Mayra berlari kembali ke kelas sambil menahan air mata agar tidak kembali tumpah di sepanjang jalan menuju kelas.
Sampai di kelas, Mayra langsung membereskan alat tulis dan memasukkannya ke dalam tas. Berniat untuk pulang lebih awal. Mayra tidak sanggup jika harus melanjutkan pelajaran dengan perasaan yang tengah berkecamuk.
Selesai memasukkan semua alat tulis ke dalam tas. Mayra menggendong tas itu kemudian buru-buru berjalan hendak keluar dari dalam kelas. Namun, saat hampir sampai di pintu kelas, pergelangan tangan Mayra ditarik lembut oleh seseorang. Langkah Mayra pun terhenti.
Mayra menoleh. Menatap Rere yang tengah berdiri sambil memegang pergelangan tangannya. Wajah Rere terlihat tampak begitu khawatir. "May..." ucap Rere. Menatap wajah sendu Mayra.
Mayra menghela nafas. "Jangan sekarang, Re!" ujar Mayra sambil melepas genggaman tangan Rere di tangannya.
Rere ingin kembali menghentikan Mayra. Namun Mayra lebih dulu melanjutkan langkahnya keluar dari dalam kelas.
"Pasti karena Agam lagi," gerutu Rere sambil mengepal erat kedua telapak tangannya menatap Mayra yang melangkah terburu-buru. "Agam Mahardika, liat aja pembalasan gue," geram Rere.
******
Mayra kembali ke rumah dengan menaiki angkutan umum yang kebetulan lewat depan halte sekolah. Sampai di rumah, Mayra langsung masuk ke dalam kamarnya. Melewati Bu'De Darmi begitu saja tanpa lebih dulu menyapa.
Sampai di kamar. Setelah lebih dulu menutup pintu, Mayra melempar tasnya ke atas meja belajar. Disusul dengan melempar tubuhnya sendiri hingga tertelungkup di atas kasur. Di kamar sederhana itulah, Mayra melepaskan rasa sesak di dadanya. Menangisi kesedihannya seorang diri.
' Mayra, gadis yang tertampar kenyataan '.
Mayra Calista. Seorang gadis biasa yang mencoba bertahan hidup dengan mengabdikan diri sebagai salah satu asisten rumah tangga di kediaman keluarga Mahardika. Sebelum Mayra tinggal di hunian mewah milik Vino Mahardika. Mayra menghabiskan masa kecilnya di sebuah Panti Asuhan di desa tempat Bu'De Darmi berasal. Saat itu Bu'De Darmi yang belum bekerja pada keluarga Mahardika, kerap ikut membantu mengasuh anak-anak di Panti Asuhan dekat rumahnya. Hingga saat Bu'De Darmi memutuskan untuk bekerja di kota. Bu'De Darmi yang begitu menyayangi Mayra kecil, membawa serta Mayra untuk ikut bersamanya.
Mayra kecil begitu bahagia saat pertama kali datang dan tinggal bersama keluarga Mahardika. Ayah Vino dan Bunda Alya, menerima kehadiran Mayra dengan tangan terbuka. Sepasang suami istri itu bahkan memperlakukan Mayra layaknya putri mereka sendiri. Tidak hanya Ayah Vino dan Bunda Alya, bahkan Reza dan Hana yang merupakan putra putri Bunda Alya dari pernikahan pertamanya ikut menganggap Mayra adalah bagian dari keluarga mereka.
Meskipun keluarga Mahardika menganggap Mayra bagian dari keluarga. Namun tidak membuat Mayra lupa akan siapa dirinya. Mayra bahkan menolak sebuah kamar mewah yang sengaja Bunda Alya siapkan di samping kamar Agam. Mayra lebih memilih untuk menempati kamar sederhana yang berada di samping kamar Bu'De Darmi. Saat berada di rumah pun, Mayra tidak hanya duduk diam. Sebisa mungkin Mayra membantu pekerjaan rumah yang bisa ia lakukan. Termasuk menyiapkan makan siang untuk Agam dan dirinya sendiri.
