Bab 3

"Dari mana saja?" tanya Agam penuh penekanan, kedua matanya menatap tajam Mayra yang baru saja menghampirinya kemudian duduk di kursi kosong di depan Agam duduk.

Mayra yang merasa bersalah karena sudah membuat Agam menunggu, hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Maaf." Sesal Mayra, tanpa berani menatap wajah Agam.

Agam menghela nafas, kedua matanya masih menatap ke arah Mayra yang tertunduk lesu. Tidak tega juga melihat sahabat sedari kecilnya itu menundukkan wajahnya seperti itu.

"Sudahlah... Sebaiknya kita makan siang lebih dulu! Aku sudah memesan makan siang untukmu," Agam memilih untuk tidak memperpanjang kesalahan Mayra yang tidak mematuhi ucapannya untuk menunggunya di kafe.

Mayra hanya mengangguk, masih merasa tidak enak untuk menatap langsung wajah Agam. Sesaat kemudian makanan yang sudah Agam pesan pun datang. Keduanya lantas menikmati makan siang tanpa obrolan.

Setelah menyantap makan siang, Agam kembali mengajak Mayra mengunjungi distro miliknya di tempat yang berbeda. Hingga sore hari Mayra setia menemani kemana pun Agam pergi.

Di perjalanan menuju pulang, Agam sengaja mengajak Mayra untuk singgah di sebuah danau yang terletak di pinggir kota.

Suasana danau yang tenang dengan banyaknya pepohonan rindang membuat Agam selalu merasa nyaman bila berkunjung ke sana.

"Ini sudah terlalu sore," ujar Mayra melihat ke arah Agam yang terlihat masih betah duduk di sampingnya sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi panjang, kedua tangannya terlipat di depan dada dengan kedua mata yang terpejam.

Sudah hampir satu jam mereka duduk bersama, namun Agam lebih betah duduk berdiam diri tanpa obrolan, sedangkan Mayra, gadis itu sudah merasa bosan sedari tadi, meski Mayra berusaha mengalihkan kebosanannya dengan bermain game di ponselnya.

Mayra kembali melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarumnya menunjukkan lebih dari pukul 5 sore, Matahari pun sudah mulai bersiap menenggelamkan diri, suasana di sekitar semakin terasa sunyi, karena sudah banyak pengunjung yang meninggalkan area danau.

"Agam..." panggil Mayra. Berharap Agam segera membuka matanya. Sebenarnya sedari tadi Mayra merasa curiga, jika Agam tengah tertidur saat ini.

"Agam..." Sekali lagi Mayra mencoba memanggil Agam, namun Agam terlihat tetap tidak merespon panggilannya. Pemuda itu masih anteng dalam posisi yang sama dengan kedua mata yang masih terpejam, seolah tidak mendengar panggilan Mayra.

Karena tidak juga mendapat respon. Mayra yang penasaran, perlahan menggeser tubuhnya mendekati Agam, bahkan sampai mencondongkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Agam dari jarak yang lebih dekat, hendak memeriksa apakah Agam benar-benar tertidur? atau hanya sekedar memejamkan mata.

Niat awal memang hanya membunuh rasa penasaran, namun niat itu malah berlanjut menjadi mengagumi wajah tampan Agam. Tanpa berkedip Mayra terus menatap wajah tampan Agam yang tampak tenang dengan kedua mata yang masih terpejam.

Wajah yang tampak mulus tanpa adanya bekas jerawat, hidung mancung yang tampak serasi berpadu dengan sepasang alis yang tebal, ditambah bibir tipis Agam yang tampak kenyal seperti jelly, tentu saja membuat pikiran Mayra sempat melayang kemana-mana.

"Mayra, sadarlah! Dia itu putra majikanmu, dia juga pemilik hati sahabatmu," gumam hati kecil Mayra, mencoba menyadarkan dirinya sendiri. Mayra yang mulai tersadar pun sampai harus menggelengkan kepalanya untuk mengembalikan pikirannya yang tadi sempat melayang kemana-mana.

Mayra yang tidak ingin terus terbawa arus pikirannya, memilih untuk segera menarik kembali tubuhnya, lebih baik ia menunggu saja sampai Agam bangun sendiri dan mengajaknya pulang daripada pikirannya malah jadi terkontaminasi.

Mayra hendak menarik tubuhnya sendiri untuk segera menjauhi Agam. Namun sebelum Mayra sempat menarik tubuhnya, kedua mata Agam lebih dulu terbuka, hingga sejenak kedua pasang mata itu pun saling beradu pandang.

Mayra langsung memalingkan wajahnya dan berdiri menjauhi Agam, Mayra merasa malu dan tidak enak hati karena telah tertangkap basah sempat memandangi wajah Agam dari jarak yang begitu dekat.

"Maaf,,," ujar Mayra sambil menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan wajahnya yang hampir memerah karena malu.

Agam hanya berdehem untuk mencairkan suasana yang seketika menjadi canggung.

Melihat Mayra yang masih menundukkan wajahnya, Agam lantas meraih jaket dan tas miliknya yang berada di sampingnya,

"Sebaiknya, kita pulang sekarang!" ujar Agam setelah beranjak dari duduknya dan hendak melangkah meninggalkan kursi panjang.

Agam berjalan lebih dulu menuju tempat ia memarkirkan motornya, sementara Mayra memilih berjalan mengekori Agam. Mayra masih merasa malu untuk berjalan beriringan dengan Agam.

