Brian sudah tumbuh dewasa. Dari usia remaja yang masih dibilang bau kencur, kini ia telah mewarisi perusahaan Ayahnya yang sepenuhnya diserahkan oleh Brian. Brian memenuhi janji dalam dirinya sendiri bahwa ia akan menjadi sukses dan mencari Gisel suatu hari nanti.
"Kau sudah siap?" tanya Bella pada Brian. Bella adalah kakak satu - satunya Brian, yang selalu mewakili perusahaan. Bella memakaikan jas pada Brian karena hari ini adalah acara resmi Brian ditunjuk sebagai direktur.
"Ya." jawab Brian pendek.
"Setelah kau menjadi direktur, kau akan bertanggung jawab penuh. Dan aku akan tetap mengawasi kinerjamu." lanjut Bella.
Brian mengelap keringatnya sedikit demi sedikit karena ia merasa sangat gugup.
"Kau gugup?" Bella tersenyum melihat adiknya begitu tampan menggunakan jas.
"Bagaimana tidak? Yang aku hadapi adalah para pemegang saham." jawab Brian agak kaku.
"Santai saja." Bella tertawa mencairkan suasana.
"Ada aku. Aku akan tetap disampingmu." jawab Bella.
"Kenapa tidak Kakak saja yang mengambil posisi ini?" tanya Brian bertanya ulang walaupun sudah pernah dibahas sebelumnya.
"Jangan dibahas lagi. Kau kan tahu pewaris akan selalu jatuh pada anak laki - laki. Jadi aku mengandalkanmu." kata Bella.
"Kau tidak marah?"
"Untuk apa marah? Selama aku masih punya kartu kredit dan mobil sendiri, hidupku aman." jawab Bella dengan santai. Iya, Bella berusaha mengikhlaskan bahwa dirinya adalah anak perempuan dalam perusahaannya. Bagaimanapun Ayahnya pasti akan mengutamakan Brian.
"Jadi, jangan coba - coba sakit dan melimpahkan semua pekerjaan padaku ya!" ancam Bella dengan tawanya yang renyah.
"Aku nggak akan mengecewakanmu, Kak." sahut Brian dengan senyum diwajahnya.
"Sudah siap. Ayo kita berangkat." Bella membalikkan badannya dan mengambil tas di meja rias kemudian keluar dari kamar Brian.
Brian menatap dirinya yang memakai jas lengkap dengan dasi di kaca. Ia merapikan rambutnya sekali lagi. Brian terlihat tampan. Siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona. Badannya yang tegap dan tinggi, dadanya yang bidang serta alisnya yang tebal benar - benar impian semua wanita.
Tapi hanya satu yang ada di hati Brian. Sosok wanita yang selalu ia cari selama lima belas tahun, wanita anggun, cerdas dan cantik. Gisel. Dimanakah Gisel? Di umurnya yang matang ini, sudah seharusnya ia mencari keberadaan Gisel. Apa yang Gisel lakukan sekarang? Bekerja di kantoran kah? Membuka butik kah? Atau salon? Semua itu cocok dengan Gisel yang selalu memperhatikan pakaian dan riasan di rambutnya.
Brian kembali bersemangat ketika mengingat Gisel. Ia merasa harapannya yang selama ini ditunggu akan segera datang. Brian menegakkan bahu dan dadanya. Ia tersenyum di depan kaca dengan percaya diri. Sekali lagi ia merapikan jasnya.
"Aku siap."
*****
Ballroom yang akan mengadakan acara peresmian Brian sebagai direktur sudah siap dengan beberapa event organizer yang tengah sibuk menata ulang bunga yang sekiranya belum rapi. Beberapa orang dari event organizer memakai blazer hitam dan menggenggam walkie talkie sangat sibuk kesana kemari. Mereka ingin acara besar ini sukses.
Bella datang ke dalam Ballroom lima belas menit sebelum acara dimulai bersama sekretarisnya. Ia memastikan bahwa semua sudah disiapkan dengan benar.
Setelah para hadirin hadir termasuk para pemegang saham, acara segera dimulai. Bella memandu acara mulai dari pembukaan dan sambutan Ayahnya sebagai mantan direktur.
