Tentang Brian dari Liana

Gisel terdiam dengan apa yang baru saja Liana katakan. Ia tidak berpikir bahwa Liana akan menyebutkan namanya.

"Kenapa kamu berpikir kalau itu Brian?" tanya Gisel dengan wajah datar dan sedikit mengalihkan pandangannya dari Liana. Tapi Liana memang sedikit terlambat menyadari ekspresi wajah Gisel.

"Aku baru ingat waktu kamu tertidur karena habis minum. Brian memintaku untuk pergi meninggalkanmu dan dia yang akan membawamu masuk ke dalam apartemen. Dia juga sempat menanyakan passcode rumahmu." cerita Liana.

"Kamu tahu passcode rumahku?" tanya Gisel terkejut.

"Iya." jawab Liana dengan polosnya.

"Kamu tahu passcode rumahku tapi setiap datang ke rumahku kamu selalu membunyikan bel?" Gisel memandang Liana dengan kesal ketika Liana selalu membangunkannya setiap kali ia datang. Liana hanya tertawa agar Gisel tidak terlalu jengkel padanya.

"Tapi dia nggak membangunkanmu kan? Dia juga nggak buka - buka baju kamu kan?" Liana mulai penasaran dengan apa yang terjadi dengan malam itu.

"Ngomong apa sih kamu? Brian bukan orang semacam itu." jawab Gisel.

"Tapi aku bingung. Kamu kenal Brian darimana? Aku pikir itu pertama kalinya kamu bertemu dia." Liana terlihat memikirkan bagaimana Gisel dan Brian bisa bertemu.

"Dia.. dia teman sekolahku dulu." Gisel mulai berkelit. Tidak nyaman Liana menanyakan macam - macam seperti ini.

"Dia juga terlihat sedang nunggu kamu lho di depan apartemen."

Entah bagaimana Gisel harus menanggapi cerita Liana kali ini. Sebisa mungkin Gisel mengendalikan emosinya agar tidak membuka semua rahasia pada Liana.

"Tapi berarti kamu beruntung dong! Habis acara peresmian direktur, aku mengincar dia. Tapi, Bella, kakaknya Brian langsung mengusirku dari hadapan Brian. Aku benar - benar sebal setiap lihat Bella."

"Bella?"

"Iya, kakaknya. Cantik, asisten direktur, langsing, duh pokoknya siapa yang nggak iri sama dia. Tapi ya begitu. Dia tegas dan hah... ya... dia nggak suka model wanita seperti aku yang bekerja di kelab malam."

"Lalu kamu kenal Bella itu darimana?" tanya Gisel menjadi penasaran.

"Sebenarnya Bella itu teman sekolahku saat SMA. Dia sudah terkenal pintar, cantik dan modis. Ya gimana nggak modis kalau keluarganya kaya raya begitu." cerita Liana dengan semangat.

Gisel terlihat memikirkan tentang keluarga Brian yang tidak pernah ia ketahui. Brian punya kakak yang bernama Bella. Mungkinkah wanita yang ia tabrak di dekat butik Liana pada waktu lalu? Karena hanya dia satu - satunya wanita ketika ia melihat sekumpulan orang yang bersama dengan Bella.

"Makan yuk. Lapar nih. Jangan gosipin orang terus!" ujar Liana.

"Lho, kan bukan aku yang mulai." Gisel bangkit dari sofa dan mulai mengambil handuk.

"Tunggu ya! Mandi dulu!" teriak Gisel.

*****

Edith menunggu Maureen yang sejak tadi berada di toilet. Makan siang sudah tersaji di depan matanya, tapi ia masih belum akan menyentuhnya. Ia ingin makan bersama dengan Maureen.

Akhirnya Maureen kembali dari toilet dan membawa air mineral untuk mereka.

"Kok lama?" tanya Edith mulai membuka sendok dari balutan tisu.

"Beli air dulu nih." jawab Maureen kemudian mulai menyendok beberapa suap.

"Kenapa sih kamu nggak duluan aja makannya kalau lapar?" tanya Maureen melihat Edith yang mulai lahap dengan makanannya.

"Nggaklah. Enakan makan bareng." jawab Edith.

Maureen menyelesaikan makan siangnya. Menyandarkan punggungnya sebentar ke kursi. Tidak sengaja ia melihat Gisel yang duduk di meja seberangnya. Spontan saja, Maureen menghampirinya.

