Akhirnya aku keluar dari neraka terpendam itu. Aaaa. Bisa gila aku jika berada di sana lebih lama lagi.
Tuan Bima sedang menelepon Fotografer untuk memotret kami di suatu tempat. Gaun yang tengah kukenakan kini, sangat cantik seperti aku hehe. Tuan Raka mengenakan kemeja putih polos dengan celana jeans hitam. Mirip karyawan magang. Ya, dia memang tampan walau tak banyak bicara. Mau pakai kostum apa pun, tetap saja wajahnya terlihat tampan dan semakin tampan.
Tuan Bima menyetir. Membawa kami ke lokasi pemotretan. Tak henti-hentinya kakiku bergetar jika berada di perjalanan. Bukankah akan menjadi berita tergila yang pernah ada. Jika aku meninggal karena kecelakaan di hari sebelum pernikahanku. Aku harus mendaftarkan jumlah kesialanku di rekor muri terlebih dahulu. Agar namaku diabadikan sebagai gadis ter-sial di dunia ini.
“Apa kita harus memesan MUA untuk meriasnya?” tanya Tuan Raka pada Tuan Bima.
“Akan memakan waktu lebih lama lagi untuk merias wajah.” Tuan Bima tak menyetujuinya.
“Tapi, ini kan prewedding.”
“Waktunya tak cukup untuk merias. Aku telah memilih pantai untuk lokasi pemotretannya. Aku ingin kalian berfoto dengan background sunset.”
Apa yang mereka bicarakan? Aku yang bodoh, lebih baik diam dan menyimak saja.
“Jika kita gunakan waktu untuk merias. Mataharinya akan terbenam sebelum riasannya selesai.”
“Setidaknya dia harus berhias sedikit.”
Ow, mereka sedang mengobrol tentang dandanan wajahku untuk pemotretan. Bodoh sekali aku, tidak menyadari lebih cepat.
“Tidak usah, Tuan. Wajahku sudah cukup cantik tanpa riasan apa pun.” Eh, mulut sialan ini. Kenapa terdengar seperti menyombongkan diri.
Tuan Raka menatap wajahku. Aku berkedip 3 kali. Dia tetap menatap wajahku. Baiklah, aku akan diam. Bersikap tidak terjadi apa pun. Kuputar pandangan ke arah depan. Dasar bodoh!
“Baiklah. Kau memang tak butuh berhias. Kau memang sudah cantik," ucap Tuan Raka.
Uh, apa itu. Apa itu sebuah pujian? Aaa. Ibuku saja tak pernah berkata seperti itu. Bahkan ayahku mengatakan bahwa wajahku mirip minuman cappucino cincau. Kulitku terlihat coklat dengan bercak-bercak hitam di seluruh wajahku.
Aku harus bertingkah biasa saja. Duh, susah sekali menahan senyum. Apakah aku akan terlihat lebih cantik saat tersenyum. Aaah Tuan Raka bisa-bisanya kau membuat aku malu.
Kami berhenti di sebuah pantai. Di sana telah terdapat set peralatan fotografi. Kuangkat rok gaun yang mengembang ini. Berjalan menuju lokasinya.
Astaga. Aku tertegun menatap laut. Bagaimana jika secara tiba-tiba terjadi tsunami?
“Halo, Tuan Raka," sapa sang Fotografer kepada Tuan Raka. “Tuan Bima." Dia juga menyapa Tuan Bima.
“Mari kita berfoto!” jeritku. Mari selesaikan lebih cepat sebelum tsunami terjadi. Fotografer itu menatapku dengan mengernyitkan keningnya.
“Calon istriku.” Tuan Raka mengusap kepalaku.
Aihs, Tuan Raka. Berhentilah seperti itu. Aku tak ingin kau terkena kesialan lebih dari ini.
“Aa, iya. Mari kita kerjakan sekarang. Mataharinya akan terbenam sebentar lagi.” Fotografer itu mempersilakan kami berada di posisi yang pas.
Kali ini kami harus berpose seakan aku menyerang Tuan Raka dengan bola api matahari dan Tuan Raka harus berpose seperti terpental oleh seranganku. “Ayo mulai!”
Cekrek!
Tuan Raka terlambat untuk melompat. “Sekali lagi!”
Cekrek!
Rambutku berantakan oleh angin. “Sekali lagi!”
Cekrek!
Lagi-lagi Tuan Raka terlambat untuk melompat. “Sekali lagi!”
Cekrek!
Tuan Raka terjatuh. “Sekali lagi!” teriak Fotografer itu. Aku berlari mendekati Tuan Raka. “Apa kalian ingin mengganti posenya!” Nadanya meninggi secara tiba-tiba.
“Apa kau tidak apa-apa, Tuan?” Kubersihkan pasir yang melekat di lengan dan kakinya.
“Hei! Apa kalian akan membiarkan mataharinya terbenam begitu saja!”
“Dasar buta! Tuan Raka terjatuh karena kau! Apa kau dibayar untuk berteriak sekali lagi sekali lagi sekali lagi! Jika kau profesional sekali potret pun sudah selesai! Kau yang tak bisa membidik waktunya dengan benar!” Aaaa. Kenapa banyak sekali orang yang membuatku kesal hari ini.
“Apa yang kau bicarakan! Cepat lakukan sekali lagi!” Fotografer itu memerintah.