"Hari ini saya menyerahkan jabatan saya kepada ahli waris yang sah, Brian Adhitama Salim. Saya menyerahkan posisi ini juga atas pertimbangan saya dan Brian tidak menerimanya dengan cuma - cuma. Brian saya latih mulai dari karyawan biasa hingga ia bisa membuktikan dirinya pada saya bahwa ia layak menggantikan saya. Sedangkan putri saya, Bella Shahnaz Salim, tetap menjadi asisten direktur. Saya berterima kasih kepada hadirin yang datang pada hari ini. Dengan ini secara resmi saya mengumumkan bahwa putra saya, Brian, menjabat sebagai direktur." Ayahnya, Bernard Salim, menutup pidatonya dengan mengumumkan bahwa Brian telah resmi menjadi direktur.
Suara riuh tepuk tangan menyemarakkan isi ruangan yang terlihat megah dengan sorotan lampu dari kanan dan kiri. Acara peresmian Brian, ditutup dengan sedikit pidato dari Brian sendiri dan Brian tidak panjang mengucapkan pidatonya.
"Terima kasih kepada hadirin. Saya mengharapkan kerjasama yang baik. Saya berusaha semaksimal mungkin agar Salim Group tetap menjadi perusahaan terbaik dengan pelayanan yang ramah dan memuaskan. Itulah motto kami." Brian sedikit membungkukkan badannya, memberi hormat kepada hadirin yang kebanyakan usianya sudah jauh lebih tua darinya.
Suara tepuk tangan kembali meramaikan isi ruangan. Lampu sorot berwarna warni terlihat indah dengan gambar bunga yang berjalan - jalan. Acara pun ditutup dengan acara makan malam.
Brian duduk di meja makan bundar yang telah disiapkan. Hanya ada Brian, Bella, Bernard dan juga Ibunya, Silva. Tapi Brian tidak bisa langsung makan dengan lahap. Ia menyalami beberapa pemegang saham yang mengucapkan selamat kepadanya dan juga para klien yang senantiasa memberikan donasi untuk perusahaannya.
"Jadi kamu yang namanya Brian?" tanya seorang wanita ketika menyalami Brian. Cantik, langsing dan tingginya pun hampir sama dengan Brian. Bella yang mendampingi Brian melotot tajam ke arah wanita itu.
"Iya." Brian menyambut uluran tangan wanita itu dengan perasaan tidak nyaman.
"Liana Felisa." ucapnya dengan sorot mata yang tajam dan senyum yang terlihat anggun.
"Iya, Brian." jawab Brian singkat. Bella yang merasa risih dengan kedatangan Liana, menyentuh tangan Liana untuk melepaskannya dari Brian.
"Kau sudah cukup tahu Brian? Sekarang lepaskan tanganmu." kata Bella.
"Oh ya ampun, Bella. Aku hanya ingin berkenalan saja. Kenapa kamu melarangku?" kata Liana dengan nada manja yang dibuat - buat.
Bella hanya tersenyum melihat Liana yang menyebalkan. Ia tahu persis Liana hanya mendekati lelaki yang mempunyai jabatan dan uang yang banyak.
Bella mendekati Liana dan membisikkan sesuatu.
"Kamu mau aku lepas wignya di pesta ini?" tanya Bella.
Liana terdiam dan senyum diwajahnya langsung pudar.
"Pergi sana!" kata Bella dengan kesal. Liana pun merengut dan segera pergi dari hadapan Brian.
"Banyak wanita yang mendekatimu karena uang. Jangan lengah, Brian." nasihat Bella. Brian hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Bella.
*****
Gisel mengepulkan asap di udara dengan bibirnya. Jarinya yang lentik memegang satu batang rokok yang baru saja ia nyalakan. Rambutnya terurai, gaun malamnya pun memperlihatkan lekukan tubuhnya yang ramping.
Ia menggeser - geser halaman di layar ponselnya. Membaca berita terbaru yang baru saja rilis. Ia mengamati berita tentang peresmian direktur baru di Salim Group.
"Lihat berita apalagi?" tanya seorang lelaki yang menghampirinya dengan setengah telanjang.
"Salim Group." jawabnya singkat.
Pria yang bersamanya tertawa kecil. Seolah menertawakan Gisel yang mencari mangsa terbarunya.
"Kamu nggak akan bisa ngedapetin direktur baru itu." ucap pria itu.
"Direktur itu sangat disiplin dalam pekerjaannya. Nggak sekalipun dia bolos kerja untuk bersenang - senang di kelab atau bersama wanita. Ya intinya dia bukan anak orang kaya yang manja seperti anak - anak lain." lanjut pria itu.
Gisel menghentikan jemarinya menggeser halaman berita di ponselnya. Ia tertegun dengan perkataan teman prianya.
