Bab 2

Namun Zahira yang masih kecil ini tidak paham akan semua itu, bahkan nani atau pengasuhnya saja tidak bisa bersuara lantaran semua itu telah diatur oleh orang yang mengelola tempatnya. Dan hal itu juga tidak pernah terdengar ketelinga si tiran, yang membuat para pelayan ini semakin berani.

Langkah kaki kecil yang mengikuti arah suara itu pun berhenti di sebuah taman yang tak jauh dari sana, betapa terkejutnya Zahira saat melihat sang ayah melepaskan senyum hangat dari wajah kaku dan sangar yang selama ini ditunjukannya.

Dan itu pun bukan pada dirinya, melainkan pada sosok gadis yang ada disana saat itu. Serasa tubuhnya di sambar petir, Zahira pun terdiam membeku dan tanpa sadar kini dirinya telah mulai meneteskan air mata.

Ia yang bahkan tak tau nama aslinya itu pun terluka lagi dan lagi, seakan luka itu tak akan pernah bisa di obati. Zahira yang terus terbayang akan perlakuan tak adil yang ia terima selama ini pun mulai terasa sesak di dadanya.

“Hiks.. Hiks.. Kenapa? Kenapa harus begini?”, ucapnya sembari berlari meninggalkan tempat itu.

Sungguh, Zahira tidak bisa menerima perlakuan tak adil yang selama ini ia dapatkan, kenapa juga ia harus pergi dan penasaran akan siapa gadis yang berhasil meluluhkan hati sang tiran yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri.

Sungguh tiada kebohongan yang tersebar di antara para pelayan, lantaran ia sudah melihat senyum hangat sang ayah pada gadis yang di izinkan tertawa lepas disana tadi, sementara dirinya bahkan tak di perbolehkan untuk sekedar berbagi udara dengan sang duke.

Hati anak mana yang tak tercabik-cabik melihat dan mendengarnya, sungguh luka yang amat teramat dalam yang ditanamkan.

Zahira yang dalam keadaan menangis itu pun berlari kedalam kamarnya, kamar yang sederhana itu merupakan satu-satunya tempat ternyaman yang dimiliki oleh Zahira di kediaman duke ini.

Lantaran para pelayan yang sering melakukan diskriminasi padanya hingga, ia tidak bisa bergerak bebas disana bahkan untuk sekedar mengunjungi taman di kediaman mewah itu pun tak pernah ia lakukan.

Begitu sampai di kamar, ia menghempaskan dirinya di atas kasur keras yang tak layak di gunakan oleh seorang putri dari keluarga ternama.

Kemudian, ia pun membenamkan wajahnya ke dalam selimut untuk menangis sejadi-jadinya, melepaskan rasa sesak didadanya hingga ia terlelap kelelahan di dalam selimut usang itu.

Kamar seorang putri yang seharusnya cerah dan dilengkapi oleh berbagai jenis perabotan mewah didalamnya. Namun sayangnya, hal itu tidak berlaku bagi putri satu-satunya keluarga duke ini.

Ia malah tinggal dalam kamar paling sudut masion yang kecil dengan nuansa gelap dan semua isi di dalamnya sudah tua atau usang mulai dari perabotan hingga pakaiannya.

Penderitaan Zahira pun kian terasa sejak hari itu. Karena kelelahan menangis, ia yang tertidur pun terserang demam anak yang hampir merengut nyawanya.

Sang duke yang mendengar hal itu pun jadi marah lantaran berpikir, sang nani atau pengasuh Zahira telah mengabaikannya hingga sang pengasuh pun diusir keluar dari kediaman duke.

"Tuan, kumohon biarkan aku tetap disisi nona!", ucap sang nani dengan putus asanya. Ia tidak sanggup membayangkan bagaimana menderitanya nona yang ia layani sepenuh hati itu hidup sendirian di kediaman yang bak neraka ini.