“Tidak apa-apa. Mari lakukan sekali lagi!” ucap Tuan Raka.
Uh. Kenapa kau bisa sebaik ini. Jika aku menjadi kau, sudah kutampar mulut fotografer sialan itu.
Tunggu dulu, Apa? Apa mungkin Tuan Raka terjatuh karena kesialanku? Aaa. Harusnya aku tidak memaki fotografer itu. Akulah yang pantas dimaki. Kesialanku yang membuatnya terjatuh. Uh. Lagi-lagi aku menyusahkannya.
“Ayo! Astaga apa ini adegan romantis serial drama Korea?! Aku tidak ingin menontonnya!” Fotografer sialan itu ... Benar-benar ingin kutampar rasanya dia.
“Baik! Baiklah! Berhentilah mengomel. Kami juga tak ingin mendengarnya!” teriakku.
“Apa aku akan memotretmu saat berteriak?! Cepat berpose!” Aaaa. Kuharap harimu menyenangkan! Semoga kau tak terkena kesialan hari ini!
Kami kembali pada posisi masing-masing dan berpose.
Cekrek!
Lagi-lagi rambutku terkena angin. “Nona! Potong saja rambutmu itu! Menyusahkan saja!” Aihs! Sialan!
“Potong kepalamu! muak aku melihatnya!” teriakku.
“Kau memang pandai mengatai orang. Cepat lakukan sekali lagi!”
Hheeegh! Ingin menangis aku rasanya. Melakukan hal semacam ini lebih menyiksa dari pada merusak barang-barang di toko pria gemulai tadi.
Setelah melakukan sesi pemotretan ratusan kali. Akhirnya selesai juga. Aku berjalan malas menuju mobil Tuan Raka. Terdengar olehku perbincangan mereka yang di lakukan sambil berjalan di belakangku.
“Aku mengenal banyak model. Jika kau ingin mereka menjadi istrimu, aku bisa memperkenalkannya padamu. Kenapa kau malah menikahi gadis seperti itu!” Siapa lagi kalau bukan fotografer sialan itu.
“Kenapa tidak kau saja yang menikahi model-model itu?!” teriakku.
“Astaga, gadis ini. Apa dia memang sering menggonggong seperti itu?!” Menggonggong? Apa dia maksud aku ini anjing?
“Entah, aku pun belum mengenalnya lebih lama," jawab Tuan Raka.
“Apa maksudmu. Kau baru mengenalnya?!”
“Iya! Kami baru bertemu kemarin siang!” teriakku kesal.
“Kau menikahi gadis yang baru kau temui kemarin?!” Tuan Raka mengangguk.
“Dia telah bertemu dengan nenek, setahun yang lalu. Nenek memintanya untuk menikahi Raka. Tetapi gadis itu menolaknya saat itu," jelas Tuan Bima.
“Ah?! Menolak? Memangnya siapa dia, beraninya menolak putra tunggal Aesh Group.”
“Tuan! Tutuplah mulutmu, atau kau akan pulang tanpa nyawa!” tegasku.
“Ah?! Apa? Dia mengancamku? Lihat Tuan Raka! Itu dia calon istrimu!” Seakan fotografer itu memaksa Tuan Raka membatalkan pernikahan ini.
Aaaaa. Semoga kau tertabrak truk yang membawa drum, Tuan Fotografer!
“Tidak, dia benar," jawab Tuan Raka.
Hegh. Tuan Raka membelaku. So sweet sekali pria ini. Lihat itu, itu dia calon suamiku menunjukkan taringnya saat aku di ganggu.
“Apa kau menyukai wanita yang mengancam orang lain?!”
“Dia bisa membunuhmu tanpa sentuhan. Sebaiknya kau diam dan jangan membuat dia kesal.” Tuan Raka mendekat ke arahku. Tuan Bima terbelalak mendengar Tuan Raka yang juga ikut mengancam sang Fotografer.
Akhirnya dia percaya bahwa aku seorang gadis pembawa sial.
Tidak, itu bukan ancaman. Kami hanya memberitahu saja. Bukan maksudku untuk menggertak. Memang itu faktanya.
“Aaah. Tuan Raka! Apa calon istrimu ini dukun, Atau apa?! Apa dia keturunan Jin?”
Astaga, bukan itu maksudnya! Dasar bodoh. Apa dia berpikir bahwa aku membunuh seseorang menggunakan iblis.
“Ya! Aku bertapa di gunung merapi bertemu dengan Mak Lampir. Aku bahkan memiliki kekuatan dari siluman Harimau Putih! Aku juga bertemu Dayang Sumbi. Itu yang membuat wajahku secantik ini!” Bagus teruslah membual.
“Dia juga memiliki 7 kekuatan, yang di sebut boboiboy kuase 7 hahaha.” Tuan Bima tahu bahwa itu hanya bualanku saja.
“Dasar wanita gila!” Tiba-tiba fotografer itu mengatai aku.
“Kau yang gila! Mana mungkin aku seorang dukun!” Ya, aku ini memang dukun yang bisa mencelakai seseorang tanpa sentuhan! Apa dia juga ingin merasa sedikit rasa kedukunanku ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
kocak
2022-01-07
0
Triple R
kwkkwkwkkwwk
2021-07-19
0
🌷💚SITI.R💚🌷
sy cm ketawa bacay
2021-07-19
0