Brian memulai hari kerjanya. Ia mengingat pesan Ayahnya semalam bahwa ia harus tetap waspada terhadap siapapun dan tidak perlu percaya pada siapapun. Bella akan mendampingi Brian dan Brian bisa berkonsultasi apapun dengan Bella.
Ketika Brian melewati para pegawainya, pegawai itupun memberi hormat pada Brian. Ada beberapa desas - desus diantara mereka bahwa Brian terlalu muda untuk menjabat sebagai direktur. Brian berusaha tidak memperdulikan hal itu.
"Pelajari tentang karyawan dulu disini. Kemudian peraturan yang ada di perusahaan ini. Ini adalah na staff manajer yang akan sering kau temui dan ini nama dewan pemegang saham." kata Bella memberikan beberapa file yang berisikan nama - nama dan juga foto.
"Sebanyak ini?"
"Ini belum seberapa. Ruanganku tepat disebelah ruanganmu jadi tanyakan apapun kalau kamu tidak mengerti. Kamu juga bisa menggunakan aplikasi messenger perusahaan kalau kamu tidak mau ketahuan kalau tidak paham." lanjut Bella. Brian sedikit merengut mendengar ucapan Bella.
"Kau tahu kan kalau kau adalah pewaris sah. Maka dari itu selalu berhati-hati terhadap dokumen yang kamu tanda tangani. Baca terlebih dahulu karena kita tidak tahu apakah itu penggelapan dana atau yang lainnya."
tegas Bella.
"Separah itukah sampai ada penggelapan dana?"
"Kamu harus tetap cermat dan jangan lengah."
Brian mengangguk mengerti dengan apa yang Bella ucapkan. Kemudian Bella memanggil seseorang untuk masuk ke ruangan Brian.
"Ini adalah Pak Liam. Sekretarismu. Kamu bisa mempercayakan beberapa urusan padanya. Aku yang merekrut dia. Jadi tidak usah khawatir." jelas Bella. Brian menjabat tangan Pak Liam sebagai tanda hormatnya.
"Semoga bisa bekerja sama dengan baik." kata Brian.
"Saya juga, Pak." jawab Pak Liam. Terdengar aneh, tapi Brian harus membiasakan diri dengan panggilan seperti itu.
"Tempat kerja Pak Liam tepat di depan kantormu. Kamu bisa memanggilnya melalui telpon." lanjut Bella.
Brian mengangguk. Ia tidak menyangka bahwa Kakaknya begitu terlihat keren. Di rumah ia terlihat mandiri, di kantor pun disegani banyak orang. Tidak heran kalau Ayah mempercayakan juga perusahaan ini pada Bella.
"Cukup sampai disini, selebihnya kamu bisa bertanya saat pekerjaanmu berlangsung." kata Bella yang kemudian pamit meninggalkan ruang Brian, begitu pula dengan Pak Liam.
Ruang kantor Brian yang terlihat sangat luas dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam, membuat dirinya merasa nyaman tapi sepi. Biasanya ia bersebelahan dengan teman kantor lainnya dan bergosip tentang atasan mereka. Kini tidak bisa lagi ia lakukan. Posisi Brian sudah berbeda. Tidak ada teman bergosip lagi. Justru, dirinyalah yang akan digosipkan nanti.
Brian mulai membuka file yang diberikan Bella dan mempelajarinya satu persatu. Mulai dari nama - nama karyawan hingga dewan pemegang saham.
*****
Gisel berjalan dengan anggun menyusuri butik yang berada di pinggir jalan. Ia melewati toko gaun, perhiasan dan juga sepatu. Lekuk tubuh indah Gisel hanya dibalut dress floral yang indah membuatnya tampak cantik.
Gisel membuka pintu salah satu butik yang biasa ia datangi.
Tring!
Ketika membuka pintu, bel yang terpasang langsung berbunyi.
"Selamat da....." sapa seorang wanita muda dari dalam kemudian kata - katanya terhenti ketika melihat siapa yang datang.
"Kamu lagi." ucap wanita muda itu dengan helaan nafas yang panjang.
"Kenapa? Sepertinya kesal sekali melihat kedatanganku." kata Gisel menatap wanita itu.
"Tidak. Tapi kamu tidak pernah belanja. Kamu cuma melihat - lihat saja." jawab wanita itu mencari alasan.
