Uh sialan. Harusnya aku tak tidur tadi. Rasa kantukku sudah benar-benar hilang sekarang. Apa yang harus aku lakukan agar cepat tertidur.
Kupeluki erat guling dan menaikkan selimutnya lebih tinggi hingga menutupi setengah wajah. Tuan Raka memutar tubuhnya membelakangiku. Sepertinya dia belum tidur.
Apa yang harus aku lakukan untuk memastikan bahwa dia belum tidur. Apa memanggilnya? Jangan. Dia bisa bertingkah gila lagi. Yang ada dia malah membayangkan adegan romantis drama Korea saat sepasang kekasih tak bisa tidur di malam hari.
Dia memutar tubuhnya lagi. Menghadapku. Dia benar-benar belum tidur. Kugesekkan jempol kakiku menyentuh betisnya dari balik selimut.
Bulu kakinya banyak sekali. Apa semua pria seperti ini. Ini melebihi bulu kaki ayahku. Aku bahkan mengatai ayahku monyet karna bulu kakinya. Ternyata ada yang lebih parah.
Tak ada reaksi apa pun. Semakin cepat kugesekkan. Semakin cepat, semakin cepat dan semakin cepat lagi. Hingga jempolku terasa panas.
Plakk!~ Ia menendang kakiku menjauh. “Apa kau ingin membuat betisku terbakar?!” bentaknya.
“Ck, tidak akan terbakar! Hutan hasil reboisasi itu cukup lembab!” bantahku.
“Diamlah! Besok aku akan bekerja!” Tuan Raka menarik selimutnya lebih tinggi.
“Hm, aku tak bisa tidur. Kamarnya gelap!” gerutuku agar dia mengerti dengan kegelisahan yang tengah aku rasakan.
“Lalu apa?! Apa aku harus memegangi senter di depan wajahmu agar kau bisa tertidur?!” Ia malah mengomel.
Hm, baiklah. Baiklah! Tidurlah sana!
Keadaan malam semakin hening. Suara jangkrik mulai beradu satu sama lain.
“Tuan,” bisikku.
“Hm," jawabnya singkat.
“Apa kau tahu ..." Belum selesai kalimatku, dia malah memotongnya begitu saja.
“Tidurlah! Besok aku bekerja!” tegasnya.
Iya! Tidur sana! Kau yang bekerja, bukan aku!
Suasana kembali hening. Suara katak pun sudah ikut meramaikan suasana hening ini. Entah berapa menit aku terdiam.
“Tuan,” bisikku lagi. Ia tak bergeming. “Tuan.”
Tuan Raka sudah tertidur.
“Seram sekali kalau kamarnya gelap begini,” gerutuku. “Bagaimana kalau tiba-tiba ada kuntilanak di sebelah lemari, atau tuyul berlari. Atau ...” Aku menggantung ucapanku. Kulirik guling yang sedang aku peluk di antara Tuan Raka dan Aku. “Gulingnya menjadi pocong.”
Eh ehh. Kenapa?
Tiba-tiba Tuan Raka menarik gulingnya. Ia mendekat ke arahku. Bertukar posisi dengan guling tadi. Kini dia menjadi pembatas jarak antara aku dan gulingnya. “Tutup mulutmu! Tidurlah!”
Kuterdiam. Aku tak bisa tidur tanpa memeluk guling. Apa aku harus memeluk dia agar bisa tertidur. Kulingkarkan tanganku di dadanya. Plaakk!~ Dia menepis tanganku.
“Sialan!” teriakku. Apa salahku? Sakit sekali.
“Kau sangat ingin melakukan adegan malam pertama denganku?! Aku ingatkan lagi. Kita tidak saling mencintai!” tegasnya di hadapan wajahku.
Apa?! Adegan malam pertama?!
“Ah?! Dasar tidak waras! Kau yang menyingkirkan gulingnya! Aku sudah katakan. Aku tidak bisa tidur tanpa memeluk guling!”
“Itu alasannya kau memelukku?!”
“Aihs! Lupakan!” Sialan! Mati saja kau Tuan Raka! Lagi-lagi kau merendahkan harga diriku. Hanya wanita gila yang mau tidur bersamamu!
Eh, tidak. Akulah wanita gila itu. Benar-benar gila! Bisa-bisanya aku tidur dengannya. Aaa. Untungnya kau itu suamiku. Kalau bukan, sudah kutendang kau dari kasur ini.
Ya, nikmati saja nyanyian dari jangkrik dan katak malam ini. Dengan suasana remang di dalam kamar. Benar-benar adegan horor yang harus dinikmati.
Semakin lama aku berdiam, semakin terdengar embusan napas Tuan Raka. Dia benar-benar sudah tertidur. Kuambil lagi gulingnya. Kupeluk sambil menatap wajah Tuan Raka yang terbias oleh cahaya lampu oranye di atas meja.
