Cinta Dari Facebook
Hari ini Nayla pulang bekerja pukul sembilan malam, sebab ia mendapat jadwal sift siang.
“Assalamu'alaikum, Andi.” Nayla sampai di rumah dan membuka pintu.
“Wa'alaikumsalam salam, Mbak,” jawab Andi.
Andi adalah adik Nayla yang berusia 21 tahun. Nayla hanya tinggal berdua bersama adiknya karena orang tua mereka sudah lama meninggal.
Nayla duduk di kursi sebentar untuk melepas lelah, ia melihat adiknya yang tengah serius menonton pertandingan sepak bola.
“Andi, udah makan belum? Mau Mbak beliin makanan nggak? mumpung Mbak belum ganti baju,” tanya Nayla.
“Udah kok, Mbak, tadi beli nasgor di depan gang.
Mbak, sendiri udah makan?” tanya Andi pada Nayla.
“Udah. Mbak mandi dulu, besok Mbak dapat sift pagi. Kamu jangan malem-malem tidurnya, kan besok kuliah.”
“Iya, Mbak, kurang 20 menit lagi.”
Selesai mandi Nayla melihat ponselnya. Ada 10 pesan dan lima missed call messenger dari Fahad. Nayla mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia sungguh sangat lelah dengan sikap Fahad. Ingin rasanya ia memblokir Facebook dan Messenger pria itu, tapi entah mengapa ia tidak pernah melakukan itu .
Iya ... Fahad dan Nayla saling mengenal lewat aplikasi Facebook satu tahun yang lalu. Saat pertama melihat pesan dari Fahad yang berisi,
“thank's for your like, Dear.”
Nayla memang menyukai salah satu foto pria itu di Facebook. Bukan foto pria itu sendiri, tapi sebuah foto pohon dan pemandangan. Nayla tidak pernah mau memberi like pada foto seorang pria, dia tidak ingin di katakan sebagai gadis yang sedang mencari perhatian.
Seperti gadis pada umumnya. Nayla melihat profil Fahad terlebih dahulu sebelum membalas pesannya. Bukan ingin melihat Fahad tampan atau tidak, tapi ingin tahu pria itu masih sendiri atau tidak. Dan, setelah itu dia pun membalas pesannya
“My pleasure.” Nayla membalas seperti itu.
Nayla memang wanita yang mudah berteman, ketika ada seseorang menawarkan pertemanan dengan baik dan sopan ia akan menyambutnya dengan baik pula.
Setelah cukup lama mereka saling mengenal—satu tahun lamanya, sampailah pada pertanyaan Fahad yang di tujukan untuk Nayla
“Apa gelar pendidikanmu?”
Seketika Nayla di buat heran dengan pertanyaan pria berkebangsaan India itu.
Baru kenal udah berani nanya-nanya gelar pendidikan segala. Batin Nayla berkata.
Tetapi, dengan santai dan tanpa rasa malu Nayla pun menjawab, “aku tidak punya gelar, aku juga tidak kuliah. Aku bekerja sebagai pelayan restoran,” jawabnya.
Fahad yang tengah duduk di meja kerjanya itupun di buat heran oleh jawaban gadis berhijab itu, Nayla. “Apa kamu berkata jujur?” tanyanya.
“Iya tentu. Untuk apa aku berbohong."
Setelah cukup lama mereka saling mengenal dan terkadang mereka mengobrol lewat video call Messenger, akhirnya Fahad memberanikan diri bertanya nomor WhatsApp Nayla.
Nayla langsung menolak, ia merasa sudah cukup mereka berteman lewat media sosial, jangan sampai merambah ke kehidupan pribadi .
Fahad pun menyerah, ia tidak pernah bertanya tentang nomer WhatsApp Nayla .
Fahad mengatakan semua kehidupan pribadinya pada Nayla, termasuk keluarga, pekerjaan, dan perusahaannya. Fahad anak pertama dari 3 bersaudara, kedua adiknya perempuan, Yasmin dan Yumna .
