Pukul 19.00 WIB
Nayla dan Fahad sudah bersiap untuk pergi ke rumah Mas Irfan. Mereka berdua berpamitan pada Andi. Kedatangan Mas Reno dan Mbak Mita mengejutkan Fahad, Nayla, serta Andi. Wanita berhijab yang sudah menaiki motor—dibonceng Fahad—itupun turun dan menyambut kedatangan kakak dan kakak iparnya itu.
“Mau ke mana, Nay?” tanya Mbak Mita sembari melepaskan helm yang ia kenakan.
Nayla mendekat diikuti Fahad, menyalami Mbak Mita dan suaminya, bergantian.
“Nayla mau ke rumah Mas Irfan, Mbak,” jawab Nayla. “Masuk, yuk, Mbak, Mas.” Ajaknya. Mereka semua pun masuk, duduk di ruang tamu bersama.
“Kok Adit nggak ikut, Mbak?” Nayla menanyakan anak pertama Mbak Mita. Sebab ia hanya melihat Shila—anak kedua Mbak Mita yang tengah berada dipangkuan Mas Reno.
Mas Reno menjawab, “dia lagi les, Nay.”
Nayla pamit ke dapur, membuatkan minuman hangat. Mbak Mita menyusul Nayla, membantu adiknya tersebut.
Mbak Mita dan Nayla sedikit berbincang. Saling menanyakan kabar serta sedikit dibumbui candaan ketika Mbak Mita menggoda Nayla tentang Fahad.
“Sebentar lagi kamu jadi seorang istri, dan kamu juga pasti ikut suami kamu,” suara Mbak Nayla terdengar sendu. Kedua manik matanya menatap Nayla dengan penuh kelembutan. Adik perempuannya ini sudah besar, rasanya baru kemarin ia memarahi Nayla ketika adiknya itu bermain dan bertengkar dengan Andi. Namun kini, adiknya itu akan segera dipinang oleh pria yang mencintainya, juga yang sangat adiknya cintai. Terlebih, pria yang akan mempersunting Nayla ialah; pria berkebangsaan India.
Nayla meletakkan sendok kecil yang ia gunakan mengaduk kopi di meja. Ia dapat melihat mata sendu Mbak Mita. “Mbak, nggak semua istri itu ikut suami. Banyak, kok, yang ikut istri.”
Ck!
Mbak Mita berdecak kesal. “Seorang istri ikut suami setelah menikah itu wajib. Karena kamu udah jadi tanggung jawabnya.”
Nayla tersenyum, “iya, Nayla tahu. Tapi, misal si suami itu ternyata kerjanya di kampung si istri. Itu gimana ceritanya?”
“Ya, itu beda lagi ceritanya. Tapi kalau kamu, kamu itu harus ikut suami. Karena Fahad orang India, kerjanya juga di sana. Emang di sini dia mau kerja apa? Bahasa Indonesia aja nggak bisa.”
“Kerja jadi model. Kan, tampangnya menjual, tuh.” Nayla tertawa kecil.
“Ngawur!” seru Mbak Mita. “Ayo, ke depan. Keburu dingin kopinya.” Keduanya berjalan ke arah ruang tamu, dengan masing-masing nampan yang berisi kopi, teh, serta camilan di tangan mereka.
“Diminum, Mas.” Nayla menaruh kopi di meja, tepat di depan Mas Reno.
“Iya, makasih, Nay,” kata Mas Reno.
Nayla mengambil alih Shila dari pangkuan Mas Reno. Diciumnya pipi gembul itu dengan gemasnya. “Uuww, cantik banget ponakan tante ini.”
”Mbak Nayla pengen, tuh,” ledek Andi yang disusul suara tawanya. Mbak Mita dan Mas Reno pun ikut tertawa mendengar ledekan Andi pada Nayla.
Nayla melirik tajam, “berisik!” dengus Nayla.
Fahad yang melihat kelucuan Shila, serta Nayla yang begitu gemasnya mencium serta memeluk keponakannya itupun membuka suara, “sayang, aku pengen jadi Shila.”
Nayla berhenti mencium pipi Shila, ia menatap Fahad yang duduk di sampingnya. “Kenapa?” tanyanya.
“Kalau aku jadi Shila, kamu pasti menciumku setiap hari,” jawab Fahad tanpa rasa malu.
Nayla mencubit perut Fahad. mbak Mita dan Mas Reno yang tidak mengerti bahasa inggris, bertanya pada Andi yang masih tertawa.
Andi menjawab, “katanya Fahad pengen jadi Shila, biar bisa diciium tiap hari sama Mbak Nayla.” Andi masih saja melanjutkan tawanya. Pun Mbak Mita dan Mas Reno juga tertawa melihat ke arah Fahad dan Nayla bergantian.
Nayla menyembunyikan wajahnya dibalik tubuh Shila, merasa malu. “Ketawa terus, ih!”
Fahad masih memegang bagian perutnya yang di cubit oleh Nayla. Kali ini cubitan Nayla terasa sedikit sakit dibandingkan cubitannya yang lalu.
“Iya, iya, sudah.” Mbak Mita berhenti tertawa. “Terus gimana, Nay? Mbak sama Mas Reno ke sini tuh mau nanyain hubungan kamu sama Fahad.”