"Ck, bersyukurlah aku tidak membunuhmu!", ucap sang duke yang menyentak alam kesadaran sang nani.

Bagaimana ia lupa bahwa tuan utama dari masion ini adalah seorang tiran yang akan membunuh siapa saja yang dia inginkan untuk mati, tentunya pernyataan itu membuat pupus harapannya untuk tetap tinggal disisi nona yang ia cintai itu.

Ia yang merupakan anak Baroness dan kesalahannya tak terlalu fatal, sebab dirinya menunjukan perhatian penuh cinta pada sang putri maka, lepas lah ia dari hukuman mati sang duke.

Namun sayangnya sang duke salah paham, sebab Zahira dilanda demam yang parah itu bukan karena di abaikan oleh sang pengasuh melaikan gejolak hati yang terluka, fisik mau pun mental yang terus terluka dari waktu ke waktu.

Di tambah kurangnya asupan gizi selama ini pun memuncak hingga, stamina tubuhnya tak bisa membendung rasa sakit itu lagi.

“Apa katamu, nani sudah di usir?”, tanya Zahira begitu sembuh dari demam tinggi itu.

Ia yang sudah sadar sejak beberapa hari lalu namun tak melihat satu-satunya orang yang bersikap baik nan lembut, yang penuh penjagaan pada dirinya selama ini, tak pernah sekali pun menunjukkan batang hidungnya.

Tentu ia sangat penasaran akan apa yang telah terjadi pada sosok yang amat ia hormati itu, sandaran satu-satunya yang tak mungkin berpaling darinya dan tentu itu terbukti.

“Ia, duke sendiri yang mengusirnya! Sudahlah, anda makan saja nona. Saya masih banyak pekerjaan lain”, ucap tidak sopan dari seorang pelayan yang baru ditugaskan untuk melayani dirinya itu.

"Ba-baik!", ucap Zahira dengan perasaan cemas tak karuan.

Namun demikian, meski pun saat ini ia diberi makanan yang layak akan tetapi, ia malah tidak nafsu makan lantaran orang yang melayaninya bersikap kurang ajar.

Berbeda dengan nani yang selama ini menemaninya, meski makanan yang terasa hambar penuh lada pun terasa nikmat. Dan tentu, ia berpikir makanan enak ini datang hanya karena ia masih dalam kondisi pemulihan, setelahnya pasti ia akan mendapat makanan hambar dengan roti keras di kali berikutnya.

Hari pun kian berlalu, Zahira mulai terlupakan dalam masion itu. Tak jarang perlakuan kurang ajar ia terima, namun ia hanya bisa diam dan pasrah lantaran tak pernah ada yang mau membelanya dan tak tau harus mengadu atau mengeluh pada siapa di masion itu.

Bahkan sejak kejadian itu, dirinya yang tak pernah mengunjungi atau pun memperlihatkan batang hidungnya pada sang duke. Begitu pula sebaliknya, bahkan sang duke melupakan keberadaan Zahira di mansionnya.

Kini Zahira menjadi gadis dewasa yang berusia 17 tahun, sesuai dengan kebiasaan atau tradisi di kerajaan Agnor, anak-anak yang sudah menginjak usia dewasa maka akan mengadakan hari upacara kedewasaan.

Dengan mengadakan pesta mewah, dan semakin besar keluarga seorang anak yang akan melakukan perayaan atau debutannya, maka semakin mewah pula pestanya.

“Mari lupakan upacara kedewasaanku, karena itu tak akan pernah terjadi dalam hidupku!”, ucap Zahira pada beberapa hewan yang berkumpul didekatnya.

Zahira yang terbiasa mencari makanan yang berupa buah-buahan untuk mengurangi rasa laparnya di halaman belakang masion itu pun sering kali di hampiri oleh beberapa kelinci, anak rusa dan burung kecil lantaran ia tidak terlihat akan menyakiti hewan-hewan yang tampak imut dan mengemaskan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!