"Darimana saja kalian?" Vino Mahardika berkata seraya menatap tajam Agam dan Mayra yang kompak menundukkan kedua kepala mereka.
"Ayah, biarkan mereka berganti pakaian dan makan malam lebih dulu," ujar bunda Alya yang muncul dari dalam rumah kemudian berjalan mendekati putra putrinya.
Ayah Vino yang berniat menegur Agam, memilih mengurungkan niatnya saat sang istri tercinta sudah mulai membuka suara untuk membela sang putra.
Bunda Alya yang berdiri di depan Agam dan Mayra, tampak menggelengkan kepalanya melihat keadaan keduanya yang tampak basah kuyup. Namun saat menatap ke arah Mayra, bunda Alya menyunggingkan senyum tipisnya.
"Kalian masuklah dulu. Ganti pakaian, lalu temui bunda di ruang makan." ujar bunda Alya dengan lembut.
Agam dan Mayra kompak mengangguk. Keduanya lantas berjalan bersama masuk ke dalam rumah.
"Bunda..."
Mendengar panggilan dari ayah Vino, bunda Alya kembali menyunggingkan senyumnya, lantas berjalan menghampiri ayah Vino yang masih berdiri tegak hendak memprotes.
"Mereka baru saja pulang, Mas. Nanti saja kalau mau menegur mereka," ujar bunda Alya sembari meraih lengan kekar Ayah Vino untuk ia gandeng masuk ke dalam rumah. Jika sudah digandeng seperti itu, mana bisa ayah Vino melanjutkan protesnya.
*****
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian. Agam dan Mayra lantas menemui bunda Alya di meja makan.
"Ayo duduk dan makanlah dulu," ujar bunda Alya ketika melihat Agam dan Mayra menemuinya di ruang makan.
Lagi-lagi Agam dan Mayra hanya mengangguk patuh. kemudian menarik kursi yang biasa mereka duduki saat makan bersama.
Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang beradu di atas piring, karena semua orang yang berada di meja makan hanya fokus untuk menikmati makan malam tanpa obrolan apapun.
Selesai menyantap menu makan malam, Ayah Vino lebih dulu meninggalkan meja makan. Pria paruh baya itu hendak kembali ke ruangan kerjanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum beristirahat. Sementara masalah Agam dan Mayra, sepenuhnya sudah ia serahkan pada bunda Alya.
"Jadi... Kenapa kalian bisa pulang terlambat sambil basah-basahan seperti tadi?" tanya bunda Alya setelah melihat ayah Vino meninggalkan ruang makan.
Agam menghela nafasnya, kemudian menatap wajah bundanya yang juga tengah menatap ke arahnya.
"Tadi sebelum pulang, kami mampir ke danau di pinggir kota, lalu..."
"Lalu kamu ketiduran di sana?" tebak bunda Alya yang kemudian tersenyum. Sebenarnya, bunda Alya sudah sangat hafal dengan kebiasaan Agam yang selalu ketiduran ketika berada di tempat yang membuatnya merasa nyaman.
Mayra yang tadinya hanya diam dengan wajah tertunduk, sampai menegakkan kepalanya. Merasa terkejut karena bunda Alya bisa menebak dengan benar apa yang Agam lakukan di danau tadi.
Melihat ekspresi Mayra. Bunda Alya lantas melemparkan tatapan lembutnya pada Mayra.
"Mayra, sayang..."
"Lain kali, jika Agam ketiduran lagi. Kamu bangunkan saja. Kalau perlu, siram saja sekalian pakai air," seloroh bunda Alya. Membuat wajah tegang Mayra berubah menjadi lebih tenang bahkan tersenyum tipis. Sementara Agam, wajah datarnya malah berubah cemberut.
Melihat ekspresi berbeda yang ditunjukkan kedua remaja di depannya. Membuat bunda Alya serasa ingin tertawa, namun sebisa mungkin ia tahan karena tidak ingin membuat wajah sang putra semakin mengkerut karena merasa kesal.
"Ya sudah,,, sekarang lebih baik kalian kembali ke kamar. Selesaikan pekerjaan rumah kalian, lalu istirahat," titah bunda Alya.
*****
Mayra menghela kasar nafasnya, setelah lelah mencorat-coret selembar kertas untuk menghitung jawaban dari salah satu soal matematika yang sedari tadi belum selesai ia kerjakan. Padahal sudah lebih dari dua jam ia mencoba mengerjakannya, namun belum ada satu soal pun yang berhasil ia selesaikan.
"Kenapa sulit sekali?" keluhnya sambil kembali mencoba menghitung di selembar kertas yang sudah dipenuhi dengan angka-angka.
Drttt.. Drttt...Drttt...
Ponsel yang bergetar di atas meja langsung mengalihkan fokus Mayra. Diraihnya benda pipih itu. Layarnya menampakkan sebuah pesan dari seseorang yang tinggal di lantai atas kamar Mayra.
"Datanglah ke kamarku. Aku sudah selesai mengerjakan PR matematika. Kamu bisa menyalinnya dari buku milikku."
Setelah membaca pesan yang Agam kirim, Mayra kembali menghela nafasnya. Meletakkan kembali ponselnya ke atas meja lantas melirik ke arah jam berbentuk hati yang tergantung di dinding kamar.
Jarum jam tepat menunjukkan pukul 11 malam. Mayra tidak mungkin pergi ke kamar Agam di tengah malam hanya untuk mengambil buku latihan matematika milik Agam untuk ia salin. Padahal Agam bisa saja mengirimkan foto jawabannya saja. Namun ia malah menyuruh Mayra datang ke kamarnya untuk mengambil sendiri buku itu. Sepertinya, Agam memang berniat untuk mengerjainya malam ini.