Namun, kebahagiaan dan kehangatan yang Mayra rasakan selama tinggal bersama keluarga Mahardika pada akhirnya membuat Mayra terkadang lupa dengan kenyataan sebenarnya. Hingga saat Agam mengungkapkan status Mayra sebenarnya. Membuat Mayra tersadar. Akan siapa Mayra sebenarnya bagi Agam.
Lelah menangis di atas tempat tidur. Mayra lantas beranjak menuju meja belajar. Dibukanya sebuah laci kecil yang berada dibagian bawah meja untuk mengambil sebuah kalung silver yang memiliki sebuah liontin berbentuk hati sebagai bandulnya.
Mayra menatap sendu sambil meraba kalung berwarna silver yang berada di tangannya. Satu-satunya benda yang ia miliki saat ia ditinggalkan begitu saja di depan pintu Panti Asuhan tempatnya di rawat saat masih Bayi. Ibu pengurus Panti lah yang menceritakan tentang awal mula Mayra berada di Panti Asuhan. Dan sebelum Mayra ikut pergi bersama Bu'De Darmi. Ibu Pengurus Panti mengembalikan kalung silver milik Mayra yang sebelumnya sengaja Ibu Pengurus Panti simpan agar tidak hilang.
"Ayah, Ibu... Kalian dimana? Kenapa begitu tega membuang ku begitu saja?" lirih Mayra. Mengelus lembut liontin berbentuk hati dengan sebuah lubang kunci di bawahnya. Kedua mata Mayra kembali berkaca-kaca hingga kembali meneteskan air mata.
"May..." panggil seseorang dari balik pintu. Selanjutnya terdengar suara pintu kamar Mayra yang diketuk berulang kali.
Mayra menyeka air matanya. Bergegas menyimpan kembali kalung berwarna silver itu ke laci bagian bawah meja. Lantas berjalan menuju pintu kamar untuk membukanya.
Begitu Mayra membuka pintu kamar. Bu'De Darmi tampak berdiri di depan pintu sambil tersenyum lembut.
"Boleh, Bu'De masuk?" tanya Bu'De Darmi lembut. Mayra mengangguk. Melangkah ke samping pintu untuk mempersilahkan Bu'De Darmi masuk.
Masuk ke dalam kamar Mayra, Bu'De Darmi lantas duduk di atas kasur empuk Mayra. Tangan kanan Bu'De Darmi menepuk lembut kasur Mayra. Meminta Mayra untuk duduk di atas kasur bersamanya.
Mayra yang paham dengan keinginan Bu'De Darmi, lantas berjalan untuk kemudian duduk di atas kasur tepat di samping Bu'De Darmi duduk.
*****
Agam menghela nafas saat berada di ujung percabangan lorong setelah ia memarkirkan kendaraannya di garasi. Jika berbelok ke arah kiri, artinya ia akan langsung bertemu pintu penghubung menuju rumah utama. Tapi jika ia berbelok ke arah kanan. Itu artinya ia akan menuju pintu penghubung rumah tempat Mayra berada.
Agam sudah melangkahkan kakinya ke arah kanan. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, Agam berhenti melangkah. Agam malah memutar tubuhnya dan berjalan menuju arah sebaliknya.
*****
Mayra yang sudah terlihat lebih segar, kembali melakukan aktifitas rutinnya. Membantu Bu'De Darmi menyiapkan makan siang untuk Agam. Kesibukan Ayah Vino dan Bunda Alya di luar rumah, membuat sepasang suami istri itu jarang menyantap makan siang di rumah. Karena itu Agam selalu menyantap makan siangnya hanya di temani Mayra.
"Den Agam sudah pulang, May. Tolong kamu panggilkan buat makan siang," ucap Bu'De Darmi menghampiri Mayra yang tengah mencuci beberapa jenis buah-buahan.
