Nayla masih diam, sesekali ia memandang ke arah Fahad. Nayla memang sudah mengatakan perasaan cintanya, ya ... meskipun itu dalam keadaan marah. Nayla memandang wajah Fahad dalam-dalam, masih terlintas di pikirannya, apakah pria di sampingnya ini benar tulus mencintainya? Taoi saat melihat Fahad juga menangis tadi, membuat Nayla sedikit menambah rasa percayanya.
Fahad menyentuh lembut ujung kepala Nayla. “Sayang, habis salat maghrib, nanti aku jemput,” katanya.
“Hah?” Nayla mengerjapkan matanya.
“Nanti malam aku jemput, antar aku ke bandara. Dan kita juga udah sampai di rumah.”
Nayla mengedarkan pandangannya yang memang benar, jika mereka sudah sampai di rumah. “Oh, udah sampai, ya?” tanya Nayla.
“Iya. Kamu mau tetap di sini sama aku?”
Nayla mencebik. “Nggak mau! Aku turun.”
Nayla hendak membuka pintu, namun tangan Fahad menarik tangannya. (Mencegahnya.) “Jangan berpikir kalau aku nggak serius. Aku benar-benar cinta sama kamu,” ucap Fahad dengan suara terendahnya.
Nayla mengulas senyuman, ia mengangguk. “Kamu hati-hati.”
Fahad mengangguk, Kemabli ia menyentuh lembut puncak kepala Nayla.
***
Sampai di hotel, Fahad segera membersihkan diri, sambil menunggu waktu maghrib ia sibuk membereskan bajunya dan tiba-tiba lututnya terasa lemas dan seketika ia terduduk di bibir kasur mengingat kejadian saat hujan tadi.
“Maafkan aku Nayla, maafkan aku,” berulang kali Fahad mengatakan hal itu, ia merasa bersalah melihat Nayla menangis. Bukan keinginannya kembali ke India secepat ini, namun pekerjaan mengharuskan ia untuk segera kembali.
Fahad mengambil ponselnya yang tergeletak di meja nakas, ia membuka galeri foto, melihat foto Nayla yang ia ambil secara diam-diam. Fahad tahu, Nayla belum sepenuhnya memepercayai ucapan cintanya. Nayla bukanlah wanita yang mudah menaruh kepercayaan terhadap seseorang, terlebih jika itu menyangkut urusan cinta dan hati.
Di bawah hujan, Nayla mengatakan rasa cintanya kepada Fahad. Bukan mengungkapkan, sebab Nayla mengatakan semua itu di saat kemarahan menguasainya. Ada rasa bahagia di sudut hati Fahad, setidaknya ia tahu bahwa Nayla juga mempunyai perasaan cinta yang sama kuatnya dengan dirinya. Hanya saja Nayla belum bisa memberikan rasa percaya sepenuhnya, kepadanya. Fahad tak mempermasalahkan hal itu, ia tetap akan membuktikan bahwa ia benar-benar serius.
“Nayla, aku serius sama kamu, dan aku bakal buktiin keseriusan aku. Aku nggak lama, setelah pekerjaanku selesai, aku pasti kembali.”
***
Kali ini Fahad di antar mobil dari hotel. Penerbangannya pukul delapan malam, dan sebelum ke bandara Fahad meminta sopir hotel untuk mampir ke rumah Nayla, menjemputnya.
Nayla keluar di antar Andi, tidak lupa Fahad juga berpamitan pada Andi. Nayla masih dengan wajah sedihnya, ia memandang Fahad.
Dia benar-benar kembali ke India. Aku udah terbiasa sama kamu, aku mulai berusaha menaruh kepercayaan juga sama kamu. Tapi kenapa secepat ini kamu harus pergi ....
Fahad menoleh, ia meraih tangan Nayla, menggenggamnya sembari menepiskan senyumnya. “Aku nggak lama, aku pasti kembali,” ucap Fahad, berusaha meyakinkan Nayla.
Hati Fahad juga berat harus berpisah dari Nayla, ia berharap kembali ke India dengan status yang sudah berubah, (suami dari seorang Nayla Anjani) tapi sepertinya Allah belum mengijinkan itu untuk saat ini. Fahad pasrah, ia yakin Allah akan menyatukan mereka, secepat mungkin.
Sesampainya di bandara, Fahad mengajak Nayla ke sebuah food court terlebih dahulu, ia ingin membicarakan sesuatu.
“Sayang, aku mau nanya.”
“Apa?” tanya Nayla. Keduanya kini duduk di kursi yang berhadapan dengan meja sebagai sekatnya.
“Kamu cinta kan sama aku?”
Sejenak Nayla diam, ia memandang kedua mata Fahad. Dan ia pun mengangguk, tanda bahwa ia memang mencintai Fahad.
Fahad tersenyum. “Coba ngomong kalau kamu cinta sama aku, jangan cuma ngangguk aja.”
“Itu juga jawaban, kan? Mau aku jawab dengan gelengan kepala?” tanya Nayla.
“Eh. Ya, jangan!” seru Fahad.
“Makanya, jangan nanya lagi.”
Tangan Fahad mengarah untuk menarik hidung mungil Nayla dengan gemasnya. “Coba udah boleh cium, udah aku cium dari tadi kamu.”
“Fahad, sakit!” pekik Nayla. “Berani kamu cium aku, jangan harap kamu bisa ketemu lagi sama aku,” ancam Nayla.
Fahad tertawa bahagia melihat tingkah Nayla, ia tahu usaha pasti tidak akan mengkhianati hasil. Dan kini, akhirnya Nayla juga mencintainya.