"Hai, Gisel." sapa Maureen.

Gisel menoleh dan tersenyum pada Maureen.

"Hai. Kamu makan disini juga?" sapa Gisel dengan ramah.

"Iya, kebetulan aku melihatmu." jawab Maureen tersenyum.

"Apa kabar, Maureen? Perasaan kamu sudah lebih baik kan dari kemarin?" tanya Gisel menyalami dan memeluk Maureen.

"Better setelah ketemu kamu. Thanks ya." Maureen tertawa melihat Gisel.

Edith hanya duduk ditempatnya dan memperhatikan Maureen yang begitu bersemangat menyapa temannya. Edith tidak tahu siapa temannya itu. Ia belum pernah melihatnya. Tapi mereka terlihat akrab dengan tawa yang sesekali muncul di wajah Maureen. Apakah teman sekolahnya dulu? Atau teman kuliahnya? Edith tidak mau menebak - nebak. Biar saja. Nanti Maureen juga akan cerita.

"Ok, see you next time ya, Maureen. Aku makan siang dulu." ucap Gisel sambil menunjuk resto yang akan ia kunjungi.

"Ok. Bye." Maureen kembali ke tempat duduknya dan Edith sudah terlihat penasaran.

"Baru lihat ya?" tanya Maureen.

"Iya. Memang siapa dia?" tanya Edith meminum air dari botolnya.

"Namanya Gisel. Dulu aku sempat salah paham sama dia karena mau mencoba merebut Farshall dari aku. Tapi setelah ketemu dan ngobrol sama dia, dia orangnya baik. Dan akhirnya aku tahu, dia melakukan itu semua bukan karena ingin merebut Farshall. Dia hanya cari uang. Ya begitulah." jelas Maureen.

"Oh , berarti dia cewek yang kerja di kelab malam itu dong?" tanya Edith langsung merasa menggebu - gebu. Dirinya serasa terbakar setelah tahu bahwa Maureen baru saja menyapa seorang 'wanita malam'.

"Iya. Memang itu orangnya." jawab Maureen dengan polosnya.

"Untuk apa kamu repot - repot mau berteman sama orang kayak gitu? Gara - gara dia kan kamu sama Farshall jadi putus." Edith tidak percaya kalau Maureen mau berteman dengan orang yang sudah membuat hubungannya dengan Farshall hancur.

Maureen agak terkejut dengan apa yang Edith katakan. Maureen tahu, Gisel bukan tipe wanita yang akan merebut kekasih orang lain walau dia memiliki titel sebagai wanita malam.

"Kamu salah, Edith. Gisel melakukan itu semua karena pekerjaannya. Boleh jadi dia wanita penghibur di dalam kelab. Tapi di luar, dia orang yang baik. Seperti yang kamu lihat. Dan asal kamu tahu, dia juga menyarankanku agar bisa lebih memberikan waktuku pada Farshall. Tapi memang Farshall ****, untuk apa aku mempertahankan dia?" Maureen terdengar membela Gisel.

Yang Edith tidak mengerti, mengapa Maureen begitu membela Gisel? Bagi Edith, dia tetaplah wanita penghibur yang bisa saja menghancurkan hubungan seseorang.

"Kamu bener nggak nyesel bisa berteman dengan Gisel?" tanya Edith meyakinkan Maureen sekali lagi.

"Nggak, Edith. Aku nggak menyesal. Justru aku berterima kasih sudah ditunjukkan siapa Farshall sebenarnya." jawab Maureen agak tegas dan Edith hanya bisa mengangguk.

"Baiklah. Kalau memang itu menurutmu yang terbaik. Aku tidak akan berbuat apapun. Aku hanya berharap kalau kamu tidak menyesali keputusanmu. Itu saja."

Maureen tersenyum menatap Edith yang mengkhawatirkan dirinya. Ia berterima kasih karena Edith sangat memperhatikan sahabat yang satu ini.

"Iya. Nggak akan." jawab Maureen dengan yakin.

*****

Brian menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Pak Liam menyadari itu semua. Tapi ia hanya diam dan mengatakan bahwa ia tidak tahu apapun ketika Bella menanyakannya.

"Tuan." panggil Pak Liam ketika Brian tidak ada hentinya mengetik di komputer.

