Malam semakin larut, Nayla dan Fahad memutuskan untuk segera pulang. Sama seperti saat masuk ke kafe, Fahad kembali menggandeng tangan Nayla saat keluar.
Ada perasaan bahagia di hati Nayla saat bersama Fahad. Nyaman, dan ... entahlah, Nayla masih bingung apakah ia benar-benar sudah mencintai Fahad atau hanya ketertarikan semata.
“Fahad, terima kasih,” kata Nayla sembari menepiskan senyumnya.
Fahad juga tersenyum, ia melihat ke arah Nayla lalu menyentuh lembut ujung kepala gadis itu.
Saat Nayla akan keluar dari mobil, Fahad menarik tangannya.
“Nayla, aku mencintaimu,” kata itu kembali di lontarkan Fahad. Ia berharap mendapat balasan cinta dari gadis yang tengah ia tatap penuh cinta itu.
Tubuh Nayla mematung, kembali ... kebingungan kembali melandanya. Harus menjawab apa, Nayla masih bingung dengan dirinya sendiri.
Nayla mengangguk, ia melepas genggaman tangan Fahad perlahan. “Aku turun.” Nayla menepiskan senyumnya.
Fahad memandang Nayla yang berjalan semakin menjauh darinya, hingga wanita itu menghilang di balik pintu rumah. Menghela napas berat, Fahad mengusap kasar wajahnya. “Kenapa sangat sulit meraih hatimu? Apa nggak ada rasa sedikitpun di hati kamu buat aku, Nayla?” lirih Fahad.
Ia tidak menyerah, hati dan logikanya sama-sama mengatakan untuk terus berusaha mendapatkan hati dari wanita itu—memilikinya, sepenuhnya.
Di dalam kamar, Nayla berbaring, menatap langit-langit kamarnya. Menerawang jauh semua sikap dan perlakuan Fahad yang semakin membuat hatinya menghangat, merasa nyaman dan sudah terbiasa dengan kehadiran pria itu.
“Apa aku harus membalas cinta Fahad?” Nayla bertanya pada dirinya sendiri. “Tapi aku nggak punya keberanian untuk hal itu. Aku sadar, siapa aku ini. Aku dan Fahad berbeda, sampai kapan pun akan seperti itu.”
***
Pagi itu, Nayla menelfon Mas Arif—kakak pertamanya—untuk mengatakan tentang Fahad.
“Assalamu'alaikum, Mas.”
“Wa'alaikumsalam, Nay, kamu sama Andi baik-baik aja kan, Nay?” tanya Mas Arif, terdengar suaranya yang mengkhawatirkan kedua adiknya.
“Mas, ini kebiasaan, tiap Nayla yang telpon duluan pasti nanyanya gitu.”
Mas Arif tersenyum, “Mas kan udah hampir sebulan nggak maen ke rumah, Mbak Indah juga nggak sempet kesana. Repot ngurus anak-anak. Jadi, Mas khawatir sama kalian.”
“Kita baik-baik aja, Mas. Oh, iya, hari ini aku mau main ke rumah, Mas, kebetulan hari ini aku masuk kerja sift siang.”
“Iya, Nay, kebetulan Mas juga lagi di rumah.”
Andi yang akan pergi kuliah itu pun menyempatkan waktu untuk mengantar Nayla ke rumah Mas Arif terlebih dahulu.
“Mbak, nanti pulangnya tunggu Andi jemput, ya?” tanya Andi saat Nayla turun dari motor.
“Iya, Mbak nanti sekalian berangkat kerja,” jawab Nayla.
***
“Jadi, dia udah hampir dua minggu di sini? Terus sekarang keputusan kamu gimana, Nay? Kamu juga suka sama dia?” tanya Mas Arif yang memandang lekat kedua manik mata sang adik.
“Nayla nggak tahu, Mas, Nayla bingung,” lirih Nayla.
Mbak Indah, kakak ipar Nayla juga ikut memberi sarannya. “Nggak usah buru-buru, Nay, kenali dia lebih dalam. Jadi kamu juga bisa paham apa yang ada di hati kamu. Itu benar cinta atau cuma ketertarikan semata. Kamu juga butuh mengenal dia lebih dalam.”
“Iya, Nay. Mas nggak masalah, yang penting kamu bahagia. Asalkan, dia bertanggung jawab sama kamu. Kalau seorang pria itu punya rasa tanggungjawab, itu sudah pasti kamu bakal bahagia sama dia. Dasar cinta dan rumahtangga itu, ya dari rasa tanggungjawab itu tadi,” timpal Mas Arif.
Nayla sangat lega mendengar ucapan Mas Arif dan Mbak Indah. Benih ketertarikan di hatinya untuk Fahad, perlahan kini mulai jelas bahwa ternyata ia juga mencintai pria itu.
