Bekerja di Butik

Bella menemui beberapa pemilik usaha mandiri untuk di interview. Proposal yang diajukan akan diseleksi usaha mandiri mana yang cocok untuk diajak kerja sama oleh Salim Group. Dan benar saja, Regas juga ikut mengajukan proposal itu.

Brian sedikit mengontrol kegiatan yang sedang Bella jalani. Dan ia melihat Regas disana. Agak kesal melihat Regas, karena dia sudah menyentuh Gisel dengan sesuka hatinya.

Dengan sengaja, Brian menghampiri Bella untuk menanyakan sejauh mana progres yang telah dilaksanakan. Sesuai dugaan, Regas terkejut dengan kehadiran Brian yang juga berada di kantor itu.

Brian pura - pura tidak melihat Regas dan memasang wajah angkuh. Menandakan bahwa "lihatlah siapa aku". Sedikit mengesalkan memang Brian ini. Karena Regas akhirnya hanya menunduk ketika Brian melewatinya.

*****

Gisel telah duduk di resto walk yang tepat berada di samping gedung Brian. Ia sedikit kepanasan karena hari itu matahari cukup terik. Tidak lama, Brian datang menghampirinya.

"Kamu sudah menunggu lama?" tanya Brian duduk dengan santai.

"Nggak kok. Baru datang." jawab Gisel berbohong.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Brian.

"Apa aja."

"Pasta, kamu keberatan?" tanya Brian lagi.

"Nggak kok." Gisel tersenyum memandang Brian kali ini. Lebih dekat dan terlihat tampan dengan jas yang ia pakai.

"Akhirnya, kamu tersenyum juga." ucap Brian.

Gisel terlihat berpikir ingin mengatakan sesuatu. Tapi ia bingung kata apa yang tepat untuk mengatakannya pada Brian.

"Aku berterima kasih padamu." ucap Gisel.

"Untuk apa?" tanya Brian sambil melihat buku menu.

"Entah bagaimana caranya keluar dari kelab itu. Tapi setelah aku pikir, aku cukup beruntung keluar dari sana." kata Gisel meletakkan tangannya di atas meja dan dilipat.

"Entah bagaimana aku harus bersikap saat ini, Gisel. Apakah aku harus benar - benar memperlakukanmu sebagai wanita penghibur atau sebagai Gisel yang aku kenal selama ini." kata Brian sedikit sedih.

Gisel terdiam sebentar mendengar perkataan Brian.

"Terserah padamu." jawab Gisel pendek. Brian menatap Gisel dengan bingung.

"Maksud kamu?"

"Ya. Terserah. Sewaktu - waktu jika kamu ingin aku menemanimu sebagai Gisel, aku siap. Sebagai bukan Gisel, aku pun siap."

"Kenapa begitu?"

"Brian. Dalam diriku sudah melekat dengan status wanita malam dan aku akan dicap seperti itu terus. Jadi kalau kamu mau memperlakukan aku selayaknya laki - laki yang ada di bar...."

Belum selesai Gisel mengatakan apa yang ada di pikirannya, Brian menggenggam tangannya dengan cepat.

"Jangan katakan itu lagi." ucap Brian. Gisel hanya bisa melihat keseriusan di mata Brian.

"Aku hanya melihatmu sebagai Gisel. Dan aku mohon supaya kita bisa menjalani semua ini dengan pelan - pelan saja." kata Brian menatap Gisel dengan dalam.

"Apa maksudmu dengan pelan - pelan?" Gisel tidak begitu mengerti dengan apa yang Brian ucapkan. Brian meletakkan buku menu diatas meja. Ia masih ingin sedikit mengobrol sebelum memesan makanan.

"Kamu tahu? Mungkin aku terlihat gila mencari seseorang dalam waktu lima belas tahun lamanya. Aku pernah hampir kehilangan harapan untuk mencarimu. Tapi aku hanya meyakinkan dalam hati kalau suatu saat nanti aku akan menemukanmu." kata Brian.

Gisel belum menanggapi perkataan Brian. Ia masih ingin mendengar apa yang Brian katakan.

"Seperti halnya saat ini. Seperti katamu, aku tidak tahu aku mencarimu karena aku menyukaimu atau memang hanya sekadar mencarimu. Tapi sebelum aku meyakinkan itu semua, aku ingin menarikmu dari tempat yang kotor terlebih dulu." lanjut Brian. Hati Gisel merasakan desir hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Aku tahu kamu wanita baik dan berpendidikan. Kamu mungkin ke tempat itu karena terpaksa saat kamu berada dalam keadaan sulit..."