“Kita tidak saling mencintai! Niat awal pernikahan kita adalah demi nenek yang sakit-sakitan. Kau tahu? Aku berdoa semoga nenekmu cepat mati dan kau bisa menceraikan aku tanpa ada nenekmu lagi!” gumamku menatapnya.
Uh. Polos sekali wajahnya, seakan ia melupakan segala dosanya yang ada di dunia ini.
Tiba-tiba tangannya bergerak keluar dari selimut. Apa-apaan ini. Mencoba merampas guling yang sedang kupeluk. Aku berbalik dan memejamkan mata.
Aku tak bisa membuka mataku. Penerangan satu-satunya yang tersisa, berada tepat di hadapanku. Jika lampu itu juga rusak karena tatapan sialku ini, bisa gila aku tidur dalam kegelapan total.
Aku membelakanginya agar guling itu tetap berada di pelukanku. Dia malah memelukku. Aku memberontak. Kakinya mengunci gerakanku. Aaaaaaa. Pria sialan!
Aku tak bisa bergerak, tak bisa membuka mata. Aku terdiam. Hingga akhirnya aku tertidur.
...***
...
Apa ini? Silau sekali. Astaga, siapa yang membuka jendela sepagi ini. Kutarik selimut menutupi tubuhku.
Bunyi berisik apa lagi itu?! Kubuka selimutnya selebar kepala. Memfokuskan mata dan mencari sumber suaranya.
Astaga! Dajjal! Demi Tuan Raka si sialan yang tak ada tandingannya!
Seorang tukang sedang memperbaiki lampu di langit-langit kamar. Gelagatnya seperti kuntilanak saja. Merayap dari dinding ke dinding. Lalu melekat di langit-langit. Astaga, hampir melompat jantungku. “Bisakah kau bekerja tanpa suara, Tuan?!” desahku sedikit jengkel.
“Aku tak bersuara," jawabnya santai. Kutatap sekitarku. Ya, dia benar. Dia memang tak bersuara. Sialan!
“Semoga harimu menyenangkan, Tuan!” Tidak, semoga kau tertimpa kesialan seperti Tuan Raka! Jatuh sekalian dari langit-langit itu!
“Ah. Hidupku tak menyenangkan sama sekali, Nona," balasnya.
Hegh, kenapa dia?
“Lihat pekerjaanku. Setidaknya ada 4 lampu yang rusak di rumah ini. Belum lagi aku harus memperbaiki kran," ucapnya.
Kutelan salivaku. Ya, mau bagaimana lagi. “Itu kan tugas Anda, Tuan!”
“Tugasku hanya memperbaiki 1 barang yang rusak! Tidak dengan 5 sekaligus.”
Aihs dia ini. Sudah di beri pekerjaan malah mengomel. “Berhenti bekerja saja!” perintahku.
“Anak dan istriku mau makan apa kalau aku berhenti bekerja?!” tanyanya.
Itu urusanmu! Memangnya aku ini siapa? Nenek moyang istrimu?!
“Tuan! Bisakah kau pasang kaca untung melindungi lampunya?” Dengan begitu lampunya tak kan pecah lagi, seperti yang ada di kamarku dulu. Pria itu menatapku kesal. Seolah ia tak setuju jika pekerjaannya semakin banyak. “Aku akan membayarmu 5x lipat," lanjutku.
Ha ha, aku sudah kaya sekarang.
“Baiklah. Lampu yang rusak?”
“Ya, semua lampu yang rusak.”
“Apa kau bisa membelikan aku kacanya? Aku harus memperbaiki kran terlebih dahulu. Akan banyak waktu yang habis jika aku memperbaiki lampu sebanyak ini.”
“Membeli kaca?! Aku bahkan tak tahu di mana letak jalan keluar dari rumah ini!” jeritku.
“Suruhlah pelayanmu, Nona. Kau kan punya banyak pelayan!”
Hm. Baiklah. Perintahkan saja aku sesuka hati kalian!
Kulirik jendela yang silau. Ada bayangan hitam di sana. Mencurigakan. Semakin aku mendekat, semakin jelas bayangannya. Pundak seseorang. Aku berlari membuka jendela. Mengeluarkan kepala menoleh ke kiri dan kanan. Belasan pelayan berdiri di sana. “Apa yang kalian lakukan?!” jeritku.
“Tuan Raka menyuruh kami menjaga jendela ini dan memastikan Anda tidak keluar, Nona.” Salah satu dari mereka membungkuk.
Aku berlari membuka pintu kamar. Belasan pelayan juga berdiri di sana.
Aaaaaaa. Terkutuklah kau Raka Al Hafiz Dinantara!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Anonymous
Ga suka ama Fauziah bahasanya kasar kotor ga banget
2022-05-12
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
walah
2022-01-07
0
✳️Nåtåßÿå_ßÿå✳️🐣
Astaga, jendela pun dijaga🤣🤣
2021-09-07
1