Fahad dan Nayla sudah berada di dalam mobil hotel yang akan membawa mereka pulang ke rumah Nayla terlebih dulu. Ya, Fahad sudah check out. Mereka akan berangkat ke bandara dari rumah Nayla.
Tanpa Nayla tahu, semua kakak dan kakak iparnya sudah berkumpul di rumah. Mereka menyambut kedatangan sepasang kekasih yang akan berangkat ke India itu.
Sesudah salat maghrib, mereka bergegas ke bandara. Suasana haru tercipta ketika Nayla dan Fahad berpamitan. Entahlah, semua kakak Nayla merasa berat melepas Nayla ke India. Belum menikah, hanya berkunjung. Tapi mengingat adik perempuan mereka yang baru pertama kali ini pergi jauh, pun bersama pria yang belum sah menjadi suaminya, tentu hati mereka merasa berat.
Begitu pula dengan Andi, ia terus menggenggam jari jemari Nayla. Keduanya duduk berdampingan di kursi tunggu. “Jaga Mbak Nayla, aku memberimu kepercayaan. Jangan merusak kepercayaanku.” Andi berkata dengan tegas kepada Fahad.
“Aku akan menjaganya. Kamu bisa percaya sama aku.” Fahad berucap penuh keseriusan.
Tak lupa, Nayla juga berpesan kepada Andi agar menjaga pola makan dan istirahatnya. “Jangan begadang. Kamu harus jaga kesehatan, Mbak nggak mau dengar kamu sakit.”
Andi mengangguk pasti, “iya, nanti sering telpon Andi, ya, Mbak?” tanya Andi yang di jawab anggukan kepala oleh Nayla.
Sudah saatnya Fahad dan Nayla masuk ke ruang tunggu terminal tiga penerbangan internasional. Satu persatu Nayla memeluk kakak dan kakak iparnya.
“Kamu hati-hati, Nay, jaga diri dan jangan lupa kasih kabar kalau udah sampai India.” Mas Arif memeluk erat, mengusap lembut kepala adiknya, Nayla.
“Iya, Mas, aku titip Andi.”
Andi yang berdiri di samping Fahad, tak henti ia memberi pesan sekaligus peringatan agar menjaga kakaknya. Ia dan semua keluarga sudah menaruh rasa percaya kepada Fahad. Bahwa pria itu akan menjaga Nayla dan tidak akan membuatnya terluka.
“Kamu boleh membunuhku kalau aku tidak menjaga Nayla di sana.” Fahad berucap dengan tegas. Ia memang bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Rasa cintanya membuat ia menghormati wanita berhijab itu, wanita yang membuatnya kembali hidup. Merasakan kembali apa itu cinta. Wanita sederhana yang membuatnya selalu jatuh cinta.
Kini Andi yang menghampiri Nayla, ia memeluk erat tubuh mungil kakaknya itu. Ya, tubuh Andi lebih besar daripada Nayla.
“Hati-hati, Mbak, Andi bakal kangen banget sama, Mbak. Mbak, jangan telat makan. Jaga diri. Telpon Andi kalau Fahad nyakitin hati, Mbak.” Andi masih memeluk Nayla.
“Iya, kamu juga jaga diri. Dan jangan aneh-aneh di rumah. Jangan bawa anak cewek orang,” pesan Nayla.
Andi merenggangkan pelukannya. Ia menatap wajah sendu dari Nayla. “Nggak bawa ke rumah, kok. Tapi ke hotel.”
Nayla melayangkan pukulan ke lengan Andi. “Jangan ngaco!”
Andi terkekeh menerima pukulan itu. Sekali lagi ia memeluk Nayla. Semakin mengeratkan pelukan itu. “Jaga diri, ya, Mbak.”
“Iya, Andi, kamu udah ngomong berkali-kali.”
***
Fahad menggandeng tangan Nayla, keduanya berjalan masuk sembari sesekali melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan untuk sementara waktu bagi mereka.
“Nayla cuma seminggu di sana. Kenapa rasanya lama banget, ya,” mata Mbak Indah mulai berkaca-kaca. Melihat Nayla dan Fahad yang sudah jauh dari jangkauan padangannya.
“Kamu selalu kayak gitu. Dikit-dikit pasti nangis kalau menyangkut Nayla.” Mas Arif menghapus air mata sang istri yang sudah mengalir membasahi pipinya
“Siapapun pasti nangis, Mas, lihat perjuangan Nayla selama ini.” Mbak Mita menimpali. Kakak ipar kedua Nayla. “Nggak nyangka aja, dia mau nikah sama warga negara asing. Adik kita yang hanya lulus SMA, yang sangat menyukai pelajaran Bahasa Inggris. Sekarang dia dapat jodoh orang India.” Sambungnya.
“Jadi, kita masih mau ngadain acara nangis di sini?” celetuk Andi.