"Benarkah?"
"Coba saja kalau kamu bisa mendapatkannya. Tapi aku yakin, dia termasuk orang yang gila kerja. Dia tidak mementingkan hiburan malam."
Gisel hanya mendengar pengakuan teman prianya mengenai direktur baru di Salim Group. Anak orang kaya yang ia incar telah berada di puncak kedudukannya. Walaupun terdengar tidak mungkin, tapi Gisel yakin , suatu hari ia pasti bisa mendapatkan anak dari perusahaan Salim Group.
Gisel berada di apartemen yang baru saja beberapa bulan ia tempati. Ia pindah dari Kalimantan beberapa bulan yang lalu untuk menyambung hidupnya. Kehidupannya yang awalnya terasa sulit, kini ia mulai terbiasa. Kehilangan orang tuanya memberikan sedikit beban keuangan dan ia mengalami cukup banyak penindasan karena tidak punya uang. Kini, ia ingin bangkit, menjadi Gisel yang berbeda. Menjadi Gisel yang bisa membeli apapun tanpa harus kehujanan dan kepanasan.
Gisel menatap jauh ke luar jendela. Lampu pada malam hari di tengah kota Jakarta, membuat hatinya semakin membara. Telah banyak yang ia lalui untuk menjadi Gisel yang sekarang. Gisel ingin berada di titik puncak pencapaiannya. Ia tidak ingin usahanya sia - sia.
Teman prianya kembali bergairah melihat lekuk tubuh Gisel yang indah. Gisel mematikan rokoknya dan menerima cumbuan hangat dari pria itu. Sedikit demi sedikit pria itu mencumbui Gisel dari lehernya. Ia tahu persis, Gisel paling lemah di tengkuknya. Suara desahan Gisel yang membuat pria itu semakin bergairah dan tidak ada hentinya ia mencumbu Gisel. Perlahan, dibukanya dress tipis milik Gisel, diraba payudaranya yang ranum dan indah. Desahan Gisel semakin terdengar jelas.
Aroma tubuhnya yang wangi membuat pria itu semakin menggebu merangkul pinggang Gisel.
"Kamu sangat nikmat." kata pria itu terus menjilati ** payudaranya. Jemarinya meraih **** Gisel yang bebas. Semakin mendengar Gisel mendesah, semakin ia merasa bergairah.
****
Brian meletakkan jasnya di kursi meja kerjanya. Melonggarkan dasinya yang terikat di lehernya dan merebahkan tubuhnya diatas kasur. Hari ini ia sangat lelah. Tapi semangatnya tidak berhenti disitu. Keesokan harinya ia pasti akan lebih lelah. Entah berapa jam yang akan ia habiskan untuk bekerja besok.
Tok. Tok. Tok.
Kamar Brian di ketuk. Tidak lama, Ayahnya, Bernard, muncul dari balik pintu.
"Ayah.." sambut Brian.
"Brian."
"Ada apa, Ayah, selarut ini?" tanya Brian membimbing Bernard agar duduk di pinggir kasurnya.
Setelah duduk dengan nyaman, Bernard mulai mengelus punggung Bernard.
"Kamu sudah siap untuk esok hari?" tanyanya.
Brian terlihat agak ragu, tapi ia menganggukan kepalanya.
"Iya, Ayah."
"Akan ada banyak persaingan. Tapi percayakan semuanya pada kakakmu. Kakakmu sudah tahu betul bagaimana posisi direktur. Sangat berat, tapi Ayah yakin kamu pasti bisa melakukannya." kata Bernard.
"Iya, Ayah, Brian mengerti."
"Kau harus kuat menghadapi beberapa orang yang akan menyerangmu dari belakang dan jangan jadikan itu ancaman. Ayah harap kamu akan selalu berhati - hati terhadap siapapun. Dan jangan pernah percaya pada siapapun. Karena sesungguhnya posisi itu sangatlah berbahaya." lanjut Bernard mengingatkan Brian.
Brian tertegun mendengarkan kata - kata Ayahnya. Awalnya, ia merasa ragu , tapi ia yakin, apapun yang ia lakukan nanti, ia pasti bisa melalui dan mengatasinya dengan secermat mungkin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Hesti Sulistianingrum
setelah tahu profesi Gisel sekarang, apakah Brian ttap akan mencintai Gisel..?
2021-03-22
0
Miss Lilith
jejak dulu ya,dibaca santai
2020-05-07
0