Ayah Fahad sudah lama meninggal. Keluarganya mempunyai bisnis menjual saffron, bunga cantik yang memiliki banyak khasiat. Salah satu manfaatnya ialah obat anti kanker. keluarganya mempunyai perkebunan saffron yang cukup luas. Nilai jualnya memang cukup mahal, meski begitu ... tidak mengurangi penikmat bunga saffron kering karena memang banyak khasiatnya dan cara meminumnya yang mudah. Cukup menaruh satu atau dua lembar saffron kering kedalam gelas lalu di siram air panas, di aduk dan tunggu sebentar, warna air tersebut akan berubah dan siap diminum.
Fahad kini pun sedang membangun perusahaan industri di new Delhi yang ia beri nama Fahad Industries. Yasmin, adiknya dan Sahil sahabatnya-lah yang membantu membangun perusahaan itu dari nol.
Begitupun dengan Nayla, dari awal ia jujur tentang hidupnya. Keluarga, pekerjaan, status sosial pun ia katakan bahwa dia bukan orang kaya. Kedua orang tuanya meninggal sudah lama, Nayla anak ke empat dari lima bersaudara. Semua kakaknya sudah menikah dan memiliki rumah masing-masing. Kini hanya Nayla dan Andi yang tinggal di rumah peninggalan orang tuanya.
Saat Nayla akan mendaftar kuliah, orang tua Nayla meninggal karena kecelakaan. Nayla pun memutuskan untuk tidak mendaftar kuliah dan memilih bekerja saja.
Nayla berpikir, jika ia tidak bekerja lalu bagaimana dengan nasib pendidikan Andi adiknya yg saat itu masih kelas 2 SMK—untuk biaya pendidikan Andi, memang sudah ada uang tabungan dari orangtua mereka—gaji Nayla hanya cukup untuk makan dan keperluan sehari-harinya dan Andi. Jika ada lebih, maka Nayla akan menabungnya.
***
Nayla terkejut saat membaca pesan Fahad.
“Nayla, sebenarnya aku punya perasaan sama kamu
Ya, aku menyukaimu. Saat aku mengenalmu, aku merasa aku hidup kembali setelah perceraianku dengan istriku 2 tahun yang lalu. Aku tidak tahu apakah kamu mempercayaiku atau tidak, tetapi aku mohon kamu untuk mempercayaiku. Pada awalnya aku bingung dengan perasaanku sendiri, apa yang terjadi dengan hati dan hidupku sekarang. Aku mohon terimalah cintaku.”
Nayla hanya diam, menggaruk kepalanya yg tidak gatal itu. Setelah lama terdiam, Nayla pun hanya membalas, “it's bullshit.”
Fahad memutuskan menelpon Nayla, namun gadis itu lebih memilih mengabaikannya dan melanjutkan pekerjaannya di restoran.
Dalam hati Nayla berbicara,
ada apa ini? Ini gila! Bisa-bisanya dia bercanda seperti itu denganku. Iya, dia memang tampan dan kaya, wanita manapun pasti akan jatuh hati padanya. Saat pertama Fahad video call pun aku sempat terkesima dengan ketampanannya, apalagi saat dia tersenyum. Membuat hatiku meleleh rasanya.
Seketika Nayla sadar dan mengatakan istighfar berkali-kali seraya berkata dengan dirinya sendiri.
“Sadar Nayla sadar! Dia siapa kamu siapa. Mana mungkin orang kaya seperti Fahad akan jatuh cinta dengan gadis jelek dan miskin sepertimu. Jangan bodoh Nayla, jangan bodoh.”
Saat masih bingung dengan dirinya sendiri, Nayla di kejutkan ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang.
“Sari!” seru Nayla. “Kamu apa-apaan, sih! Ngagetin aku aja.”
“Lagian, kamu ngapain ngomong sendiri kaya orang gila?” tanya Sari yang tak lain adalah teman satu pekerjaan dengan Nayla—sebagai pelayan.
“Nggak kenapa-kenapa. Eh, udah selesai kamu salatnya?” tanya Nayla, mengalihkan pembicaraan Sari yang masih curiga dengan sikapnya.
“Iya, udah.”
“Ya, udah. Ganti aku yang salat.”
Sari mengiyakan ucapan Nayla.
***
Tepat pukul satu siang, Nayla hendak pulang ke rumah dari tempat bekerjanya. “Nay, nonton, yuk? Ada film baru nih,” ajak Sari
Nayla menolak ajakan Sari “Enggak, Sar, maaf. Aku capek. Lain kali aja, ya.”