Suasana di antara mereka sudah mulai mencair, tidak ada kebisuan dari bibir Nayla. bahkan kini ia juga sudah bisa tersenyum oleh candaan yang di lontarkan Fahad.
“Sayang, mau nikah sama aku nggak?” tanya Fahad yang membuat Nayla membulatkan matanya dengan sempurna.
Ini serius?
“Aku serius, Sayang,” kata Fahad.
“Kamu bisa dengar suara hati aku?” terkejut Nayla.
“Tanpa kamu ngomong, aku juga udah tahu kalau kamu nggak bakal jawab ‘iya’ untuk sekarang. Kamu pasti masih mikir-mikit lagi, nerima cintaku aja mikirnya lama ... apalagi soal pernikahan,” jawab Fahad.
Nayla tersenyum simpul. Memang benar apa yang diucapkan Fahad. Ia tidak akan menjawab ‘iya’ semudah itu. Nayla ingin lebih memantapkan hatinya untuk mengarungi bahtera rumahtangga bersama Fahad. (Menjalani ibadah terlama, pernikahan.)
“Aku butuh waktu, Fahad, semuanya nggak semudah itu.”
Fahad tersenyum, “iya, aku tahu. Maka dari itu, kamu bisa berpikir saat aku kembali ke India. Dan saat aku kembali ke sini, kamu sudah harus kasih jawaban ke aku. Aku nggak mau tahu, jawabannya itu harus ‘iya’,” ucap Fahad penuh penekanan.
“Pemaksaan. Mana boleh kayak gitu,” Nayla mencebik.
“Boleh, dong. Yang aku paksa juga calon ibu dari anak-anakku nanti, bukan ibu dari anak-anak orang lain.”
“Fahad, udah, ah. Ngomongnya jadi ke mana-mana.”
“Iya, iya.” Fahad merogoh dompetnya dari saku celana. Ia mengeluarkan sebuah kartu kredit dan menyerahkannya kepada Nayla.
“Apa ini?” tanya Nayla sembari menatap kartu kredit yang Fahad berikan di tangannya.
“Tolong jangan marah dulu, Sayang. Kamu adalah calon istriku, jadi tidak masalah jika aku memberimu ini,” jelas Fahad.
Nayla menaruh kartu tersebut di meja, “sejak kapan aku jadi calon istri kamu?” tanyanya.
“Sejak kamu nangis di bawah hujan siang tadi, kamu udah jadi calon istriku,” jawab Fahad.
“Kenapa di ingetin lagi, sih? Kan, bikin malu.” Nayla menunduk, menyembunyikan wajahnya yang merasa malu.
Fahad semakin di buat gemas oleh sikap Nayla, ia meraih tangan wanita itu lalu menggenggamnya dengan erat. “Sayang, lihat aku,” kata Fahad.
Perlahan, Nayla mengangkat wajahnya, matanya bersitatap dengan mata Fahad. “Jangan di ingetin lagi, aku malu,” lirihnya.
“Iya, enggak. Maaf,” kata Fahad. “Kamu bawa kartu ini, kamu bisa pakai uang di dalam kartu itu buat kebutuhan—”
“Tapi aku nggak mau, Fahad, aku nggak mau itu,” tukas Nayla.
“Sekali ini saja, bawa aja kartu ini. Mungkin suatu saat kamu membutuhkannya.”
“Aku nggak butuh itu. Aku nggak mau.” Nayla melepas genggaman tangan Fahad, ia menggeser letak kartu debit ke sisi meja lain agar semakin dekat dengan Fahad.
“Sayang, tapi—”
“Aku percaya sama kamu, kamu pasti kembali buat aku. Kamu nggak perlu kasih kartu itu supaya aku percaya. Tanpa kamu kasih kartu itu sebagai salah satu tanda keseriusan, aku udah percaya sama kamu,” tutur Nayla.
Tidak. Tidak sepenuhnya Nayla percaya kepada Fahad. Ia mengatakan itu hanya karena tidak ingin menerima kartu kredit tersebut. Selain merasa sungkan, ia memang tidak memerlukan kartu itu. Pun ia sadar diri, bahwa ia belum menjadi seorang istri dari Fahad Malik Khan ... ia tidak mempunyai hak untuk menerima kartu itu.
“Ya, udah. Iya, aku ambil lagi kartunya.” Fahad mengalah.
Fahad sudah harus berangkat, ia masih menggenggam erat tangan Nayla.
“Jangan nangis, Sayang, secepatnya aku kembali ke sini. Percaya sama aku.” Fahad menghapus air mata Nayla dengan satu ibu jarinya.
Nayla mengangguk, ia berusaha berhenti menangis agar Fahad tidak mengkhawatirkannya. “Kamu hati-hati. Nanti kalau udah sampai, kabari aku,” kata Nayla yang di jawab anggukan kepala oleh Fahad.
Fahad melambaikan tangan pada Nayla, pun sebaliknya.
Kaki Fahad terasa sangat berat untuk melangkah, memasuki pesawat. Terlihat jelas di pikirannya, senyum dan sikap Nayla yang selalu berhasil membuatnya sangat gemas.
“Maaf, Sayang, aku pasti kembali. Secepatnya.”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Shellia
cepat kembali Afsal sebelum Nayla berubah pikiran
2021-07-08
0
Libra Rahutia
trnyata afsal jg muslim ya, kirain td mereka brbeda keyakinan thor 😁
jd tambah semangat bacanya..
2020-05-13
3
Jean Tuhumury
wahhh,, Gila emaangg ..
suka bgt
2020-04-19
1