Dipaksa Menikah Karena Aku Pembawa Sial
Aduh, haus sekali.
Lelah rasanya berbaring sepanjang waktu dan berteman dengan debu di setiap hariku. Aku berjalan ke luar kamar. Ayah dan ibu tengah menonton televisi dan aku melewatinya. Seketika, televisi itu mati. Siapa yang akan disalahkan?
“Fauuuuu!” Ayahku berteriak kencang dan berdiri dari tempatnya. “Televisi ini baru saja aku perbaiki!” tunjuknya pada bangkai elektronik itu.
Ya, ini adalah kejadian ke sekian kalinya. “Televisi itu sudah tua," ucapku, sambil minum dan kembali ke hadapannya. "Lihat apa yang aku lakukan untuk memperbaiki rongsokan ini!"
Kutekan tombol Power on/off-nya untuk mematikan televisi tersebut. Demi kesialan yang ada di hidupku! Tombolnya malah tenggelam dan tak keluar lagi. Televisi itu bergetar dan meledak.
Eh eh! Berhenti! Fauziah, hentikan waktu sebentar! Kalian harus tahu siapa aku!
Kurentangkan tangan agar waktu mengikuti kehendakku dengan kekuatan super yang aku miliki. KEKUATAN SUPER SIAL!
Deg~
Oke—tempelkan Kartu Tanda Pendudukku di depan kamera!
...***...
Namaku Fauziah. Satu-satunya anak perempuan yang lahir di keluarga terkutuk ini. Harusnya aku tak lahir ke dunia.
Leluhur dari keluarga ayah adalah keluarga terkutuk itu. Turun temurun pesan sekaligus ancaman menghantui Ayahku agar tak memiliki anak perempuan.
Inilah akibatnya saat aku dilahirkan. Tangan, kepala, tubuh, bahkan ujung rambutku adalah biang masalah. Tidak, aku tidak menyentuh apa pun, tetapi pandangan terkutuk ini membuat banyak kekacauan di sekitarku.
Rumahku selalu hancur dan diisi dengan keributan. Bahkan, saat ada cecak jatuh ke lantai dan membuat heboh seisi rumah. Siapa lagi yang akan disalahkan, kalau bukan aku. Padahal aku tak pernah keluar kamar sama sekali. Apa aku menyentuhnya? Tidak. Apa aku melihatnya? Tidak. Aku bahkan berada jauh darinya. Tetap saja kesialan itu terjadi.
Hidup bersama dengan kesialan selama 20 tahun membuat orang tuaku naik pitam setiap harinya. Apa salahku? Ya, aku memang sial. Silakan salahkan aku. Aku menerimanya sebagai penghargaan. Tidak ada orang yang bisa menjadi biang kesialan, selain aku.
Oke—masukan KTP-ku kembali ke dalam dompet. Waktu akan berjalan kembali. Lanjut!
Deg~
...***...
“FAUZIAAAAAH!” Ayahku mendesah berat. Napasnya tersendat-sendat.
“Ayah! Ayah kenapa?” Aku mencoba menyentuhnya karena panik. Namun, ia segera tersadar.
“Jangan sentuh aku!” Ayahku kembali normal untuk menghentikanku. Dia pria dengan sembilan nyawa di tubuhnya, titisan kucing bermarga Jinchuriki. “Apa kau juga akan membuatku mati?!”
Mati? Jika memang tangan ini sebegitu sialnya. Mungkin kau sudah mati sedari dulu bapak tua.
Kuhempas langkahku. Mengunci diri kembali di kamar beraroma debu. Biarkan saja pria tua itu mati ketakutan dengan kesialan yang aku miliki.
“Sampai kapan kau akan seperti ini, Fau?!” teriak Ayahku.
Ah, dia mulai lagi. Apa aku harus melawan Jinchuriki itu? Seolah aku yang salah karena kesialan ini.
“Mana kutahu. Jika saja aku tak dilahirkan seperti ini!” bantahku di hadapan pintu. Berharap agar dia mendengar aksi protesku itu.
“Apa kau menyalahkan aku?! Harusnya ibumu tak melahirkan anak sepertimu!” teriaknya lagi.
“Ini adalah kesalahan Ayah! Mengapa harus memiliki keluarga dengan kutukan semacam ini?! Uh! Apa aku mengemis untuk dilahirkan dengan keadaan seperti ini?!” Sial, air mataku malah ke luar. Kuusap dengan kasar agar ia tak menetes. Jika dia menetes, mungkin saja semut akan terpeleset karena lantainya menjadi licin dan aku akan disalahkan lagi.
“Apa kau kira aku mengemis untuk dilahirkan dari keluarga seperti itu?!” Dia terus membalas kalimatku.
“Ya, aku dan ayah adalah korban dari leluhur. Tetapi, ayah tak sial sepertiku!”
“Aku sudah cukup sial memiliki anak sepertimu!”
“Buang saja aku! Atau bunuh saja! Agar sialnya tak ada lagi. Akulah biangnya!”
“Baik, aku akan membuangmu. Jika itu memang keinginanmu!”
Sialan, aku malah menangis.
