Benar-benar kesialan yang paling sial! Oh Tuhan, bantu hambamu ini. Bagaimana mungkin kami melakukannya.
Sepanjang jalan sepulang dari rumah sakit, kami hanya berdiam diri. Untuk batuk saja, aku memilih menahannya.
Apa maksud dari perkataannya tadi ‘Ayo kita lakukan’ seperti orang sinting saja. Apa dia lupa bahwa aku ini pembawa sial.
Bagaimana jika dia benar-benar bangkrut setelah melakukannya denganku? Ku mohon Tuan Raka berhentilah menjadi gila. Aku lebih menyukai sosokmu yang pendiam, tak banyak tingkah.
Sesampainya di rumah. Aku melihat luka yang ada di lengannya saat ia berganti pakaian. Luka goresan kaca di lengannya itu terlihat cukup dalam.
“Apa itu sakit?” tunjukku pada lukanya.
“Menurutmu?! Aku terluka karena melindungimu!” omel Tuan Raka.
Mengomel saja terus! silakan!
“Kau harus mengobatinya!” lanjutnya.
“Harus?! Kenapa aku?!” Memangnya aku mengemis untuk dilindungi?
“Kau memang tak tau cara berterimakasih!”
Dengan cepat aku menjawab, “Makasih.”
Dia melongok mendengar ucapanku. “Apa itu?!”
“Apa lagi?!” Apa aku harus sujud menyembahmu?
“Bersujud dan ucapkan terimakasih!” Apa? yang benar saja, aku menyembah?! Sialan! “Kemarilah!” perintahnya.
“Tidak! Memangnya kau ini siapa?! Tuhan? Dewa? Atau apa?! Kau berlagak seperti seorang raja di rumahku!” ucapku.
Yah, ini kan sudah menjadi milikku. Haha.
Dia terkekeh. “Kau memang tak tahu diri, aku yang memberikannya untukmu!”
“Lalu kenapa?” tanyaku.
“Kemarilah!” Melentikan jarinya agar aku mendekat.
Apa lagi sih?! Tak ada habisnya. Aku tak kan bersujud dan menyembahmu di istanaku sendiri. Kau yang seharusnya berlutut dan mencium telapak kakiku.
“KEMARILAH!” teriaknya membuatku terkejut dan langsung menghampirinya. Teriaki aku! Teruslah berteriak!
Pltaak!
“Aaaaaw!” Lagi-lagi dia menjitak kepalaku. “Sialan!”
“Kau memang keras kepala!” Setelah menjitaknya, dia mengusap kepalaku. “Apa ada otak didalam sini. Tempurung kepalamu terlihat kosong.”
“Tidak ada manusia berkepala lembek seperti bubur. Untungnya aku keras kepala. Kalau tidak, sudah hancur kepalaku dari kemarin! Kau terus menyakiti tempurung kosong yang tak berotak ini!” omelku.
Cup!
Di-dia.
Mataku terbelalak. Dinding goa lembut dan lembab yang terkatup itu menyentuh bibirku. Seperti tersambar sesuatu. Tubuhku merasa tersetrum. Merinding dalam waktu 2 detik.
Ku dorong tubuhnya menjauh. Aku terdiam. Dia tersenyum geli menatap wajahku. “Jika kau mengomel lagi, akan aku berikan yang lebih," ucapnya sambil mengedipkan mata.
Apa dia baru saja menggodaku?
“Kau!” teriakku. Dia menatapku. “Kau yang meng…” Wajahnya mendekat. Kututupi mulutku dengan tangan. “Sialan!” bisikku. Dia tertawa, berjalan keluar kamar.
“Iihh! Sialan! Kau yang mengatakan bahwa kau tak kan memberikan sesuatu yang lebih padaku selain pelukan! Aaa. Baj*ngan itu benar-benar membuatku takut," teriakku saat ia sudah tak terlihat.
Apa bibirku baik-baik saja? Apa ini akan terlihat seperti aku pernah berciuman dengan seseorang? Akankah bentuk bibirku berubah karena sudah menyentuh bibir pria sialan itu.
Ku pandangi bibirku di depan cermin.
Aaaaa. Masih terasa lembab di bibirku. Pria sialan itu!
Aku mengamuk di atas kasur. Ku pukul-pukul guling sambil duduk di atasnya. Terus aku pukuli hingga aku lelah. Aku terbaring menimpanya. Mengeluarkan emosi butuh energi yang lebih banyak.
Tuan Raka membuka pintu kamar dengan membawa makanan di atas nampan. “Aku akan menyuapimu makan…” Dia menatapku terkejut. Aku lelah, napasku ngos-ngosan karena memukuli guling tadi. Tubuhku masih dengan posisi yang sama.
Apa?! Apa lagi?!
Dia menaruh makanannya di atas meja dengan cepat.
Kenapa lagi sih pria gila ini?
Merampas gulingnya dan melemparnya ke dekat jendela. Dia mendudukiku. Astaga benda terkutuk itu. Tubuhku menyentuhnya lagi.
“Kau bisa melakukannya denganku! Jangan dengan guling itu," bentaknya memegangi pundakku. Aku melindungi diri dengan menyilangkan tangan di dadaku. “Astaga! Aku merasa gagal menjadi seorang suami!”
“Aaarrghhh!” teriakku. Dia terdiam. “Melakukan apa? Apa yang aku lakukan?! Minggirlah! Kau menakutiku dengan benda di bawahmu itu!”
Dia menoleh ke tempat benda terkutuk itu bersembunyi. Astaga, mataku yang sialan ini pun ikut turut menoleh. Segera dia memperbaiki posisinya.
Benda itu sangat mematikan. Besar sekali, seperti sosis. Aku bisa melihat sosis itu benar-benar sudah mengembang sekarang. Terjiplak sempurna dari balik celana kolor yang ia kenakan.
Uh. Astaga, aku malah membayangkan bentuk sosis itu. Aku tak pernah melihat pria bertelanjang sekali pun. Entah bagaimana otakku bisa membayangkannya. “Pasti akan sangat sakit.”
Tuan Raka menjadi kikuk. Ia mengambil makanannya. “Aku tak kan membiarkan kau merusak piring di rumah ini lagi!” ucapnya gugup. Entah gugup, entah mungkin dia malu. Karena aku melihat sesuatu yang tak seharusnya aku lihat dari dirinya.
Bertahun-tahun aku bisa makan sendiri. Aku di perlakukan seperti anaknya saja. Dimandikan, tidur dalam pelukannya dan makan pun harus disuapi dia.
Selesai makan. Kami bersiap untuk tidur. Seperti biasanya, aku memeluk guling. Miring ke kanan, menatap wajah Tuan Raka. Ia tidur dengan posisi terlentang. Tangannya dilipat di dada sambil memegangi ujung selimut.
Sesekali aku melirik wajahnya. Aku tahu, dia juga melirikku sesekali. Mata kami bertemu beberapa kali saat saling melirik. Malam ini terasa sangat kikuk. Tak tau harus melakukan apa. Dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Ekspresi wajahnya berubah-ubah terkadang dia serius. Terkadang dia tersenyum.
Apa yang ada di otaknya?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
wew..
2022-01-07
0
Sulistiani
wahahha
gimana nanti ni pas malam pertama 🤭
2021-09-03
0
Arda Nara
lanjuttttt
2020-09-01
4