"Kata siapa? Hari ini aku mau belanja, kok. Liana." sahut Gisel dengan senyum yang dibuatnya.
"Belanja yang banyak. Uangmu kan banyak." kata wanita bernama Liana itu dengan kesal.
"Kamu terlihat kesal sekali. Kalau kamu tidak bisa melayani pelangganmu dengan baik, untuk apa kamu membuka toko?" tanya Gisel tidak acuh sambil melihat dress yang ada di butik itu.
"Tidak. Aku baik - baik saja." jawab Liana berbohong.
"Lalu apa yang membuatmu kesal?" Gisel masih yakin ada sesuatu yang mengganjal hati Liana. Sebenarnya mereka bukan teman baik. Mereka hanya sering bertemu di kelab malam dan Liana terkenal sering berkata manja terhadap anak lelaki orang kaya.
"Ditolak anak muda lagi? Atau kali ini yang lebih tua?" tanya Gisel menatap Liana dengan bahagia. Kali ini ia bisa memberikan satu skakmat untuk Liana.
"Bukan urusanmu!"
"Kalau saja kamu tidak selalu memakai wig, para pria itu pasti akan menikmati permainan denganmu." sambung Gisel.
"Kenapa semua orang membahas wigku? Apa wigku terlihat buruk?"
"Jawab aku. Siapa targetmu kali ini?" tanya Gisel dengan tajam.
"Kenapa? Kamu mau mencuri targetku lagi?" tanya Liana mengulur jawabannya.
"Aku beli ini semua." tunjuk Gisel pada Liana.
"Katakan."
Tidak lama, Gisel keluar dari butik Liana, membawa beberapa paper bag yang ia beli dari Liana. Gisel melangkahkan kakinya dengan cepat. Hatinya tidak karuan. Ia mengingat kembali perkataan Liana dengan jelas.
"Namanya Brian. Dia lebih muda dari kita. Dia direktur perusahaan Salim Group. Dia tampan, menarik, tinggi. Ya idaman semua wanita termasuk kamu. Aku yakin melihatnya saja sudah membuatmu bergairah."
Gisel masuk ke dalam mobilnya dan memukul stir mobil dengan perlahan. Hatinya semakin tidak karuan. Mungkinkah Brian dari masa lalunya? Tidak mungkin. Dia hanya bocah ingusan yang tidak tahu apa itu dunia. Dia termasuk anak biasa saja. Bukan anak mewah dengan hidup berkecukupan. Jadi bagaimana bisa Brian jadi direktur Salim Group? Tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Gisel terus membatin dalam hatinya bahwa apa yang ia pikirkan selama ini bukanlah Brian dari lima belas tahun yang lalu.
Gisel menyalakan mobilnya, memasang seatbelt dan melajukan mobilnya dengan perlahan. Perlahan penglihatannya kabur. Dihapusnya airmata yang mengalir di pipinya. Ia menepis semua kemungkinan yang terjadi. Yang ia yakini, seseorang yang bernama Brian di Salim Group bukanlah Brian yang ia tinggalkam lima belas tahun yang lalu.
*****
Brian meletakkan kotak kecil dengam nuansa bunga di pojok lacinya. Seringkali Bella menceramahi kebodohannya selalu membawa benda itu kemanapun ia pergi. Tapi Brian selalu menganggap ucapan Bella hanyalah angin lalu. Brian tersenyum menatap kotak kecil itu. Kotak kecil yang ia temukan di ayunan taman pada saat ia kembali dari minimarket untuk terakhir kalinya. Terkadang ia bahagia mengingat kotak itu dari Gisel, terkadang ia juga sedih karena itu adalah hadiah terakhir dari Gisel.
*****
Oktober, 2004
Brian tidak bisa membohongi hatinya yang sedih karena hari ini Gisel pergi meninggalkan kota ini. Ia kembali lagi ke rumah Gisel walaupun ia tahu, sudah pasti tidak ada lagi truk pindahan barang ataupun mobil Gisel.
Hati Brian terlalu bodoh untuk bisa menerima kenyataan. Ia memarkirkan sepedanya dipinggir taman dan menuju ayunan yang biasanya ia naiki bersama Gisel. Ayunan itu basah karena hujan tadi. Dan, ada sebuah kotak kecil disana. Brian meraihnya dengan secepat kilat dan membuka kotak itu. Dua buah pulpen pasangan dengan gambar bulan dan bintang diatasnya juga ada secarik kertas yang dilipat rapi dibawah pulpen itu.
