Wanita Itu

Brian baru saja kembali dari meetingnya di luar kantor. Kebetulan jam ia kembali adalah jam makan siang dan banyak karyawan yang sedang berkumpul untuk sekadar membicarakan makanan apa yang ingin mereka makan siang itu. Di dampingi Pak Liam, Brian melewati karyawannya dengan senyum.

"Jadi nanti pulang kantor kita ke SevenSix?" tanya seorang pria yang sedang berkumpul dan menunggu lift terbuka. Tidak sengaja Brian mendengar pembicaraan mereka.

"Yakin mau kesana? Masuknya lumayan lho." sahut salah seorang yang terdengar mempertimbangkan biayanya.

"Cuma mau lihat aja disana. Kan habis gajian."

"Denger - denger yang suka main kesana kan anak konglomerat." salah seorang yang lain menimpali.

"Ya kita kan cuma duduk aja minum air mineral habis itu pulang." Kemudian mereka tertawa terbahak - bahak mendengar lelucon salah satu diantaranya.

Brian hanya bisa tersenyum. Ingin sekali dia memiliki waktu untuk sekadar menghabiskan waktu bersama teman - temannya. Tapi ia yakin, itu tidak mungkin lagi. Pintu lift terbuka. Brian segera memasuki lift bersama Pak Liam.

Bella memasuki ruang kantor Brian begitu Brian sampai di ruang kantornya. Ia membawa beberapa berkas yang harus diteliti dulu oleh Brian.

"Ini pengajuan permohonan untuk pasang iklan di media televisi dan ini permohonan untuk menjadi sponsor acara amal di taman kota bulan depan. Kamu baca dulu dengan teliti ya, Brian." kata Bella menjelaskan.

"Iya, Kak."

"Oh ya." Bella masih berdiri dan ingin berbicara dengan adiknya itu.

"Kapan Edith main ke rumah? Kalau ada waktu kamu suruh dia main ke rumah ya." kata Bella. Brian menatapnya dengan bingung.

"Untuk apa? Kenapa Edith harus ke rumah?"

"Kamu tidak ingin segera menikah?" tanya Bella.

"Ya ampun, Kak. Menikah saat ini bukan prioritasku. Aku masih ingin bekerja dulu." jawab Brian tertawa kecil.

"Lagipula kenapa Kakak tidak menikah duluan saja?" Brian bertanya balik perihal Bella.

"Ya, nggak sih. Cuma memastikan aja kalau kamu bisa punya pacar. Jangan terlalu memikirkan masa lalumu. Cuma itu pintaku." jawab Bella.

"Jangan khawatir, Kak. Kalau sudah saatnya aku pasti akan pacaran. Saat ini aku mau konsentrasi bekerja dulu. Okay, Kak?"

"Okay." Kemudian Bella meninggalkan ruangan kerja Brian.

Brian menyandarkan kepalanya di kursi dan memejamkan matanya.

Apakah Gisel masih ada di Kalimantan? Bagaimana cara mencarinya di Kalimantan yang begitu besar?

Selama ini Brian menduga bahwa Gisel masih menetap di Kalimantan bersama keluarganya. Tidak ada kabar dan tidak tahu harus berkomunikasi kemana membuat Brian benar - benar kehilangan kontak dengan Gisel.

*****

Byur!

Wajah Gisel disiram dengan segelas air oleh seorang wanita cantik dihadapannya. Gisel tidak kenal siapa itu. Tapi yang pasti ini sudah merupakan resiko dari pekerjaannya.

Dengan tenang, Gisel melap wajahnya dengan tisu. Bajunya pun basah. Dan Gisel menatap wajah wanita cantik yang ada didepannya itu dengan tatapan yang tajam.

"Apa ini?"

"Kamu tahu Farshall sudah punya pacar?" tanya wanita cantik itu yang ternyata adalah kekasih Farshall. Gisel mendengus kesal.

"Iya, tahu. Lalu?"

"Terus kenapa kamu masih bisa menggoda pacar orang lain? Kamu anggap Farshall itu siapa? Wanita murahan!" Wanita itu hendak menampar wajah Gisel tapi dengan cepat Gisel menangkis tangan wanita yang kurus itu.

