Ini dia. Ibu mertuaku. Wanita yang aku serapahi habis-habisan. Dia juga mengatai aku, sampai kesalku memuncak. Ingin kuterkam rasanya dia. Dia memandang sombong padaku.
Aku juga bisa sombong di depannya. Ini kan rumahku. Ini hadiah mas kawin dari Tuan Raka. Memangnya siapa dia? Cuma tamu.
“Berhenti menatapku seperti itu!” tegasku. Ia menganga terkejut.
Aku tak suka kisah menantu yang ditindas oleh mertuanya. Apa lagi mertua yang seperti dia. Uh. Aku akan menunjukkan taring sebelum dia menakut-nakuti aku.
“Kau ...” Ia menunjukku.
“Apa?! Lihat itu Tuan Raka! Itu ibumu! Dia yang menabrak mobil itu sampai penyok!” Wanita tua itu terperangah tak percaya.
“Benar?” tanya Tuan Raka pada ibunya.
“Ibu sedang tidak fokus ..."
“Pakai kacamata kuda sana! Menyetir mobil sembarangan. Untung aku tidak mati ditabrak!” omelku memotong kalimatnya.
“Hei! Kau kira kau siapa?! Wanita sepertimu memang pantas ditabrak. Harusnya tadi aku menabrakmu sampai kau mati! Astaga, wanita ini ... Beraninya dia angkuh di hadapanku.” Ia mengipasi dirinya sendiri. “Aku ini ibu mertuamu!”
“Aku angkuh? Lihat wajah Anda, Nyonya! Alis Anda yang menungging itu lebih angkuh dari ucapanku!” Kuputar bola mataku. Lihat! Siapa yang berkuasa di rumah ini. “Aduh, mari Tuan Raka, persilakan tamu kita masuk!”
Tuan Raka menahan senyumnya sedari tadi. Entah apa yang ada di otak pria bodoh ini. Dia mempersilakan ibunya duduk. Aku tersenyum semringah ikut mempersilakan ibu mertuaku yang tersayang ini untuk duduk. Ia berhenti di hadapanku. Memandangiku dengan wajah kesal. Aku terus tersenyum. Membungkuk seolah menghormatinya.
“Tamu? Beraninya dia mengatakan aku tamu." Gerutu itu terdengar olehku saat ia berlalu. Menghempas badannya di atas sofa.
“Biar aku buatkan air minum untukmu ibu mertuaku yang tersayang.” Aku terus tersenyum mengejeknya. Begitu pula Tuan Raka. Dia terus berusaha menahan senyumnya. “Kau pasti haus setelah menghirup asap mesin mobil tadi.”
“Tidak usah!” bentaknya.
“Aku tidak akan meracunimu ibu mertuaku yang tersayang. Aku akan mencicipi minumannya di hadapanmu sebelum kau meminumnya.” Kukedipkan mataku sambil tersenyum ramah.
“Ah?! Aku meminum bekas mulutmu?!” ucapnya.
“Bukankah itu adegan ciuman secara tidak langsung?” Kututup mulutku seolah kaget. “Romantis sekali kita ibu mertuaku yang tersayang.” Aku menepuk paha Tuan Raka yang duduk di sebelahku.
“Berhenti bertingkah seperti itu!” tegasnya. “Aku bisa mengusirmu dari rumah ini!”
Aku menoleh ke arah Tuan Raka. Tuan Raka pun ikut menoleh tak mengerti. Aku melongok. Dia malah mengalihkan pandangannya.
“Apa?! Menyisir?” Pura-pura bodoh saja lebih baik.
“Uh. Kenapa dia ini?!”
“Apa tadi? Menyisir? Tidak usah ibu mertua. Tuan Raka akan menyisir rambutku setiap hari.”
“Aku akan mengusirmu!” teriaknya.
“Oooh mengusir. Tapi ...” Kutatap wajah Tuan Raka lagi. “... ini kan rumahku, ibu mertuaku yang tersayang.” Senyum semringah.
Uh. Aku menyukai hal-hal seperti ini. Di mana aku bisa bertingkah seperti apa yang aku mau.
Ia terbelalak tak percaya. “Raka! Apa benar?! Raka!”
Tuan Raka mengusap kasar wajahnya sambil tersenyum. Ia mengangguk.
“Aaarrrghhh! Apa kau sudah gila?! Kau berikan rumah ini untuk wanita sialan ini?!” teriak Ibu Mertua penuh ekspresif.
“Eh eh eh. Apa tadi? Sialan? Dimohon jaga sopan santun ya sama tuan rumah.”
“Lihat itu Raka! Apa dia menikahimu karena hartamu?!”
Apa?! Mana mungkin aku seperti itu, sialan!
Iya sih, awalnya. Tapi kan Tuan Raka yang memberikan semua ini. Bukan aku yang meminta.
“Tidak Bu. Ini demi Nenek.” Tuan Raka memijat keningnya dengan satu tangan.
“Astaga! Nenekmu?!” Tuan Raka mengangguk. “Apa sih yang ada di otak wanita tua itu! Kenapa ayahmu harus memiliki ibu seperti itu! Menyusahkan saja!”
Ah?! Wanita tua?! Apa dia membenci nenek? Aihs. Dasar menantu kurang ajar!
“Bagaimana? Masih berniat mengusirku?” ucapku santai menyandarkan diri di lengan Tuan Raka. Ya, lihat ini! Aku istri dari anakmu! Ini adalah rumahku! Jangan main-main denganku!
