Brian terus menatap wanita itu dengan hati yang berdebar. Berharap bahwa pencariannya selama ini akan segera berakhir. Didekatinya wanita itu dengan hati yang ragu, mencoba menerka dalam diri, apakah benar Gisel?
Setelah jarak mereka tidak terlalu jauh, Brian mencoba untuk memanggil nama 'Gisel'. Tapi entah mengapa, lidahnya sedikit kelu. Tapi, jika ia tidak mencoba memanggilnya, adakah kesempatan lain untuk mencari dimana Gisel berada?
"Gisel..." panggil Brian pada akhirnya. Brian memberanikan diri walaupun itu bukanlah Gisel, ia hanya akan meminta maaf.
Gisel merasakan tubuhnya berdesir hangat. Ketika ada suara memanggil namanya, dari suara yang tidak pernah ia kenali sebelumnya. Rasanya otot Gisel kaku mulai dari kepala hingga kaki. Ia tidak bisa berbicara apa - apa. Dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Lelaki tampan dengan usia matang, alis yang tebal, hidung mancung dan bibir yang merah.
Brian.
Gisel terpaku ketika Brian memanggil namanya. Ia tidak bisa lari dan menghindari Brian lagi. Gisel bingung, apa yang harus ia katakan? Pertemuan tidak sengaja yang dirasa tiba - tiba ini membuatnya dirinya terasa sedikit gemetar.
"Kamu... Gisel kan?" ulang Brian lagi. Gisel masih terdiam dan menatap Brian yang terasa jauh sekali dari genggamannya.
Senyum Brian merekah. Ia benar, bahwa wanita dihadapannya adalah Gisel yang selama ini ia cari. Ingin sekali ia menggenggam tangan Gisel dan memeluknya erat.
"Iya, ini aku, Gisel." jawab Gisel. Hanya itu yang bisa ia ucapkan. Ia tidak bisa mengungkapkan kerinduannya yang lain pada Brian.
Brian menghamburkan pelukannya pada Gisel. Ia memeluk Gisel dengan erat dan ia mengungkapkan betapa bahagianya bisa menemukan dirinya kembali.
"Terima kasih, akhirnya aku bisa menemukanmu." kata Brian. Entah apa yang harus Gisel katakan. Tangannya terasa kaku, hatinya semakin berdesir hangat dan sulit menyentuh Brian.
"Aku sungguh berterima kasih, kamu baik - baik saja." ucap Brian, kemudian melepaskan pelukannya. Gisel hanya bisa menatap Brian dengan tatapan penuh kerinduan.
"Apakah kamu punya waktu?" tanya Brian yang disambut hangat dengan anggukan Gisel. Sebelumnya, Brian menelpon Pak Liam agar meninggalkannya saja dan ia akan pulang naik taksi.
Brian dan Gisel duduk di bangku taman. Walau terasa canggung setelah sekian lama tidak bisa bertemu, Brian mencoba membiasakan dirinya berada di dekat Gisel.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Brian dengan tatapan yang hangat.
"Aku baik." jawab Gisel masih terasa kaku.
"Sudah lama sekali. Pasti terasa canggung." kata Brian tersenyum.
"Benar. Aku merasa canggung juga." Gisel mengiyakan apa yang Brian ucapkan.
"Rasanya seperti pertama kali bertemu. Kenapa rasanya berbeda sekali." Brian hanya bisa tersenyum menundukkan kepalanya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Gisel mencoba mencairkan suasana.
"Oh, aku.. Aku baik. Seperti yang kamu lihat." jawab Brian sedikit gugup.
"Syukurlah. Kamu tumbuh dewasa dan sudah mendapat pekerjaan dengan baik." ucap Gisel merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena tertiup angin.
Gisel mengutuk dirinya sendiri yang merasa tidak karuan seperti ini. Padahal sudah lama sekali ia berharap bisa bertemu dengan Brian.
"Aku sudah lama sekali mencarimu, tapi..."
"Brian.." panggil Gisel menginterupsi perkataan Brian.
"Ya?"
"Aku tahu kita sama - sama saling mencari. Kita juga sama - sama saling senang bisa bertemu satu sama lain. Tapi bisakah kita memulai pertemuan ini dengan pelan - pelan saja?" tanya Gisel.
"Maksudmu?"