“Udah, ngomong seriusnya, sekarang makan ayo kita makan dulu. Mbak masak banyak, nanti kamu juga bawa pulang buat Andi,” kata Mbak Indah seraya menggandeng tangan Nayla menuju ruang makan.
***
Tumben, hari ini Fahad nggak nelpon ataupun ngirim pesan. Kemana dia? Batin Nayla bertanya.
“Hati-hati, Andi. Itu nanti jangan lupa di panasin sayur sama lauk dari Mbak Indah,” pesan Nayla sebelum masuk ke restaurant.
“Iya. Siap, Mbak, assalamu'alaikum.”
“Wa'alaikumsalam.”
Andi segera memutar motornya dan pulang ke rumah.
Nayla masih sibuk dengan pekerjaannya, tapi pikirannya penuh dengan tanda tanya tentang kemana perginya sosok Fahad yang selalu mengirim pesan dan selalu mengatakan kata cinta. (Mengutarakan perasaannya.) Ingin rasanya Nayla pulang bekerja nanti, ia langsung ke hotel—menemui Fahad.
“Tapi, nanti aku pulang jam sepuluh malam. Mana bisa ke hotel,” keluh Nayla. Tidak ada kabar dari pria itu, membuat Nayla kehilangan semangatnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sebelumnya, Nayla sudah mengabari Andi jika ia akan pulang terlambat.
Sebuah pesan dari Fahad masuk, menciptakan garis melengkung ke atas, menunjukkan sebuah senyuman di bibir Nayla begitu ia melihat nama si pengirim pesan.
“Sayang, nanti aku jemput.”
“Iya,” balas Nayla.
Tepat pukul sepuluh, Nayla keluar dari restaurant.
Fahad berdiri menyenderkan tubuhnya di mobil. Nayla menghampiri Fahad dengan senyum bahagia—rindunya terobati begitu melihat Fahad.
Fahad mendekati Nayla, menggandeng tangan wanita itu menuju kursi di sebelah kemudi mobil.
Setelah selesai memakai sabuk pengamannya, Nayla yang menatapnya ke depan itu mengatakan, “Fahad, aku kangen,” lirihnya.
“Benarkah?” tanya Fahad yang di jawab anggukan kepala oleh Nayla. “Aku juga kangen sama kamu.” Fahad menyentuh lembut punggung tangan Nayla.
Nayla menggigit bibir bawahnya, ia menoleh ke sebelah kiri, menyembunyikan wajahnya yang merah merona, menahan malu.
“Sayang, besok hari Sabtu. Kamu libur, kan?” tanya Fahad.
“Iya,” jawab Nayla.
Fahad mulai menyalakan mobilnya, melaju untuk mengantar Nayla pulang.
“Hari ini, kamu pergi kemana?” tanya Nayla.
“Nggak ke manapun. Aku di hotel, menyelesaikan pekerjaanku.”
Dalam hati Nayla berkata
Sebelum bekerja, kamu juga bisa ngomong dulu sama aku, kan? Biar aku nggak nyariin.
“Sayang, besok aku harus kembali ke India.”
Seketika Nayla menoleh ke arah Fahad, mendengar penuturan pria itu yang mengatakan bahwa ia akan segera kembali ke India, membuat Nayla seakan tertampar oleh perasaan cinta yang mulai tumbuh di hatinya.
Fahad, apa harus secepat ini? Aku mulai jatuh cinta dan mulai terbiasa sama kamu.
Nayla hanya mengatakannya di dalam hati, tak mungkin ia mengatakan semuanya kepada Fahad. Bahwa ia ingin sekali menahan pria itu agar lebih lama di Indonesia. Bersamanya, saling meyakinkan perasaan masing-masing.
“Besok?” tanya Nayla yang masih menatap Fahad—yang tetap fokus pada kemudinya.
“Iya, Sayang, besok malam aku harus terbang ke India.”
Tak kunjung ada sahutan, Fahad menoleh dan mendapati Nayla yang sedang mengalihkan wajahnya—memandang ke sisi jendela.
“Sayang?” panggil Fahad.
“Iya?” sahut Nayla tanpa menoleh ke sumber suara yang memanggilnya.
“Kamu nggak apa, kan?”
“Nggak apa,” jawab Nayla. Tenggorokannya seakan tercekat, sangat sulit untuk mengatakan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Shellia
tuh kan baru mau bilang sayang eh udh mau ditinggal pulang
2021-07-08
0
Lasma Tarida
Seru...
2020-06-18
1
Jean Tuhumury
thor, jgn smpai Dia patahHati lah😢
2020-04-19
1