“Argh!” Ia semakin kesal. “Jika aku tidak bisa mengusirmu, aku akan membunuhmu!”
“Aw, seram aduh ya tuhan seram sekali. Menakutkan! Bhahaha.” Dasar wanita tua! Dia tak tahu aku ini siapa. “Kau berhutang nyawa padaku. Jika saja aku tak membantumu keluar dari mobil tadi. Mungkin arwahmu yang akan datang sebagai tamu di sini.”
“Kau? Kau membantuku? Kau malah merusak gagang pintunya!” Tuan Raka menoleh ke arahku mendengar hal itu.
“I—itu.” Terkutuk kau Mak Lampir! Bagaimana caranya menjelaskan pada wanita tua ini. Jika tak kujelaskan, Tuan Raka akan berpikir bahwa aku berbohong. “Aku membantumu dengan bantuan iblis-iblis yang ada di sekitarku.”
“Uh. Aku percaya?” ejeknya.
“Terserah kau saja ibu mertuaku yang tersayang. Jika kau tak percaya, tanyakan saja pada anakmu!” ucapku.
“Kau kira aku bodoh?! Raka! Cepat kau ceraikan wanita ini! Aku tak tahan melihatnya!” desaknya mendekati Tuan Raka. Aku menggoyang-goyangkan kakiku layaknya tuan rumah yang berkuasa.
“Apa ibu gila? Aku baru menikahinya kemarin. Bagaimana bisa bercerai!” bantah Tuan Raka.
“Aku akan mencarikan wanita lain untukmu!”
“Tidak usah repot-repot ibu mertuaku yang tersayang. Tuan Raka bisa memilih wanita lain jika dia mau.”
“Aihs, sialan!” Ia mendesah kesal. “Apa kau kira putraku mencintaimu?! Dia bahkan jijik untuk tidur bersamamu!”
“Benarkah? Semalam aku tidur dalam pelukannya. Dia tidak muntah kok.”
Tuan Raka tertunduk memijat keningnya lebih kuat.
“Apa?! Apa kau sudah pernah melakukannya bersama dia Raka?!” pekik ibu mertua menahan geram.
“Biar aku ceritakan.” Tuan Raka menoleh ke arahku. “Semalam kami tidak bisa tidur. Maklum ya, pengantin baru. Belum tahu harus melakukan apa. Kami bercerita tentang kehidupan kami di masa lalu.” Sebuah kehaluan dimulai.
Tuan Raka mengubah posisi duduknya menjadi tegap dan sedikit menghindar dariku.
“Dia mengatakan bahwa dia dilahirkan dari sosok perempuan yang menyeramkan.” Mata wanita itu membulat. “Aku kasihan mendengarnya. Lalu aku peluk dia. Kami berciuman. Uhhh, bibirnya lembut sekali!” Tuan Raka terbelalak mendengar hal itu.
“Apa kau tahu ibu mertuaku yang tersayang?” bisikku. Mereka berdua terdiam menungguku menyelesaikan kalimat itu. “Besar!” bisikku sambil menutupi sisi wajahku sebelah kanan.
Tuan Raka menutup wajahku dengan cengkeraman tangannya. “Jangan lanjutkan lagi!” Ia menyeretku ke kamar utama.
“Aaarrgghhh! RAKA!” teriak ibunya.
...***...
“Apa kau sudah gila?!” Tuan Raka bergegas menutup pintu kamarnya.
Aku terus tertawa. “Besar!” ucapku terkekeh.
Aduh. Bahagia sekali aku melihat wajah bodoh ibunya menunggu kalimatku tadi.
“Bagaimana bisa kau mengatakan hal semacam itu pada ibuku?!”
“Iya iya, aku tak kan mengatakannya lagi,” bantahku. “Tapi, wajah ibumu!” Aku tertawa.
“Aku tidak pernah melakukannya denganmu!”
“Iya! Aku juga masih perawan sampai detik ini! Apa yang kau harapkan dariku?! Kita tidak saling mencintai! Kau yang mengatakannya! Aku hanya ingin mengerjai ibumu saja!” omelku.
“Kau, jangan sakiti ibuku! Kau penuh dengan kesialan. Sebaiknya kau tak mengganggu dia!”
“Iya Tuan Raka yang terhormat. Aku hanya ingin menyambut ibu mertuaku yang tersayang itu dengan sedikit rasa bahagia!” Kurentangkan tanganku hendak memeluk dan menenangkannya. Namun, dia mengatup tanganku dan menjauhkanku.
"Ada apa?" tanyaku heran.
"Kau memang sudah terpikat padaku, ingin memelukku?" ejeknya dengan senyum tipis dan alisnya yang naik sebelah.
Apa?! A—astaga.
"Aku?" tunjukku pada diri sendiri. "Aku ingin merenggangkan otot-ototku." Kurenggangkan otot-ototku. Memang bodoh sekali aku ini.
"Uh! penat sekali aku menertawakan ibu mertuaku yang wajahnya mirip badut mampang itu," ejekku sambil terus bergerak layaknya sedang bersenam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Anonymous
Sumpah jijik banget ama sifat dan sikap Fauziah ga tau diri dan ga tau sopan santun ke orangtua
2022-05-12
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
menantu lucknut..😉😉
2022-01-07
0
💕Rose🌷Tine_N@💋
FauFau...sebar barnya dirimu..
jagalah sikap terhadap ibu mertuamu..😑
2021-12-07
1