“Iya, Mbak, lusa Nayla mau berangkat ke India. Nayla sudah beli tiketnya,” jawab Nayla.
“Oh, iya, Mbak Indah yang kasih tambahan uang buat beli tiket, kan?” tanya Mas Reno.
Nayla mengangguk, “aku jadi nggak enak sama Mbak Indah.”
“Kalau nggak enak kasih kucing aja, Mbak,” sahut Andi.
“Iya, kamu yang Mbak kasih ke kucing!” dengus Nayla.
Mas Reno melanjutkan kalimatnya. “Kenapa nggak enak, Nay? itu sudah jadi tanggung jawab kakak-kakak kamu. Justru Mas mau minta maaf sama kamu, sama Andi juga. Mas sama Mbak Mita jarang banget main ke sini.”
“Nggak apa, kok, Mas, Nayla sama Andi ngerti kalau Mas Reno sibuk. Toh, Andi juga sering maen ke rumah Mas sama Mbak.” Kata Nayla.
“Mas sama Mbak Mita setuju apapun pilihan kamu, Nay, yang penting kamu bahagia. Kata Andi, Fahad orangnya juga bertanggung jawab. Kayaknya emang bener sih apa kata Andi, meskipun mas baru kali ini ketemu dia.” Mas Reno melihat ke arah Fahad yang tengah bermain bersama Shila.
Nayla mengangguk, “iya, Mas, dia ngehormatin aku. Dan itu hal yang paling penting buat aku. Tanpa rasa saling menghormati, rasanya sebuah hubungan itu nggak bisa dikatakan bahwa itu cinta.”
“Ya ampun, Mbak, puitus banget. Kekuatan cinta emang dasyat. Dari Mbak Nayla yang dulu nggak peduli apa itu jatuh cinta, sekarang jadi bucin gara-gara kenal Fahad.” Kagum Andi.
“Nayla benar, Andi, sebuah hubungan yang hanya berlandaskan suka dan yang katanya rasa cinta itu, bukan apa-apa tanpa adanya rasa saling menghormati. Cinta itu semu, hanya rasa saling menghormati yang mampu membuat cinta itu menjadi nyata.” Mas Reno ikut menimpali.
“Salah dialog, salah kalimat, salah tempat.” Andi berujar. “Sudah, jangan bahas cinta lagi. Andi nggak paham.”
“Kalau kamu gimana, Ndi?" tanya Mas Reno.
“Gimana apanya, Mas?”
“Kamu udah ada belum? Mas udah siap lamarin buat kamu, nih.”
Andi berdecak kesal, ia mengambil cangkir kopinya. Meneguk sedikit lalu ia kembalikan cangkir itu pada tempatnya semula. “Gimana mau punya calon, anak satu kelas saja ngiranya aku sudah punya pacar. Jadi nggak ada cewek yang mau aku deketin.”
“Kok, bisa?" tanya Nayla.
“Ya, bisa. Gara-gara aku pakai foto profil yang sama Mbak Nayla, terus ada teman yang pernah lihat aku sama Mbak Nayla. Mereka ngira Mbak Nayla itu pacarku.” Keluh Andi yang justru ditertawakan oleh Nayla juga Mas Reno.
“Padahal sudah dibilang, bukan pacar. Tetap aja nggak ada yang percaya,” lanjut Andi.
“Akhirnya?” tanya Mbak Nayla.
“Ya, aku bilang aja kalau Mbak Nayla itu istri. Bukan pacar.”
“Ngawur!” seru Nayla. “Besok kalau teman kamu ada yang lihat Mbak jalan sama Fahad, mereka pasti laporan sama kamu, kalau Mbak selingkuh.”
“Biarin aja.” Andi tertawa kecil.
Fahad yang tidak paham apa yang tengah diperbincangkan, ia memilih tetap bermain bersama Shila yang berada dipangkuannya. Shila pun merasa nyaman bersama Fahad, bahkan terdengar suara tawa Shila ketika Fahad mencium pipi gembulnya.
Fahad menatap lekat wajah Shila, matanya berkaca-kaca. Pun dengan hatinya yang kembali merasa pilu, perih, terluka ketika ia mengingat masa lalunya.
***
Setelah cukup lama mereka mengobrol, serta Fahad yang sudah puas bermain bersama Shila. Mas Reno dan Mbak Mita memutuskan berpamitan pulang. Sebab mereka harus segera menjemput Adit, putra mereka.
Begitu pun dengan Fahad, ia juga bergegas kembali ke hotel. Ia ingin sendiri untuk sekarang ini. Bertemu serta bermain bersama Shila kembali membuka luka lama yang susah payah ia hadapi selama kurang lebih dua tahun. Kehadiran Nayla menyembuhkan luka itu. Namun entah mengapa ketika bertemu Shila, bayi berusia sepuluh bulan itu, ia harus mengingat dan merasakan luka hati itu lagi.
Ya Allah. Kenapa aku harus kembali merasakan luka itu? Aku bahagia bertemu dengan Shila, tapi bersama itu aku kembali merasa sakit. Sudut hatiku kembali terluka ....
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Shellia
ada apakah dengan masa lalu Fahad?
2021-07-08
1
Arien Rahmi Wulandari
semangaaatt... buat alur cerita yg menggemaskan....😃
2020-03-01
2
Zatin
semangaatt author
2019-12-25
1