...***...
Setelah kejadian malam itu, ayahku berusaha untuk mengusirku dari rumahnya. Ia mencarikanku pekerjaan-pekerjaan yang berada jauh dari rumah. Agar aku tak usah kembali lagi ke sana. Bahkan, ia menyebarkan sesuatu di internet yang bertuliskan bahwa ia mencari seseorang untuk mengadopsiku. Sungguh, aku seperti peliharaan saja.
Dalam hitungan hari. Berangsur-angsur rumahku mulai didatangi oleh banyak orang. Kasihan sekali aku melihat orang-orang ini. Bagaimana nasibnya jika terkena kesialan dariku?
Ayahku duduk di kursi dan melakukan interview kepada orang-orang itu. Aku duduk di sampingnya. Lihat! Bahkan bunga di sampingku mendadak layu. Lampu secara tiba-tiba rusak, mati dan mengeluarkan asap. Mereka semua panik. Namun, ayahku menjelaskan bahwa itu adalah efek dari kesialanku.
Menyaksikan kesialanku secara langsung. Mereka semua kalang kabut keluar dari rumahku dan pergi begitu saja. Tersisa satu pria di hadapan ibuku. Sepertinya ia tak mengetahui apa yang terjadi. Melirik semua orang yang berlari di belakangnya dan melanjutkan pendaftaran kepada ibuku. Lalu berjalan menuju ayahku.
“Apa hanya aku yang tersisa?” tanyanya.
Pria ini terlihat sangat kaya raya. Jasnya begitu bersih. Sepatunya juga mengkilap sempurna.
Ayahku menatapnya bingung. Mungkin ia menganggapnya sebagai mukjizat yang terlihat nyata di depan matanya. Bagaimana tidak? Sebentar lagi dia akan terlepas dari kesialan yang kuperbuat.
Ayahku menghela napasnya. “Mari kita mulai.”
“Apakah ini putri Anda?” tanya pria itu membuat aku dan ayahku melongok menatapnya. Apa ini. Siapa yang meng-interview siapa. Kenapa dia yang bertanya?
“Hmm.” Ayahku mengangguk, masih dengan ekspresi melongoknya.
Pria itu menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki lalu kembali ke ujung rambut dan ujung kaki lagi. Begitu seterusnya sampai lehernya hampir putus.
“Sedikit kampungan, tetapi aku bisa mengatasinya,” ucapnya. Hampir saja tanganku yang cantik ini menampar mulut sialannya itu.
Ah? Kampungan? Kenapa dia yang menilaiku. Harusnya ayahku yang menilai dia. Aku melotot kesal pada Ayahku.
“Kapan jadwal pernikahannya?” Bagai tersambar kesialan 10.000 volt. Untungnya aku tidak mati tersetrum.
“Apa?! Pernikahan? Bukankah ayah mengatakan hanya mengadopsi!” bantahku.
“Jika dia ingin menikahimu, aku menyetujuinya. Apa pun asal kau tidak lagi mengacau di rumah ini,” gerutu Ayahku.
Brag!~
Kugebrak meja dan terjatuh ke arah pria itu. Untungnya ia bisa menghindar. Aku terdiam, Ayahku diam, dia juga diam. Ya, diam saja, jangan lanjutkan apa pun. Hanya akan ada kesialan.
“Baik, nikahi saja dia! Cepat bawa dia keluar dari rumah ini!” desah Ayahku, frustrasi. Apa?! Sialan! Malah diberikan begitu saja.
“Ayah!” bentakku.
“Apa?! Lihat itu! Berapa uang yang harus aku habiskan karna ulahmu! Lampu, televisi, meja,” tunjuknya pada barang-barang yang telah kurusakkan.
“Saya akan mengganti semua kerusakan yang ada di rumah ini.” Pria gila itu malah menyombongkan hartanya di saat-saat seperti ini.
“Ah?! Ayah!” bantahku lagi dan lagi.
“Iya, bawa saja dia! Bawa sekarang juga. Aku tak ingin ada kerusakan lain!” Ia mendorongku ke arah pria itu.
“Kau tak usah khawatir. Dia Tuan Raka. Putra Tunggal Aesh Group. Jabatannya CEO di sana. Kau pasti bahagia menikahi pria kaya seperti dia,” celetuk Ibuku sambil merapikan kertas-kertas di hadapannya.
“Ibu!” teriakku.
Apa yang ada di pikiran kedua orang tuaku. Bisa mati dia jika bersamaku setiap hari. Mereka sendiri, tak sanggup hidup bersamaku.
Geram sekali aku melihat mereka berdua. Kuhempas badanku melawan niat orang tuaku dan berteriak, "Apa dia siap mati dengan kesialanku ini?!"
...***...
.
.
Gimana tuh kesannya baca bab pertama? untuk semua orang siapa pun yang membaca pesan terakhir di bab ini. Jangan lupa like dan komen, wkwk. Semoga kita semua sehat selalu, amin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Aisha Assyfa
like
2023-12-30
0
Aisha Assyfa
lucuuuu
2023-12-21
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
lucu sih
2022-01-07
0