"Kamu tahu kan seperti apa Farshall itu? Lelaki yang butuh ditemani oleh pacarnya tapi pacarnya selalu sibuk bekerja. Dan aku tidak menggoda pacarmu. Pacarmu terlebih dulu yang suka datang ke kelab dan memanggilku. Kalau aku wanita murahan, sorry, pekerjaanku memang itu. Tapi aku tidak merebut atau membuat pacarmu jatuh cinta padaku!" kata Gisel dengan menatap tajam wanita cantik itu.

"Apa? Tidak merebut pacarku?"

"Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaanmu dan luangkan waktu untuk pacarmu. Kalau aku merebut, aku tidak akan menyarankan ini. Apa kamu punya bukti kalau aku mengirim pesan atau menelpon pacarmu?" Gisel tersenyum sinis melihat kebingungan wanita itu.

"Kalau tidak, jangan berasumsi aku menggoda apalagi merebut pacarmu." Gisel melepas tangan wanita cantik itu dengan perlahan. Ia tidak ingin lagi duduk sambil menikmati angin sore di kafe terbuka itu. Moodnya hancur berantakan. Ia pergi dari tempat itu meninggalkan wanita cantik itu beridiri dengan kaku.

Edith yang baru saja keluar dari kafe dan melihat keramaian, terkejut melihat teman kerjanya berdiri di tengah keramaian.

"Maureen!" panggil Edith. Edith yang melihat Maureen terdiam langsung menariknya sampai keluar dari keramaian.

"Maureen! Kamu kenapa? Kenapa kamu diam begitu disitu?" tanya Edith khawatir. Maureen menatap Edith dan hatinya terasa gelisah.

"Aku baru saja bertemu dengan wanita yang sering ditemui Farshall." kata Maureen.

"Siapa?"

"Aku nggak tahu namanya. Tapi aku pernah melihat wajahnya. Dia wanita penghibur di kelab malam."

"Lalu? Ayo kita kejar dia!" Edith terlihat geram dan semangat sekali untuk menjambak wanita itu. Tapi Maureen menahan tangan Edith.

"Dia hanya bekerja. Bukan salah wanita itu. Tapi itu salahku." kata Maureen dengan sedih.

"Maureen! Kenapa kamu bicara begitu?" Edith semakin gemas melihat kelemahan hati Maureen.

"Aku yang tidak punya waktu untuk Farshall. Aku yang selalu bilang kalau aku sibuk. Aku tidak pernah datang ke restoran yang biasa kami datangi padahal Farshall sudah menungguku." Maureen meneteskan airmatanya. Kini ia merasa menyesal telah menyia - nyiakan hubungannya dengan Farshall.

"Kamu yakin bicara begitu? Bukan karena salah wanita itu?" tanya Edith. Maureen mengangguk.

"Aku tidak punya bukti wanita itu menggoda melalui pesan atau pun telpon. Aku hanya menduga semalam dia pulang dari suatu tempat dan parfumnya itu parfum yang sering dipakai wanita itu." cerita Maureen dengan sedih. Edith memeluk Maureen berharap hatinya merasa lega karena sudah menceritakan kesedihannya itu.

"It's okay, Maureen. Nanti kamu bisa tanyakan lagi pafa Farshall. Kalau memang benar seperti itu, kamu harus mengurangi frekuensi bekerjamu." saran Edith. Maureen hanya mengangguk. Lalu mereka pergi dari tempat itu.

*****

Brian baru saja keluar dari kantornya. Sebelum datang, Edith sudah menelpon Pak Liam terlebih dahulu bahwa hari ini ia akan datang lagi dan menunggu Brian kekuar dari kantor.

Setelah melihat sosok Edith dari kejauhan, Pak Liam pamit dan Brian mengangguk.

"Taraa... Ice latte. Special delivery from Edith Joana. Please take this, Sir!" ucap Edith tersenyum melihat wajah Brian. Brian pun tersenyum melihat ulah sahabatnya itu.

"Thank you. Nona." balas Brian tidak ingin merusak suasana hati Edith yang sedang baik. Brian menyeruput lattenya dan berjalan perlahan menelusuri jalan di kantornya.

"Kali ini aku baru datang, kok. Serius. Aku nggak makan di seberang jalan itu." kata Edith tiba - tiba.

"Kalau gitu, ayo kita makan. Sepertinya kamu lapar." kata Brian yang disambut dengan keceriaan Edith.

