“Cepat buka pintunya! Astaga, dasar wanita bodoh! Pecahkan kacanya!” Wanita itu terus mengataiku dengan kata-kata seperti itu.
Membuatku semakin kesal. Itikad baikku tak dihargai. Kulepaskan cengkeramanku. Berdiri tegak menjauh. Menahan amarah adalah hal yang sulit untukku. Aku lebih memilih mengeluarkan sumpah serapah dari pada menahan amarah seperti ini. Kukedipkan mata. Braag!~ Pintu mobil itu terlepas.
Wanita itu keluar dari mobil dan segera menjauh. Apinya menyambar tangki bensin. Seluruh mobil itu terbakar habis. Aku masih terdiam menahan emosi. Aku menjauh. Kembali ke tempat seharusnya.
“Nona, apa yang terjadi?!” Mpok Nur segera membukakan pintu untukku.
“Wanita yang menabrak kita tadi ... terkunci di dalam mobilnya sendiri!” kesalku. Ya, lebih baik aku luapkan emosiku dari pada menahannya.
“Apa dia terbakar di dalam mobil?!”
“Harusnya seperti itu. Tetapi aku terlalu baik. Jadi aku menolongnya.”
“Benarkah, Nona?” Mpok Nur seakan tak percaya.
Aku terus memandangi tanganku. Kenapa terkadang aku tak bisa menjadi se-sial biasanya dan terkadang aku menjadi sial, malah sangat sial dari biasanya.
Membuka pintu mobil tadi, mengingatkanku pada kotak cincin waktu itu. Di saat aku berusaha membukanya, ia malah tak terbuka. Di saat aku membukanya karena kesal, aku malah merusaknya.
Juga sepatu itu. Aku memakainya karena aku kesal. Tiba-tiba dia menjadi rusak.
Satu lagi! Saat berkendara bersama Tuan Raka. Aku tak mendapat kesialan apa pun. Seakan ada dinding perisai yang melindungiku agar tak terkena kesialan itu. Sekarang, Aku berkendara bersama Pak Ijo dan Mpok Nur. Malah ditabrak hingga bumper mobil menjadi penyok.
Sebenarnya aku ini kenapa?
...***
...
Akhirnya aku kembali. Tepat di depan pintu rumah. Tuan Raka berdiri dengan wajah kesal. Tuan Bima di sebelahnya terlihat biasa saja.
Habislah aku! Mobil itu penyok!
Tidak! Memangnya dia siapa? Aku sudah menjadi orang kaya sekarang. Aku bisa mengganti mobil itu dengan yang lebih mahal.
Aku turun dari mobil dan menghadap mereka berdua. Mpok Nur di belakangku.
“Maaf Tuan, Nona ...” Kalimat itu segera dipotong dari Tuan Raka.
“Masuklah Mpok! Aku ingin mendengar alasan apa yang akan dia berikan.” Seperti tonjolan di dada seorang wanita kurus. Datar, benar-benar datar kalimatnya.
Mpok Nur bergegas masuk ke dalam rumah. Kulirik Tuan Bima. Ia menggerak-gerakkan tangan dan alisnya. Seolah mengisyaratkan sesuatu. Semakin aku mencoba menerjemahkan, semakin terlihat bodoh wajahnya.
“Siapa yang mengizinkan kau keluar kamar?!” Tuan Raka menundukkan kepala, menatapku yang lebih pendek darinya.
Jujur saja Fauziah! Terserah dia mau marah atau tidak. “A-a-ak. Mpok Nur!”
Astaga mulut sialan! Malah menyebut Mpok Nur.
“Kenapa kau ke luar?!” tanyanya.
“Aku membeli kaca untuk lampu di kamar! Ayahku melapisi lampu dengan kaca agar tak rusak saat aku mem ...” Tuan Raka membekap mulutku. Ia menatap Tuan Bima. Tuan Bima terkejut melihat apa yang dia lakukan. Kupukuli tangannya. Ia melepaskanku.
“Aihs!” Aku berjalan kesal menuju kamar tamu. “Aku bahkan belum mandi dari tadi pagi!”
“Jangan masuk ke kamar mandi tanpa aku!” teriak Tuan Raka dengan nada kesal.
“Terserah kau saja!” balasku.
Harusnya dia menyediakan bak mandi di sana. Aku tidak butuh shower atau bahkan bathub yang bisa saja aku pecahkan hanya dengan sekali berendam di dalamnya.
“Aku tak kan membiarkanmu!” teriaknya lagi. Ck, Aku menoleh kesal.
Apa?! Kenapa?! Kenapa Tuan Bima terbelalak.
“Jangan lakukan apa pun di kamar tanpa aku!” teriak pria bodoh itu lagi, membuat mata Tuan Bima semakin terbelalak.
Jangan masuk ke kamar mandi tanpa aku.
Jangan masuk ke kamar mandi tanpa aku?
JANGAN MASUK KE KAMAR MANDI TANPA AKU!
