Katapun
25 Bab 25 Cengkraman Tangan Dilmar
26 Bab 26 Ikut Mandi Denganku!
27 Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
28 Bab 28 Vanya Sudah Menikah
29 Bab 29 Bekerja Kembali
30 Bab 30 Pesan Dari Vela
31 Bab 31 Pertemuan Vanya dan Sidik
32 Bab 32 Tidak Sadar Keceplosan
33 Bab 33 Khasiat Sambal Kencur
34 Bab 34 Buket dan Perhiasan Pemberian Sidik
35 Bab 35 Bertemu Sela
36 Bab 36 Cemburu
37 Bab 37 Mengembalikan Kotak Perhiasan
38 Bab 38 Bertandang ke Rumah Roby
39 Bab 39 Vanya Mengerjai Dilmar
40 Bab 40 Sela Sudah Bukan Selera Dilmar
41 Bab 41 Janji Dilmar
42 Bab 42 Melepas Kepergian Dilmar Secapa
43 Bab 43 Pembicaraan Anu
44 Bab 44 Ketindihan
45 Bab 45 Kerinduan Setelah Satu Bulan Tidak Bertemu
46 Bab 46 Menengok Bayinya Deby
47 Bab 47 Abang Nggak Pulang
48 Bab 48 Kelulusan dan Rafelan
49 Bab 49 Kejutan Untuk Dilmar
50 Pengumuman Karya Baru #Hanya Adik Angkat Sersan Davis#Pantulan Tubuh di Cermin
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Bab 1 Melepas Kepergian Satgas
2
Bab 2 Menghubungi Dilmar di Jam yang Salah
3
Bab 3 Suara Perempuan di Ujung Telpon
4
Bab 4 Status WA Vanya "Kangen"
5
Bab 5 Kabar dari Sisi
6
Bab 6 Status WA Vanya 'Sedih dan Kecewa'
7
Bab 7 Ada Apa Dengan Istriku?
8
Bab 8 Pengacau Datang
9
Bab 9 Vanya Semakin Patah Hati
10
Bab 10 Tanda Tanya
11
Bab 11 Mulai Melupakan
12
Bab 12 Konsultasi Perceraian
13
Bab 13 Bertumpu di Atas Kakinya Sendiri
14
Bab 14 Desakan Deby
15
Bab 15 Gertakan Deby
16
Bab 16 Kepulangan Dilmar
17
Bab 17 Pertengkaran
18
Bab 18 Vanya Jijik Dengan Dilmar
19
Bab 19 Tantangan Vanya
20
Bab 20 Dilabrak Deby
21
Bab 21 Tiket Bulan Madu
22
Bab 22 Babak Belur Bagaikan Sang Pecundang
23
Bab 23 Mengobati Dilmar
24
Bab 24 Dilmar Tidak Mau Bicara Sepatah Katapun
25
Bab 25 Cengkraman Tangan Dilmar
26
Bab 26 Ikut Mandi Denganku!
27
Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
28
Bab 28 Vanya Sudah Menikah
29
Bab 29 Bekerja Kembali
30
Bab 30 Pesan Dari Vela
31
Bab 31 Pertemuan Vanya dan Sidik
32
Bab 32 Tidak Sadar Keceplosan
33
Bab 33 Khasiat Sambal Kencur
34
Bab 34 Buket dan Perhiasan Pemberian Sidik
35
Bab 35 Bertemu Sela
36
Bab 36 Cemburu
37
Bab 37 Mengembalikan Kotak Perhiasan
38
Bab 38 Bertandang ke Rumah Roby
39
Bab 39 Vanya Mengerjai Dilmar
40
Bab 40 Sela Sudah Bukan Selera Dilmar
41
Bab 41 Janji Dilmar
42
Bab 42 Melepas Kepergian Dilmar Secapa
43
Bab 43 Pembicaraan Anu
44
Bab 44 Ketindihan
45
Bab 45 Kerinduan Setelah Satu Bulan Tidak Bertemu
46
Bab 46 Menengok Bayinya Deby
47
Bab 47 Abang Nggak Pulang
48
Bab 48 Kelulusan dan Rafelan
49
Bab 49 Kejutan Untuk Dilmar
50
Pengumuman Karya Baru #Hanya Adik Angkat Sersan Davis#Pantulan Tubuh di Cermin

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!