"Kalau aku tidak menyalinnya malam ini. Besok pagi, aku pasti bakal kena omel Bu Siska," gumam Mayra sambil memijat pelipisnya yang mulai berdenyut nyeri. Membayangkan bagaimana nasibnya besok jika ia gagal menyelesaikan tugasnya. Sedangkan Mayra, tidak mungkin bisa menyelesaikan tugas itu seorang diri.
Maka Dengan membulatkan tekad, meski jantungnya berdebar kencang. Mayra memilih untuk nekad pergi ke kamar Agam untuk meminjam buku latihan matematika milik Agam. Mayra tidak ingin sampai terkena sangsi maupun omelan esok pagi. Meskipun itu artinya, Mayra terpaksa harus melanggar salah satu peraturan yang ada di rumah itu.
"Siapapun tidak diperkenankan naik ke lantai 2 lebih dari pukul 10 malam." Bunyi salah satu peraturan rumah yang terpaksa Mayra langgar malam ini. Peraturan itu sendiri sebenarnya mulai diberlakukan semenjak Mayra tinggal di rumah itu.
Perjalanan menuju kamar Agam dimulai saat Mayra membuka pintu kamarnya. Saat memegang gagang pintu tadi, Mayra sempat berdoa agar ayah Vino dan bunda Alya sudah tertidur nyenyak saat ini.
Perjalan dilanjutkan dengan Mayra yang berjalan mengendap-endap melewati beberapa ruangan sebelum akhirnya ia sampai tepat di depan anak tangga menuju lantai atas.
Di depan tangga, Mayra menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan untuk menenangkan degup jantungnya yang berdegup semakin kencang. Kedua matanya menatap lurus pada tumpukan susunan anak tangga yang akan ia lalui untuk bisa sampai ke lantai dua.
Sebelum kembali melanjutkan tekadnya, Mayra lebih dulu menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan jika tidak ada Bu'De Darmi atau asisten rumah tangga lain yang melintas apalagi sampai memergokinya.
"Sepertinya aman," gumam Mayra, setelah kedua matanya memastikan sendiri, jika tidak ada seorang pun yang melihatnya.
Sebenarnya, rumah mewah milik ayah Vino sudah dilengkapi dengan sebuah lift yang bisa mengantarkan siapapun naik sampai lantai 3. Namun sejak lift itu dibangun hingga saat ini, Mayra selalu merasa segan untuk menggunakannya.
Dengan bergerak perlahan dan sebisa mungkin tanpa mengeluarkan suara, Mayra mulai melangkahkan kakinya yang tanpa alas untuk menaiki satu persatu anak tangga, hingga akhirnya ia berhasil sampai ke lantai dua.
Di lantai dua, Mayra kembali melanjutkan langkah mengendapnya menuju kamar Agam. Beruntung, letak kamar Agam tidak terlalu jauh dari tangga dan tidak melewati kamar utama, sehingga Mayra bisa cukup merasa lega.
Berhasil berdiri depan kamar Agam, Mayra justru merasa ragu. Apalagi saat melihat pintu kamar Agam yang tertutup rapat. Mayra tidak mungkin mengetuk pintu itu, ia khawatir suara ketukannya terdengar sampai ke kamar utama yang memang berada di lantai yang sama.
Mayra yang tengah dirundung kegalauan perkara pintu, dibuat terkejut dengan pintu yang tiba-tiba terbuka. Tampak Agam muncul dari dalam sana.
"Ini bukunya!" ucap Agam seraya menyodorkan buku yang ia janjikan pada Mayra.
Mayra yang masih terkejut, hanya mengulurkan tangannya untuk meraih buku yang Agam sodorkan.
"Te-terimakasih," ujar Mayra dengan tergagap.
Agam hanya mengangguk kecil lantas kembali menutup pintu kamarnya.
Begitu pintu kembali tertutup, Mayra membalikkan badannya memunggungi pintu kamar Agam. Dipeluknya buku milik Agam dengan perasaan yang sedikit lega. Buku matematika yang menjadi targetnya, sudah aman berada di pelukannya. Kini Mayra hanya perlu kembali berjalan mengendap agar bisa kembali sampai ke kamarnya tanpa diketahui siapapun.
Mayra tidak tahu saja, jika apa yang dilakukannya sedari keluar kamar tadi, terpantau langsung melalui kamera pengawas yang dipasang begitu rapih hingga nyaris tak terlihat. Kamera pengawas canggih yang sengaja ayah Vino pasang hampir di seluruh ruangan yang berada di dalam rumah maupun area sekitar halaman rumah.
Mayra lantas kembali berjalan mengendap menuju tangga untuk kembali ke kamarnya. Mayra berpikir, jika ia telah berhasil meminjam buku Agam tanpa diketahui orang lain. Padahal di dalam kamar utama, tampak ayah Vino tengah menatap layar laptopnya untuk terus mengamati setiap pergerakan yang Mayra lakukan.
****
Sampai di sini dulu, terimakasih yang sudah berkenan membaca 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Obito Uchiha
si mayra jangan2 dijebak nih sama agam. soalnya ngeliat sifat agam yg agak gimana gitu sama mayra jadi saya mikir gitu. mungkin juga agam udah tau kalo pak vino suka ngeliat laptop malem2, ya mungkin aja sih
2025-04-08
0
Zenun
Hei, kau malah ngajarin nyontek
2025-01-16
1
Zenun
Kalau digandeng,, Vino menjadi jinak
2025-01-16
1