“Oke. Lain kali, ya? Awas bohong,” kara Sari.
Di pikiran Nayla, hanya tertuju pada kamar dan kasur—ia ingin segera tidur, mengistiratkan tubuh dan pikirannya sejenak yang lelah akan semua sikap dan ucapan cinta dari Fahad.
Nayla sudah sampai di rumah, ia pulang dengan menggunakan jasa ojek online seperti biasanya. Segera, Nayla membersihkan diri. Selesai, Nayla kini tengah berbaring di atas ranjangnya, meraih ponselnya yang berada di meja nakas. Ia mengatur ponselnya dalam mode senyap, tidak ingin tidurnya terganggu oleh Fahad yang masih saja mengirim pesan dan menelponnya—mengatakan tentang perasaanya.
***
Seminggu sudah sejak Fahad mengatakan perasaan pada Nayla. Ia tidak membalas pesannya sama sekali.
Bukan ia merasa sebagai seseorang yang sangat cantik, Nayla hanya takut jika ia menanggapi Fahad, hatinya akan terbuka dengan sendirinya. Nayla tahu itu pasti akan menyakitinya.
Hari Sabtu ....
Setiap minggu semua karyawan restaurant mendapat jatah libur satu hari selama seminggu. Nayla memilih hari sabtu untuk hari liburnya. Terkadang, salah satu temannya ingin bertukar hari libur, Nayla pun tidak keberatan dengan hal itu. Seusai menunaikan ibadah salat subuh, Nayla kini tengah memasak dan melakukan semua pekerjaan rumah layaknya seorang ibu rumahtangga.
“Mbak, nanti pulang mau titip apa?” tanya Andi sembari memakai sepatu—bersiap untuk pergi ke kuliah.
“Nggak titip apa-apa, Ndi. Mbak lagi nggak pengen sesuatu, kamu pulangnya jangan telat, nanti bantuin Mbak benerin genteng yang bocor. Kan, udah mau musim ujan.”
“Siap, Mbak, assalamu'alaikum.”
“Wa'alaikumsalam,” jawab Nayla seraya menepiskan senyumnya.
Tidak seperti teman-temannya yang memilih menghabiskan waktu di mall, nonton, atau nongkrong di cafe ketika hari liburnya, Nayla lebih memilih di rumah dengan segala kesibukan. Selesai mencuci baju, Nayla duduk di kursi ruang tamunya memainkan ponselnya. Membuka media sosial yang ia miliki.
Pesan dari Fahad kembali masuk, masih dengan pembahasan yang sama—tentang perasaanya. Kali ini, Nayla merasa harus membalas pesan Fahad, sudah cukup lama ia mengabaikan pesan pria itu, pikirnya.
“Hai, Nayla how are you?” ~ Fahad.
“Alhamdulillah. I'm good, how about you?” ~ Nayla.
“Aku sedang tidak baik, Nayla.” ~ Fahad.
“Kenapa?” ~ Nayla.
“Karena kamu tidak membalas pesanku, aku sangat merindukanmu, Nayla.” ~ Fahad.
Nayla tersenyum tipis, merasa apa yang di katakan Afsal itu sangatlah berlebihan, untuknya.
Nayla tidak membalas pesan Fahad. “Kayaknya duduk di taman enak kali, ya?” Nayla bertanya pada dirinya sendiri.
Nayla memutuskan untuk pergi ke taman yang tidak terlalu jauh dari rumahnya seorang diri. Tdak terlalu sepi dan tidak terlalu ramai juga. Setiap Nayla merasa sesak akan semua masalah, Nayla selalu pergi ke taman tersebut. Dengan membawa tas punggung kecil dan sebotol air di tangannya, Nayla kini duduk di salah satu kursi besi, matanya sibuk memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depannya. Hanya begitu saja, Nayla merasa sudah cukup tenang dan sejenak bisa melupakan apa yang membuat hati dan pikirannya lelah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Sinta Amalia
suka Thor.
panjang bener chapter pertama.
emmm
menarik
2023-03-10
0
Gita_sdrk
bagus
2023-02-20
0
Rani
cowok nya orang mana
2020-05-07
1