“Jangan ngeledek. Nanti kamu di kamar sendirian, ternyata nangis gara-gara kangen sama Nayla,” kata Mas Reno.
Semua menertawakan Andi yang tengah kesal. Mereka pun bergegas untuk pulang.
***
Fahad dan Nayla sudah berada di dalam pesawat. Sejak daritadi, Nayla hanya diam. Ia menunduk sembari meremas jari jemarinya sendiri.
“Sayang?” panggil Fahad dan Nayla pun menoleh. “Kamu kenapa?” tanyanya yang hanya dijawab gelengan kepala serta senyuman yang terlihat dipaksakan oleh Nayla.
Fahad menyentuh pipi Nayla dengan lembut, “kamu berat jauh dari Andi?” tanyanya.
Nayla menatap kedua manik mata Fahad. Ia mengangguk lalu ia kembali menunduk. “Aku nggak pernah jauh dari Andi. Kemanapun aku pasti sama Andi. Sekarang dia sendirian di rumah.”
“Apa kita balik aja? Nanti sampai Malaysia kita batalin tiket ke India.”
Sontak Nayla menoleh, ia menggeleng keras. “Maaf, aku nggak bermaksud gitu. Aku cuma—”
Fahad memotong ucapan Nayla, “enggak, Sayang, aku tahu kamu nggak bermaksud buruk dengan mengatakan hal itu. Kamu dekat banget sama Andi, dan dia juga pasti berat harus jauh dari kamu. Nggak masalah, kalau kamu mau kita balik. Aku nggak mau kamu sedih.”
“Enggak, Fahad, aku nggak mau nanti ibu kamu kecewa. Aku cuma masih kebawa suasana tadi, aku masih bisa merasakan pelukan Andi,” ujar Nayla.
“Ya, udah, nanti kamu telpon Andi kalau sudah sampai Malaysia. Dia pasti nunggu telpon kamu.”
Nayla mengangguk. Memang berat, harus jauh dari adik yang paling ia sayang. Adik yang selalu berada di sampingnya, yang selalu membuatnya kesal yang juga sesekali membuatnya marah dengan segala kejahilannya. Baru sebentar, Nayla sudah sangat merindukan Andi.
Sama halnya dengan Nayla, Andi juga sangat berat harus berjauhan dari kakaknya. Andi kini tengah berbaring di ranjang tidurnya, menjadikan tangannya sebagai bantal. Ia menatap langit-langit kamarnya. Terlihat bayangan senyum dan tawa Nayla di sana.
Nayla ... kakak yang selalu bersamanya setelah kedua orangtuanya meninggal. Kakak yang mengorbankan masa depan pendidikan hanya untuk dirinya. Nayla harus mengorbankan keinginannya untuk menempuh pendidikan di universitas dan harus bekerja sebagai pelayan restaurant. Kakak yang selalu berada di sampingnya meskipun ia membuat kesalahan, entah itu kesalahan kecil atau besar.
Tentu Andi sangat menyayangi Nayla. Tapi kini, untuk pertama kalinya ia harus berjauhan dengan Nayla. Hanya seminggu, tapi baru beberapa jam berlalu, Andi sudah merindukannya.
***
Sesampainya di Malaysia, Nayla segera menelpon Andi sembari menunggu pesawat selanjutnya yang akan membawanya ke India. Pesawat delay selama satu jam, Nayla menggunakan waktu itu untuk melakukan panggilan video dengan Andi.
Fahad yang baru datang dengan membawa dua botol air minum yang baru saja ia beli itupun mendaratkan tubuhnya di samping Nayla. Ia tersenyum melihat Nayla yang terlihat bahagia setelah bisa melihat Andi.
Fahad tidak keberatan, ia tidak egois dengan kasih sayang diantara Nayla dan Andi. Dimana keduanya terlihat sangat dekat dan tidak bisa untuk jauh satu sama lain. Melihat Nayla dan Andi, Fahad teringat akan kedua adiknya. Yasmin dan Yumna. Setelah perceraiannya dua tahun lalu, ia sangat jauh dari kedua adiknya itu. Tidak ada kehangatan seperti persaudaraan Andi dan Nayla.
Fahad menyesali itu, dimana ia tidak pernah memeluk dan memberi kehangatan kepada kedua adiknya dua tahun ke belakang ini. Nayla dan Andi membuatnya sadar, bahwa ia harus menjadi kakak yang lebih baik lagi. Ya, seperti Nayla yang selalu ada untuk Andi, yang selalu berada di sampingnya meskipun Andi melakukan kesalahan.
Hubungan saudara tidak akan pernah mati, bagaimanapun keadaan dan berapa kali terjadi pertengkaran ... percayalah, saudara tetap saling menyayangi meskipun tidak ada kata yang terucap dari bibir mereka.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Shellia
darah lebih kental dari air
2021-07-09
1
Lasma Tarida
Cinta dimulai dr FB... akhirnya copy darat....
2020-06-18
2