Mayra menghentikan sejenak aktifitasnya. menutup keran air untuk sejenak menatap Bu'De Darmi. "Bu'De,,, Bu'De saja ya, yang manggilnya. Mayra..." Mayra menghentikan kalimatnya. Ia malah menunduk lesu.
"Ya sudah! Biar Bu'De saja yang ke kamar Den Agam. Kamu yang lanjutin bawain makanan ke meja. Tanya dulu sama Mas Wahyu, yang mana saja yang mau dihidangkan," ucap Bu'De Darmi yang langsung paham dengan tingkah Mayra.
Mayra tersenyum lantas mengangguk patuh. Begitu Bu'De Darmi membalikkan badan hendak menuju kamar Agam. Mayra bergegas melanjutkan mencuci buah untuk selanjutnya menjalankan apa yang Bu'De Darmi perintahkan.
Mayra baru selesai menghidangkan beberapa menu masakan ketika Agam sampai ke ruang makan. Seperti biasanya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Agam langsung menarik sebuah kursi untuk ia duduki. Mayra yang sudah hafal betul dengan rutinitasnya. Segera menuangkan air mineral ke dalam gelas kosong Agam. Selanjutnya, Mayra mulai mengisi piring Agam dengan se'centong Nasi dan beberapa lauk favorit Agam.
Jika piring Agam sudah terisi dan Agam mulai makan. Barulah Mayra mengisi piringnya sendiri. Keduanya lantas menikmati makan siang bersama tanpa saling bicara. Hanya terdengar suara sendok garpu saja yang saling beradu di atas piring.
Sepanjang menikmati makan siang. Agam sebenarnya sempat beberapa kali mencuri pandang pada Mayra. Terlebih pada piring Mayra yang hanya berisi sedikit nasi dan hanya memakai satu macam lauk. Ingin rasanya Agam bertanya. Namun lagi-lagi segera ia urungkan.
Selesai menyantap makan siang. Agam yang hendak kembali ke kamar. Memutar kembali tubuhnya dan malah berjalan menghampiri Mayra yang tengah membereskan piring kotor di atas meja makan.
"May..." panggil Agam ragu-ragu.
Mayra mendongakkan kepalanya. Menatap sekilas Agam lantas kembali menunduk.
"Iya, Den," jawab Mayra.
Dahi Agam mengernyit. Mendengar Mayra menjawab panggilannya dengan menyematkan panggilan yang berbeda dari biasanya.
"Setelah ini, temui aku di kamar! Bawa serta buku Matematika dan kimia mu." Kali ini Agam berkata dengan suara tegasnya.
"Baik, Den," jawab Mayra tanpa menatap wajah Agam.
Dahi Agam kembali mengernyit, merasa tidak nyaman dengan panggilan yang Mayra sematkan padanya. Namun lagi-lagi Agam berusaha untuk mengabaikannya.
Melihat Agam yang sudah kembali berjalan menjauhi ruang makan. Mayra baru berani mendongakkan kepala. Mengingat kembali nasehat yang Bu'De Darmi sampaikan padanya di kamar tadi.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Obito Uchiha
kasian sama mayra. si agam ini kayaknya semena2 juga ya, tapi gak tau juga sih hatinya gimana, soalnya dia malah curi2 pandang sama mayra. kalo mayra sih kayaknya udah hati sama agam walau dia sendiri kayak belum yakin gitu
2025-04-18
0
Dewi Payang
Kayanya nih ya, menurut aku Agam gak bermaksud merendahkan Mayra dg mwngatakan Mayra pembantunya saat di depan teman2 team basketnya, lebih ke --> melindungi Mayra takut di ganggu temen2nya terutama.si Bayu, tapi May keburu salah faham, apa benar begitu kak author🤭🤭🤭🤭
2025-01-28
1
Filanina
Sebenarnya, emang di era modern ini masih pakai sebutan 'Den' pada majikan?
Serius tanya. Soalnya setahu saya, art sering panggil 'mas' 'mbak' 'kaka' 'ade' 'abang', 'neng', dan semacamnya buat manggil anak majikan.
2025-02-01
0