Di kamar hotel setelah menelfon kelurganya, Fahad tengah sibuk bekerja dengan komputer lipat miliknya. Ia memeriksa beberapa email yang di kirim Alina, sekertarisnya.
Sebuah pesan masuk ke ponsel Fahad.
“Kamu sudah makan?” ~ Nayla.
Fahad tersenyum simpul melihat isi pesan Nayla. Ini pertama kalinya Nayla mengirim pesan padanya—lebih dulu.
“Iya, Sayang. Udah.” ~ Fahad.
“Apaan, sih!” ~ Nayla.
“I love you, Sayang.” ~ Fahad.
Nayla tidak membalas lagi pesan Fahad, sebab manager restoran memanggil semua karyawan untuk berkumpul.
“Hari ini semua pulang jam sebelas, ya, ada acara ulang tahun. Mereka booking jam delapan sampai jam sepuluh malam.”
“Iya, Pak,” jawab para karyawan secara bersamaan.
Setelah pak manager pergi, Nayla mengirim pesan kepada Andi, bahwa ia akan pulang terlambat.
“Iya mbak, nanti kalo udah mau pulang telpon Andi, ya? Nanti Andi jemput.” isi pesan Andi.
“Iya.”
***
Rintik Hujan masih saja membasahi bumi, cukup deras, namun tak menghalangi para tamu undangan acara ulang tahun yang di selenggarakan di restaurant tempat di mana Nayla bekerja.
“Pulang jam sembilan, kan? Aku jemput kamu.” Fahad mengirim pesan pada Nayla.
“Nggak perlu, Fahad, hari ini aku lembur
aku pulang jam sebelas malam, nanti Andi yang jemput.”
“Baiklah, aku mencintaimu.”
Nayla hanya tersenyum membaca isi pesan Fahad. Isi percakapan yang bisa di bilang lebih dari teman itu membuat Nayla memang seakan ia adalah kekasih dari pria itu. Berkali-kali Nayla meyakinkan dirinya sendiri, agar benih cinta itu tidak tumbuh di hatinya. Menolak. Ya, menolak perasaan itu agar tidak memenuhi relung hatinya. Menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah siapa-siapa yang sama sekali tidak pantas jika bersanding dengan Fahad.
Tepat pukul 11, Nayla keluar dari restaurant. Ia masih berada di depan gerbang dan masih berusaha menelfon Andi. Beruntung hujannya sudah berhenti.
”Andi ini kebiasaan, deh! Pasti hapenya di silent. Masa aku harus naik ojek malem-malem gini?” gerutu Nayla yang masih berusaha menghubungi Andi.
“Mbak Nayla, nunggu ojek, ya?” tanya petugas keamanan pada Nayla.
“Enggak, Pak, nunggu Andi adik saya. Tapi saya telpon dari tadi nggak di angkat-angkat.”
“Bareng aku, yuk, Nay? Udah malem gini, aku jamin selamat sampai tujuan deh, aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu,” sahut Ryan, salah satu temannya.
“Bisa aja kamu, Yan.” Nayla tersenyum mendengar ucapan Ryan.
“Iya, Mbak, bareng Mas Ryan aja, dari pada naik ojek. Kan, mending bareng Mas Ryan, gratis. Hehe,” ucap petugas keamanan tersebut yang membuat Nayla dan Ryan tertawa kecil.
“Tuh, kan. Mending bareng aku gratis,” timpal Ryan.
Sejenak Nayla terdiam, ia bukan takut Ryan akan berbuat sesuatu padanyaz Nayla percaya pada Ryan.
Gimana sama omongan tetangga? Tapi, kalau aku nurutin omongan tetangga, yang ada aku nggak pulang-pulang.
“Ya, udah, aku bareng kamu, Yan.”
“Oke.”
Nayla menerima helm yang di berikan Ryan, ia hendak naik ke motor. Namun, suara seorang pria yang ia kenal terdengar berteriak, memanggilnya.
“Nayla!”
“Ya ampun, Fahad! Kenapa dia kesini, sih? Bukannya tidur!” gumam Nayla yang ternyata masih bisa di dengar oleh Ryan.
“Emang dia siapa, Nay?” tanya Ryan.
Nayla diam, ia bingung harus menjawab apa pada Ryan.
Fahad mematikan motornya, ia turun lalu menarik tangan Nayla.
“Ayo. Pulang sama aku.” Fahad melihat ke arah Ryan dengan tatapan yang menyiratkan ketidaksukaannya terhadap Ryan.
“Iya, iya,” pasrah Nayla. Ia mengembalikan helm milik Ryan yang belum sempat ia kenakan.