----
*Hai, Brian.
Aku pergi dulu ya.
Ingat janji kita, kamu harus bisa menemukanku suatu hari nanti. Kamu juga harus belajar lebih giat agar bisa sukses suatu saat nanti.
Ini kenangan kecil dariku.
Jaga kesehatanmu dan tumbuhlah dengan tampan.
Gisela Aina Zahran*.
----
Brian menghapus air matanya yang mengalir di pipinya. Ia tidak menyangkali bahwa kepergian Gisel memberikan luka yang dalam. Ia tidak bisa berkata apapun lagi karena Gisel sudah pergi. Brian menangis sesengukan dan memeluk kotak kecil itu. Kotak kecil berisi sepasang pulpen dengan gambar bulan dan bintang diatasnya.
Gisel pindah ke sebuah tempat yang ia tidak kenal sama sekali. Terkadang ia menangis karena merindukan kota lamanya. Ia sama sekali tidak bisa beradaptasi di sebuah kota di Kalimantan. Tapi bagaimanapun, mau tidak mau, suka tidak suka, Gisel harus bisa beradaptasi.
Terkadang, ia teringat dengan Brian dan menangis sendiri di dalam kamar. Mama selalu khawatir dengan apa yang Gisel tangisi.
"Gisel..."
Panggil Mama dengan lembut. Mama mengelus rambut Gisel yang panjang terurai. Gisel langsung menghapus airmatanya ketika Mama datang menghampirinya.
"Mama tahu kamu sedih. Tapi kamu harus terbiasa disini, Sayang..." ucap Mama menarik kursi dan duduk di sebelah Gisel.
Gisel menatap Mama dengan mata yang manja. Ia ingin memprotes kedua orang tuanya.
"Gisel nggak bisa sekolah disini, Ma. Gisel takut dan nggak ngerti apa yang mereka omongin..." kata Gisel.
"Perlahan saja, Gisel. Semua perlu adaptasi. Nggak apa - apa kalau suatu hari nanti kamu sedih lagi. Tapi ingat, kamu harus kembali tersenyum." lanjut Mama. Gisel menghapus lagi air matanya yang masih saja mengalir.
"Kenapa? Kamu kangen ya sama Brian?" tanya Mama dengan senyum yang hangat. Gisel selalu menceritakan Brian. Anak lelaki baik yang selalu main ke perumahannya dulu.
"Iya, Ma."
"Doakan dia, Sel. Kalau suatu hari nanti kalian memang harus dipertemukan, pasti dipertemukan." kata Mama.
"Iya, Ma..." Gisel mengangguk perlahan.
Semenjak hari itu, Gisel rajin sekali menulis surat untuk Brian setiap kali merindukannya, tapi karena ia tidak tahu alamat lengkap Brian, ia hanya menyimpan surat - surat itu di kotak yang ia sediakan khusus berisi surat untuk Brian. Entah sudah berapa surat yang Gisel tulis sekadar menceritakan tentang kesehariannya atau pun kerinduannya pada Brian.
****
Gisel membuka mata dari tidurnya. Dahinya lagi - lagi berkeringat. Sudah beberapa hari ini hatinya terasa gelisah. Masih terbayang mimpinya saat ia tinggal di Kalimantan dulu. Matanya melihat jam dinding. Jam setengah dua malam. Kenapa kepalanya terasa pusing? Apakah karena tiba - tiba terbangun?
Gisel bangun dari tempat tidurnya dan mengambil gelas di meja pinggir tempat tidurnya. Ia meneguk sampai habis hingga tidak terasa haus lagi.
Ia menatap bingkai foto yang terpajang di meja kecilnya. Foto dirinya bersama Mama dan Papa pada saat di Kalimantan dulu. Sungguh, dulu Gisel sangat hidup bahagia bersama orang tuanya. Tapi ketika tragedi itu terjadi, seketika itulah kebahagiaannya hancur bersama asap yang mengepul hitam di udara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
indahpurnamasari
tumbuhlah dengan tampan
2020-05-26
3
Miss Lilith
suka, alur nya rapih, ga heran rating nya ☆☆☆☆☆
2020-05-10
1