Sampai di tempat Agam memarkirkan motornya hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Agam dan Mayra pun berlari menuju sebuah warung kecil untuk sekedar berteduh.

"Bagaimana sekarang? Bahkan hujannya malah semakin deras!" tanya Mayra yang mulai merasa takut. Bukan hanya merasa takut, tubuh Mayra bahkan sudah merasa kedinginan karena sempat terkena air hujan saat berlari hendak berteduh tadi.

Agam menghela nafasnya, menatap kearah langit yang mulai gelap dengan hujan yang turun semakin deras.

"Kita tidak mungkin menunggu terlalu lama di sini! Sebentar lagi pintu gerbang depan akan segera ditutup," jawab Agam tanpa menatap ke arah Mayra.

"A-apa...?" Mayra tercengang. Tidak mengira jika pintu masuk gerbang area danau ditutup jika malam hari. Ucapan Agam barusan tentu saja membuat Mayra semakin bertambah panik bercampur takut.

Agam menatap Mayra sekilas, terlihat Mayra yang tampak menggigil dengan pakaian seragam yang basah kuyup. Pakaian dalam Mayra juga bahkan tercetak jelas karena seragam Mayra yang basah itu.

Agam bergegas melepas jaket yang dipakainya, lantas menarik lembut tubuh Mayra untuk kemudian ia pakaikan jaket miliknya itu pada Mayra.

Mayra hendak kembali membuka jaket yang sudah menempel ditubuhnya, merasa tidak enak hati jika ia malah memakai jaket itu, sedangkan Agam sendiri pasti akan merasa kedinginan.

"Pakai atau kutinggalkan kamu disini sendirian!" ancam Agam yang melihat Mayra hendak melepas jaket yang sudah ia pakaikan. Ancaman Agam tentu saja membuat Mayra mengurungkan niatnya, apalagi Agam berkata sambil menatap tajam wajah Mayra.

Agam dan Mayra berlari menerobos hujan menuju motor, mereka harus segera bergegas pergi dari area danau sebelum pintu gerbang depan ditutup.

Beruntung, keduanya bisa segera keluar dari area danau sebelum pintu gerbang depan benar-benar ditutup.

Agam mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi, menerobos derasnya hujan dan langit yang sudah gelap. Mayra yang duduk di jok belakang semakin menggigil kedinginan, kedua tangannya bahkan sudah keriput dan memucat, menyulitkan Mayra untuk sekedar berpegangan pada bagian belakang motor.

"Pegangan!" teriak Agam sambil terus menggeber motornya. Derasnya hujan dan petir yang menggelegar membuat Agam harus berteriak Agam Mayra mendengar ucapannya.

Mayra hendak berpegangan pada tubuh Agam, namun segera ia urungkan. Merasa segan jika harus berpegangan pada tubuh Agam.

Agam yang hendak menaikkan kecepatan motornya, menarik paksa tangan kiri Mayra agar segera berpegangan pada pinggangnya. Mayra hendak menolak, namun Agam yang tiba-tiba menaikkan laju motornya membuat Mayra terpaksa memeluk tubuh Agam agar tubuhnya tidak terjengkang ke belakang.

Setelah 30 menit berkendara di bawah guyuran hujan, akhirnya keduanya sampai di halaman rumah. Seorang pria berpakaian hitam bergegas membawakan sebuah payung dan berlari menghampiri Agam yang baru saja menghentikan laju motornya. Pria itu lantas memberikan payung itu pada Mayra yang baru saja turun dari atas motor.

"Den Agam, biar saya saja yang membawa motornya ke garasi," ujar pria itu.

Agam mengangguk, lantas turun dari atas motor. Begitu melihat Agam turun, Mayra langsung memayungi Agam, namun Agam malah langsung berlari menuju rumah tanpa Ingin dipayungi oleh Mayra.

Agam yang baru sampai di teras dan hendak membuka pintu utama dibuat terkejut dengan pintu yang tiba-tiba dibuka dari dalam, lantas menampakkan seorang pria paruh baya yang berdiri tegak sambil menatap ke arah Agam dan Mayra secara bergantian.

Mayra yang tadinya hendak masuk lewat pintu samping, langsung mengurungkan niatnya begitu melihat pria paruh baya itu berdiri di ambang pintu. Mayra malah bergegas berjalan untuk berdiri di samping Agam.

"Darimana saja kalian?" tegur pria paruh baya itu dengan suara tegasnya, membuat Agam dan Mayra kompak menundukkan kepala mereka.

(Hayo lho dimarahin Babeh Vino... 🤭)

bersambung...

Mohon tinggalkan jejak, like dan komentarnya ya.... Terimakasih 🙏

Terpopuler

Comments

Obito Uchiha

Obito Uchiha

agam agak kasar. tapi btw, saya suka banget pas mayra keterusan natap wajah agam, wah so sweet banget! apalagi agam gantengnya gak ketulungan.

babeh vino hebat juga bisa bikin agam yg agak galak tertunduk.

saya kasih bunga mawar kak, semangat

2025-04-07

0

Filanina

Filanina

kalau tampan, dianggurin pun betah nemenin ya...

2025-01-10

1

💘Ƴᾰуᾰ💘✨

💘Ƴᾰуᾰ💘✨

Babe Vino udh punya cucu blum...🤣🤣🤭🤭

2025-01-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!