Nayla segera naik ke motor Fahad. “Aku duluan, Yan. Mari, Pak." Nayla berpamitan pada Ryan dan petugas keamanan.
“Iya, Nay, hati-hati,” kata Ryan.
“Pak, itu siapa cowok yang jemput Nayla? Tadi waktu Ryan ngajak pulang bareng, Nayla mikirnya lama banget. Nah ini sekali tuh cowok yang ngomong, Nayla langsung bilang iya,” kata Ryan.
“Kurang tahu, Mas, tadi pagi katanya Mbak Nayla juga di antar orang itu. Pacarnya mungkin, Mas. Mbak Nayla hebat, ya? Bisa dapet cowok ganteng gitu, bule lagi.”
“Kalau di lihat dari wajahnya, dia bukan bule, Pak. Masih Asia. Sama kayak kita.”
“Eh, iya, Mas. Muka-muka India atau Arab gitu.”
“India, Pak. Udah jelas dari raut wajahnya.”
“Mungkin dia pacarnya Mbak Nayla, Mas.”
“Mungkin.” Ryan masih memandang Nayla yang semakin jauh dari pandangannya. “Lah. Kenapa jadi ngobrol sama Bapak? Pulang dulu, Pak.” Ryan menyalakan mesin motornya.
“Ya, kali aja, Mas Ryan, mau ngopi di sini sama saya.”
“Pulang dulu, Pak,” pamit Ryan yang di jawab anggukan kepala serta senyuman dari petugas keamanan.
Gagal lagi dah, ah!
***
“Siapa cowok itu?” tanya Fahad, intonasi nada suaranya terdengar jelas jika ia sedang marah.
“Teman,” jawab Nayla.
“Kamu bilang, Andi yang jemput kamu,” ucap Fahad.
“Dia tidur. Kamu kenapa belum tidur?” tanya Nayla.
“Aku udah bilang, kan? Kalau aku jemput kamu.”
“Hmmm,” sahut Nayla.
Dia bisa tahu rumahku, kalau dia nganter sampai rumah. Cari alasan apa, dong? Biar bisa minta turun sebelum sampai. Batin Nayla.
“Jangan nyari alasan buat turun sebelum sampai di rumah,” ujar Fahad yang membuat Nayla terkejut.
Nayla menggigit jarinya saat mendengar perkataan Fahad yang sepertinya pria itu bisa mendengar suara hatinya.
Nayla pun menunjukkan arah jalan ke rumahnya pada Fahad. “Dia bisa tahu kalau aku lagi bingung mau cari alasan buat minta turun. Ah, ya, udahlah terserah.”
Sampailah di rumah Nayla.
“Selamat malam, Sayang,” ucap Fahad begitu Nayla hendak masuk ke rumah.
“Hemm, selamat malam,” sahut Nayla.
Sayang? Sepertinya Nayla mulai nyaman dengan panggilan itu.
Fahad memutar motornya, kembali ke hotel setelah ia melihat Nayla sudah masuk ke dalam rumah.
Nayla mengunci pintu dari dalam. Nayla dan Andi masing-masing membawa satu kunci rumah, agar tidak bingung jika salah satu dari mereka pulang terlambat atau lebih awal.
“Andi, Andi. Kebiasaan, hapenya pasti di silent. Pantes nggak denger kalo ada telpon,” gumam Nayla saat melihat Andi yang tertidur di depan tv yang masih menyala. Nayla pun mengambil selimut untuk menutupi tubuh adiknya tersebut, karena udara cukup dingin setelah hujan.
Ia pun segera membersihkan diri, menunaikan salat isya' lalu segera tidur.
Saat Nayla baru saja memejamkan matanya, terdengar sebuah notifikasi pesan masuk dari ponselnya. Tertera nama Fahad di sana.
“Sayang, jangan pulang sama dia.”
“Iya.”
“Eh. Kok, jadi gini? Udah kayak orang pacaran aja,” heran Nayla saat melihat isi pesan dirinya sendiri yang ia balas untuk Fahad.
Fahad yang berbaring, juga tersenyum simpul membaca isi pesan Nayla.
“Aku yakin, kamu juga punya perasaan sama aku. Tapi kamu berusaha menutupi dan menolak itu. Aku nggak bakal nyerah, aku pasti bisa dapetin hati kamu.” Ucap Fahad.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Putri Nunggal
semangat untik bawa anjani ke india
2022-08-25
0
Putri Nunggal
ya ketauan daah dasar cenayang
2022-08-25
0
Putri Nunggal
pak satpan iri ini liat orang ganteng
2022-08-25
0