"Sudah lima belas tahun berlalu, Brian. Kita bukan lagi anak remaja yang hanya sekolah kemudian pulang ke rumah. Selama lima belas tahun sudah banyak tanggung jawab yang harus kita kerjakan." Gisel menjelaskannya secara perlahan pada Brian.
Brian mengerti maksud Gisel. Tapi entah mengapa, alih - alih melepas rindu, Gisel terlihat sama sekali tidak merindukannya?
"Apa pertemuan ini membuatmu tidak nyaman?" tanya Brian.
Gisel tidak menjawab apa yang Brian tanyakan. Ada kekhawatiran dalam diri Gisel jika Brian mengetahui bagaimana Gisel saat ini.
"Baiklah, aku mengerti. Aku akan pelan - pelan saja untuk kita bisa saling cerita seperti dulu lagi." Brian berusaha tersenyum walau ia tahu hatinya terluka.
Gisel menyadari senyum pilu yang Brian berikan. Hatinya terasa sesak melihat senyum Brian saat ini.
Brian bangkit dari duduknya dan pamit pulang. Tapi Gisel tidak bisa membiarkan Brian pergi begitu saja. Ia tahu Brian pasti merasa kecewa.
Gisel bangun dan menarik tangan Brian hingga langkah Brian terhenti.
"Tolong, maafkan perkataanku. Dan aku tidak bermaksud membuatmu kecewa." kata Gisel. Gisel menatap Brian dengan menyesal. Gisel bersiap diri jika Brian menjauhinya untuk sesaat.
Alih - alih marah, Brian memeluk Gisel dengan erat.
"Tidak apa - apa, Gisel. Aku mengerti. Pasti berat ya selama ini sendirian?" Brian mengelus rambut Gisel yang lembut.
"Aku memahaminya. Kamu hanya perlu menghubungiku jika suasana hatimu sudah cukup baik untuk bertemu denganku." kata Brian melepas pelukannya. Hati Gisel semakin sesak mendengar kata - kata Brian. Selama hidupnya, tidak pernah ia mendengar ucapan sehangat Brian.
"Boleh aku mengantarmu?" tanya Brian dengan senyuman diwajahnya. Tentu saja Gisel tidak ingin menolaknya. Ia mengangguk dan jalan berdampingan dengan Brian.
*****
Keesokan harinya, Brian lebih bersemangat menjalani harinya. Hari ini ia membuat sibuk Pak Liam karena suasana hatinya yang membaik.
"Apa Anda baik - baik saja, Tuan?" tanya Pak Liam di dalam ruangan ketika mereka hanya berdua saja.
"Baik, apa ada yang salah dengan wajah saya?" tanya Brian. Pak Liam tersenyum melihat Brian yang begitu sumringah pagi ini.
"Saya pikir telah terjadi sesuatu semalam. Semalam Anda terlihat sedikit murung, tapi pagi ini Anda terlihat ceria sekali." ujar Pak Liam senang.
"Entahlah, mungkin taman itu yang membuatku merasa bahagia, bersinar lebih terang dibanding yang lain." jawab Brian dengan mengayunkan tangannya kesana kemari.
"Brian!" seru Bella ketika memasuki ruang kerja Brian. Pak Liam langsung bergeser sedikit sehingga Bella bisa berdiri sejajar dengan kursi Brian.
"Bagaimana ini? Kamu kemarin tidak tanda tangan apapun pada pertemuan itu. Padahal klien kita sudah tanda tangan. Mereka sampai sekarang belum mendapat kontrak apa - apa dan mereka marah sekali." omel Bella sambil menyerahkan dokumen yang belum di tanda tangani.
"Apakah kemarin aku belum menandatanganinya? Apakah aku lupa? Baiklah. Aku akan menandatanganinya dan menyerahkan kontrak ini kepada mereka serta menyertakan permohonan maaf." jawab Brian dengan senyum yang lebar. Bella terheran - heran dengan Brian pagi ini.
"Kamu baik - baik saja?" tanya Bella bingung.
"Kenapa? Aku merasa lebih baik kok hari ini." jawab Brian setelah menandatangani kontrak itu.
"Pak Liam, ayo kita berangkat!" ujar Brian mengenakan jasnya dan keluar dari ruangannya.
Pak Liam tersenyum dan Bella masih berdiri dengan takjub melihat sikap Brian hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
suharwati jeni
lanjut ya.
aq suka
2022-02-03
0
Yayank
Karya mu bagus thor
Salam dari malaysia😊
2020-11-30
0