Aaa. Aku berlari mendekat ke Tuan Raka. “Dasar tidak waras!” Kupukuli tangannya.
Ia menghindar berlindung di balik tubuh Tuan Bima. “Hei! Kenapa kau ini?!”
Beraninya dia merendahkan harga diriku lagi. Aku masih tetap seorang gadis hingga saat ini!
“Aku juga ingin menikah!” teriak Tuan Bima.
Aaaaa. Dasar tidak waras! Kuhempas kakiku masuk ke kamar tamu. Astaga kenapa aku harus menikah dengan pria bejat seperti dia!
***
Ya, aku sudah mandi. Dimandikan oleh suami tercintaku, huek maaf aku berbohong. Ingin muntah aku menyebut dia suami tercinta.
Sama seperti hari kemarin dia juga memandikanku. Aku tidak dibolehkan memegang apa pun yang ada di sini. Aku juga harus menjaga pandanganku. Karena itu terlalu berbahaya.
Sekarang, dia tengah menyisir rambutku. “Apa kau memotong rambutmu?” tanyanya.
Dasar buta! Kenapa baru bertanya sekarang. “Tidak!” ketusku.
“Bukankah rambutmu masih panjang sehari sebelum kita menikah?” tanyanya lagi.
“Ck, sisir saja yang rapi! Jangan banyak bertanya!”
Plakk!~ Ia mengetuk kepalaku menggunakan sisir. Apa lagi sih?!
“Aku sudah menyiapkan fasilitas untukmu. Aku sudah membeli mobil," ucapnya.
“Yang benar saja. Kau kan pelit!” jawabku.
“Iya! Aku memang pelit! Sudah kukembalikan mobilnya ke deler!” Tuh kan! “Kau membuat bumper mobilku penyok!” jeritnya.
“Itu bukan aku yang membuatnya penyok!” bantahku.
“Siapa?! Pak Ijo? Mpok Nur? Mereka tidak sesial kau!” ucapnya.
“Argh!” Kulirik kesal wajahnya di cermin. “Seseorang menabrak mobil itu! Aku sudah memarahinya. Tapi dia tidak tahu diri!”
“Kau memarahinya?!” ucapnya terus menyisir rambutku.
“Tidak! Aku menendang mobilnya dan mengeluarkan sumpah serapah! Dia hampir mati karena kesialanku!”
“Benarkah?! Kau tidak sedang mendongeng kan?”
Astaga. Dia ini ... Dongeng macam apa yang melibatkan nyawa seseorang?
“Mesin mobilnya berasap. Dia terkunci di dalam mobilnya. Untungnya aku baik. Aku bebaskan dia sebelum mobilnya terbakar habis!” jelasku.
“Waaah. Apa kau bangga sekarang?!” Ia mengejekku. “Kau sudah bertingkah seperti pahlawan. Kau menjadi bangga karena menyelamatkan korban kesialan dirimu sendiri?!”
Ah?! Dasar sialan! Bagaimana dia bisa berpikir seperti itu.
“Terserah kau saja, Tuan Raka yang terhormat! Cepat sisir rambutku!” ucapku.
“Iya! Kau harus menjaga penampilanmu! Bima sedang menjemput ibuku!”
“Apa?!” Demi demit yang wajahnya mirip Tuan Raka! “Kenapa kau baru mengatakannya?!” Aku mulai panik tak karuan. “Astaga, mertuaku sebentar lagi akan melihat menantu kesayangannya ini. Aku bahkan belum merias wajahku!”
“Tak usah berhias! Wajahmu sudah jelek permanen.” Ia menaruh sisirnya di laci.
Aihs! Bukankah kemarin dia bilang wajahku cantik tanpa berhias. Kenapa sekarang dia berkata seperti itu?
Aku dan Tuan Raka tengah duduk di ruang tamu. Kami terus bertengkar. Menunggu kehadiran ibu mertuaku.
Hingga akhirnya Tuan Bima memberhentikan mobilnya di depan teras rumah dan seorang wanita keluar dari mobil itu. Para pelayan membukakan pintu untuknya. Kami semua membungkuk. Menghormatinya. Tetapi, tidak dengan Tuan Raka.
Tiba-tiba pria gila itu mengucapkan sesuatu yang membuat mataku terbelalak.
Ia mengatakan, “kenapa kau menabrak istriku?!”
Aku mendongak melihat ibu mertua. Mataku terbelalak.
Wanita pengendara mobil hitam itu, ibu mertuaku. Aku bahkan mengucapkan sumpah serapah. Menendang mobilnya dan membahayakan nyawanya. Kesialan macam apa lagi ini?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
A 09 Darajatun jatun
cerita apa bosen bacanya
2023-07-03
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
waa... mak mertua rupanya
2022-01-07
0
Nazka Aditya
hahahaha...gk nyangka aku yg nabrak mobil mertua..😂😂😂
2021-10-18
0