"Brian." Gisel memotong pembicaraan Brian.

"Aku akan berterima kasih kalau saat ini kamu bisa menjadikanku temanmu." ucap Gisel saling menggenggam kedua tangannya.

"Tujuh tahun aku berada di dunia malam membuatku tidak percaya pada lelaki manapun." lanjut Gisel. Brian sedikit tertegun dengan perkataannya.

Brian menatap mata kesedihan yang ada di wajah Gisel walaupun Gisel berusaha untuk tersenyum.

"Dan aku tidak benar - benar yakin, kamu akan menyukai diriku yang seperti ini atau aku yang terlalu percaya diri disukai oleh pewaris dari Salim Group?" Suara Gisel sedikit bergetar. Hatinya terasa seperti ditikam oleh pisau.

"Jika kamu bisa percaya padaku, Gisel, aku akan membantumu perlahan." kata Brian.

Gisel menatap mata Brian dengan hati yang hangat. Ia tidak menyangka bahwa Brian menaruh harapan besar untuk dirinya.

*****

Liana menghitung - hitung hasil pendapatan dari butiknya. Sedang karyawan lain merapikan baju yang tidak senada dengan warnanya.

Lonceng pintu butik Liana berbunyi, baru saja Liana akan mengatakan 'selamat datang' tapi setelah melihat Gisel yang datang, ia tidak jadi mengatakannya.

"Liana..."

"Apa? Apa? Kenapa kamu datang? Hitung - hitunganku jadi kacau." kata Liana menunda menghitung pembukuannya.

"Aku bosan." kata Gisel menjatuhkan tubuhnya di sofa.

"Kenapa kamu bosan? Sekarang tanpa bekerjapun kamu sudah dapat uang." kata Liana memyindir halus Gisel.

"Hei, kamu mau menyindirku sekarang?" tanya Gisel.

"Nggak, aku cuma belum terbiasa aja. Kamu dulu mati - matian cari pria hidung belang untuk kebutuhan hidup kamu. Tapi sekarang aku nggak melihat Gisel itu lagi." kata Liana.

"Kalau begitu pekerjakan aku disini." ujar Gisel melirik ke arah Liana. Liana terkejut dengan apa yang Gisel katakan.

"Apa? Kamu kerja disini?" tanya Liana.

"Iya."

"Ngapain aku memperkerjakan kamu disini?" tanya Liana mengambilkan minum untuk Gisel.

"Ayolah. Aku cuma bosan nggak ada kegiatan."

Liana terlihat berpikir dengan apa yang Gisel katakan.

"Oke. Kamu boleh kerja disini. Tapi gajinya beda jauh sama di kelab. Gimana?" Liana menyetujui apa yang Gisel minta.

"Nggak masalah. Mulai kapan aku kerja?" Gisel tersenyum sumringah dengan perkataan Liana.

"Kapan lagi? Sekarang!" jawab Liana berlagak memerintah Gisel. Gisel tersenyum melihat Liana yang bersemangat lagi.

*****

"Kamu datang telat ke kantor?" tanya Bella pada Brian. Sudah sejam berlalu dari jam makan siang dan Brian baru datang.

"Iya, Kak. Tadi aku juga masih beli sesuatu di luar jadi baru datang." Brian mencoba mencari alasan.

"Kenapa nggak suruh Pak Liam?" tanya Bella semakin bingung.

"Nggak apa - apa dong, Kak, sesekali aku keluar. Capek duduk terus." jawab Brian sambil berlalu.

Bella tidak bertanya lagi. Ia memaklumi jika sesekali Brian terlihat lelah di kantor.

Tidak lama kemudian, Bella masuk ke ruangam Brian dan menyerahkan data untuk usaha mandiri yang akan bekerja sama dengan Salim Group.

"Ini data untuk usaha mandiri. Kamu bisa mengecek ulang hasil wawancaranya. Aku sudah membuat ringkasannya jadi lebih mudah kamu pahami. Dua hari lagi akan dijadwalkan untuk interview langsung sama kamu. Buat wawancara itu sesingkat mungkin untuk menghemat waktu." kata Bella panjang menjelaskan tentang imterview untuk usaha mandiri.