"Sudah waktunya makan siang. Tuan harus makan dulu." kata Pak Liam.

"Saya masih sibuk, Pak." jawab Brian tanpa sedikitpun menoleh ke arah Pak Liam. Kemudian Pak Liam tidak bicara lagi. Ia keluar dari ruang Brian dan menutupnya dengan pelan.

Pak Liam menelpon restoran makanan agar bisa mengantarkan makanan ke kantor. Hanya itu yang bisa terpikirkan oleh Pak Liam agar Brian tidak melewatkan makan siangnya. Daripada Brian jatuh sakit karena pekerjaannya yang menumpuk.

Setelah melewati makan siang dan selesai mengetik, Brian meregangkan ototnya dengan posisi tangan ditarik ke bagian depan. Rasanya lelah bekerja seharian dan duduk diam di mejanya.

Pak Liam masuk dan membawakan kotak makanan untuk Brian.

"Ini makanan Anda, Tuan." kata Pak Liam meletakkan kotak makanan itu diatas meja.

"Lho, saya tidak pesan kan, Pak?" tanya Brian bingung.

"Iya, nggak kok, Tuan. Tapi ini saya yang pesankan. Jangan sampai makan Anda dilewatkan, Tuan." kata Pak Liam. Brian senang mendengar apa yang Pak Liam katakan.

"Terima kasih, Pak. Belakangan ini saya juga lumayan sibuk dengan pekerjaan sampai - sampai lupa makan." kata Brian meraih kotak makanan itu.

"Mohon maaf, Tuan, kalau saya terdengar lancang." ucap Pak Liam membuat Brian berhenti sejenak untuk membuka kotak makanan.

"Ada apa, Pak?" Brian merasa bingung dengan apa yang akan Pak Liam sampaikan.

"Alangkah lebih baik jika Tuan bisa memisahkan antara pekerjaan dengan urusan pribadi, Tuan. Saya khawatir kalau nanti Tuan tidak stabil dan akan memengaruhi pekerjaan Tuan." kata Pak Liam dengan hati - hati dan terdengar sopan di telinga Brian.

Brian tersenyum mendengar saran dari Pak Liam. Ia tidak tahu bahwa Pak Liam mengkhawatirkan dirinya sedalam itu.

"Terima kasih, Pak. Saya akan usahakan itu." jawab Brian.

"Jika ada yang membebani hati Tuan, Tuan bisa bercerita dengan orang yang Tuan percaya agar tidak terlalu berpengaruh dengan pekerjaan." lanjut Pak Liam.

Brian terlihat merenungkan kalimat yang diucapkan oleh Pak Liam dan menghela napasnya. aq

"Sepertinya Pak Liam sudah mulai paham dengan saya. Memang ada beberapa hal yang menggangu saya. Tapi saya usahakan agar tidak terlalu berpengaruh dengan pekerjaan." Brian meyakinkan bahwa apa yang terjadi antara dirinya dan Gisel tidak akan mempengaruhi pekerjaannya.

"Mungkin saya bekerja disini karena telah lolos seleksi dari Ibu Bella. Tapi, Tuan. Saya bekerja untuk Anda. Saya pastikan semua yang terjadi pada Anda akan saya jaga. Dengan kata lain, saya berusaha sebaik mungkin untuk Anda."

Brian cukup kagum dengan ketulusan hati, sopan santun dan nada bicara Pak Liam yang terdengar indah di telinga Brian.

Brian berdiri dan menghampiri Pak Liam. Menepuk pundaknya dan mengulas senyum di bibirnya.

"Saya sangat berterima kasih dengan perhatian Pak Liam selama ini. Saya berusaha agar tidak mengecewakan Pak Liam lagi. Dan apapun yang terjadi pada saya, saya berusaha mengatasinya sendiri." kata Brian. Pak Liam mengangguk dan tersenyum menatap Brian yang bersikap cukup baik padanya.

"Sekarang, apa Pak Liam sudah makan?" tanya Brian mengakhiri pembicaraan seriusnya dengan Pak Liam. Brian sangat beruntung mendapatkan sekretaris yang baik hati dan perhatian seperti Pak Liam.

Brian mempersilakan Pak Liam mengambil kotak makanannya dan duduk bersama Brian di sofa ruangan Brian dan mereka makan bersama.

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

lamjut thor

2022-02-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!