"Benarkah? Kamu mau makan disana lagi? Okay, ayo let's go! Aku akan temani kamu kemanapun kamu mau makan." Tingkah laku Edith yang ceria membuat Brian merasa selalu terhibur.

"Oke, oke. Kita makan soto malam ini ya. Kemarin sudah sate."

Brian dan Edith menaiki mobil menuju seberang jalan dan makan malam sesuai kebiasaan mereka yang selalu mereka lakukan saat masih kuliah dulu.

Selagi memesan makanan dan menunggu pesanannya datang, Brian penasaran dan ingin bertanya sesuatu pada Edith.

"Ada yang ingin aku tanyakan." kata Brian pada Edith.

"Tanya aja, mau tanya apa?" Edith menyeruput minumannya yang ia beli tadi.

"Kamu tahu SevenSix?" tanya Brian dengan polos.

Edith terbatuk dan hampir saja menyemburkan minumannya yang baru saja ia minum.

"Kenapa tanya itu?" tanya Edith.

"Aku cuma mau tahu. Tadi ada karyawan yang membahas SevenSix. Aku nggak tahu. Aku pikir kamu tahu." kata Brian.

"Itu nama kelab malam." jawab Edith. Brian langsung menaikkan alisnya.

"Kelab malam? Dunia gemerlap?"

Edith mengangguk.q

"Iya. Yang datang kesana biasanya anak tajir yang nggak tahu mau dibuang kemana uangnya. Atau laki - laki yang penasaran ada apa di dalam sana. Yang aku tahu sih, disana ada wanita penghibur juga yang bekerja seperti orang kantoran. Ada kontraknya juga." jelas Edith.

"Kok kamu tahu banyak?"

"Ya aku kan pasti mendesain beberapa gaun untuk anak - anak tajir. Mereka bercerita jadi aku tahu. Memang siapa yang mau kesana?" tanya Edith.

"Aku dengar karyawanku tadi bicara mau ke tempat itu sepulang kerja." jawab Brian cuek. Kemudian pesanan soto mereka datang. Brian mengaduk kuah soto dan menuangkannya ke piring nasi.

"Mumpung lagi bahas SevenSix. Teman kerjaku tadi siang baru saja bertemu wanita penghibur yang bekerja di SevenSix." cerita Edith menuangkan sambel di dalam sotonya.

"Oh ya. Terus?"

"Pacarnya temanku datang ke kelab itu dan dilayani wanita penghibur disana. Temanku marah besar dan memarahi wanita itu. Aku sebenarnya juga geram kalau menemukan wanita seperti itu. Mau disebut perebut pacar orang juga nggak bisa disebut begitu, karena dia disana memang bekerja."

"Ya kalau menurutku sih tergantung pribadi masing - masing saja. Sudah tahu kan kalau kelab seperti itu pasti ada wanita penghibur. Ya wanita itu nggak salah karena dia kerja. Sesudah kliennya keluar ya mereka tidak kontak sama sekali. Profesionalnya begitu bukan?" Brian merespons cerita Edith.

"Iya, nggak ada yang bisa disalahkan juga. Aku juga nggak mau terlalu ikut campur, tapi kalau aku jadi temanku, aku akan meninggalkan pacarku daripada selalu makan hati punya pacar yang suka 'belanja'." Edith mulai merasa gemas ketika mengingat kembali Maureen yang menangis tersedu - sedu.

"Iya, carilah yang setia." Brian tertawa sambil memakan sotonya.

"Sayangnya aku belum menemukan."

Brian tidak terlalu menanggapi ucapan Edith yang terakhir karena terlalu disalahartikan dan membuat Edith jadi merasa diberi harapan oleh Brian.

"Jujur aja, aku jadi penasaran bagaimana tipe wanita yang kamu sukai. Aku sudah tidak mau menutupi kenyataan lagi. Aku yakin kamu tahu kalau selama ini aku menaruh perasaan padamu." kata Edith tanpa menatap Brian.

Seketika Brian terdiam mendengar perkataan Edith tapi ia tidak tahu bagaimana harus merespon perkataan Edith kali ini.

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

kalo brian ketemu gisel gimana ya?
apa masih ngenalin?

2022-02-03

0

Hesti Sulistianingrum

Hesti Sulistianingrum

g sabar nunggu Brian ketemu lg sm Gisel

2021-03-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!