Brian melihat data yang diberikan Bella dan menemukan nama Regas disana.

"Baiklah. Aku akan membaca lagi apa yang sudah kamu ringkas. Dan bagaimana dengan keputusan usaha mandiri yang akan bekerja sama dengan kita?"

tanya Brian.

"Setelah kamu interview mereka, hari itu juga kita akan memberi pengumuman usaha mandiri mana yang akan bekerja sama. Dari sepuluh usaha mandiri, buatlah menjadi lima usaha mandiri yang layak bekerka sama dengan kita." jelas Bella.

"Bagaimana memutuskannya menjadi lima?" tanya Brian.

"Kita akan berunding dan menyepakatinya secara bersama." ucap Bella.

"Kalau begitu buatlah pengumumannya tiga hari kemudian." kata Brian menutup data usaha mandiri itu.

"Tapi..." Bella hendak mengatakan sesuatu. Tapi ia ingat, keputusan akhir berada di tangan Brian. Bella mengangguk dan tersenyum.

"Baiklah." Kemudian Bella pergi meninggalkan ruangan Brian dengan helaan napas yang lega.

*****

"Kenapa kamu memilih kerja disini?" tanya Liana merapikan beberapa nota.

"Aku nggak punya pengalaman apapun di bidang pekerjaan lain. Jadi ku pikir tempat ini yang cocok untukku." jawab Gisel menggantungkan baju di hanger.

"Kenapa kamu nggak kerja di perusahaan Brian? Kamu tahu persis dia pemilik perusahaan." kata Liana heran kenapa Gisel lebih memilih bekerja di butiknya.

"Aku hanya berjalan perlahan saja. Dan sedikit demi sedikit aku bisa dapat kerjaan lagi." kata Gisel.

Liana tersenyum mendengar perkataan Gisel.

"Kalau kamu mau membuka usaha, kamu harus pikirkan usaha apa yang sekiranya cocok denganmu. Jangan lupa memikirkan cara untuk memasarkan usahamu." kata Liana.

"Tentu saja. Aku akan memikirkannya." jawab Gisel.

"Anggap saja butikku ini sebagai batu loncatan agar kamu bisa punya usaha lagi nantinya." kata Liana dengan bangga melihat perubahan Gisel.

"Benarkah?" tanya Gisel tidak bisa menahan bahagianya.

Lonceng pintu di butik Liana berbunyi. Liana langsung bangkit dari duduknya dan menyapa pelanggan yang baru datang ke butiknya.

"Selamat dat..." sapaan ramah Liana terhenti ketika melihat Bella yang datang ke butiknya.

"Bella?" Liana agak kaku ketika melihat Bella yang datang.

Dengan wajah yang dingin dan terlihat angkuh, Bella mengitari butik Liana. Gisel hanya terdiam di kursi kasir. Liana menghampiri Bella dan bersikap seramah mungkin.

"Aku nggak nyangka kamu datang ke butikku." ucap Liana dengan mengulas sedikit senyum di bibirnya.

"Kamu nggak mau mendaftarkan usaha mandirimu ke perusahaanku?" tanya Bella melihat baju dengan bandrol harga yang tidak cukup mahal bagi Bella.

"Untuk apa?" tanya Liana tidak mengerti.

"Untuk bekerja sama dengan Salim Group." jawab Bella.

"Apakah usahaku ini bisa masuk ke dalam daftar usaha mandirimu?" tanya Liana masih mengulas senyumnya, berusaha untuk ramah.

"Sebenarnya besok sudah mau wawancara terakhir. Dan aku lupa memberitahumu soal itu. Tapi kalau kamu masih berminat, kirimkan saja proposal usaha mandiriku dan datang besok lusa." kata Bella tanpa sedikitpun membalas senyum Liana.

"Baiklah, aku akan membuat proposalku." kata Liana.

"Terima kasih sudah memberitahuku info ini, Bella." lanjut Liana walaupun sedikit kesal dengan tanggapan Bella yang dingin.

"Oke. Aku pamit." kata Bella yang kemudian matanya tidak sengaja melihat Gisel yang duduk di kursi kasir. Seperti pernah melihat wajah itu, Bella memperhatikan Gisel. Karena merasa risih ditatap seperti itu, Gisel tersenyum kemudian menundukkan kepalanya.

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

jangan sampe bella tau, siapa gisel.
bisa gawat nih

2022-06-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!