Kehampaan Hati Brian

Tiba - tiba, Brian teringat kembali pada Gisel. Wanita yang selama ini ia cari dan pencariannya belum membuahkan hasil sedikitpun. Brian bertanya dalam hati. Bagaimanakah kabar Gisel sesungguhnya? Masihkah dia ada disana untuk memenuhi semua janjinya?

Brian membuka kotak pena yang terakhir kali diberikan oleh Gisel. Sudah tidak ada isinya lagi. Tapi ia hanya memandang gambar bulan dan bintang yang ada di pulpen itu.

Ia teringat masa dimana ia selalu menunggu Gisel di sebuah minimarket dahulu. Rintik hujan yang membasahi tangan mereka dan juga tatapan hangat.

Begitupula Gisel. Entah mengapa, hari ini gairahnya untuk bekerja tidak ada. Ia hanya meminum segelas bir dan memandang jauh ke depan. Ia berpikir bahwa akankah ia menunjukkan dirinya pada Brian?

Tapi bagaimana, jika Brian tidak menerima keadaan dirinya saat ini? Gisel meneguk bir nya kembali. Hatinya sesak dipenuhi kerinduan pada Brian. Lelaki yang selama ini memiliki janji padanya.

Gisel menyadari, bahwa dia bukanlah Gisel yang dulu lagi. Gisel hanya mempunyai ketakutan bahwa pekerjaan Gisel saat ini membuat Brian membencinya dan tidak ingin bertemu dengannya lagi.

*****

Brian melewati sekumpulan karyawannya yang sedang bersama menunggu lift di lobby. Lagi - lagi, mereka membicarakan tentang kedatangannya ke SevenSix.

"Kamu kemarin jadi datang ke SevenSix?" tanya salah seorang diantaranya.

"Iya. Tapi kita nggak bisa masuk. Keamanan disana ketat sekali jadi kami hanya bisa berdebat dan akhirnya kami pulang." jawa salah seorang.

"Tapi tiba - tiba ada wanita cantik banget. Aku rasa dia kerja disitu. Tapi memang benar - benar cantik menurutku." kata seseorang yang terdengar antusias. Brian tetap mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Tapi percuma cantik kalau pekerjaannya begitu."

"Ya namanya manusia, nggak pernah tahu kan kenapa dia bisa bekerja seperti itu. Jangan menghakimi lah."

"Hey, tapi ingat nggak, kulitnya putih bersih. Aku kagum sekali kalau yang kerja disana wanitanya seperti itu semua. Wajar kalau harga membernya sampai jutaan."

Pintu lift yang akan Brian naiki sudah terbuka. Ia tidak mendengarkan pembicaraan karyawannya lebih lanjut. Dan ia tidak mau tahu ada apa di dalam kelab malam itu.

*****

Gisel beranjak dari tempat tidurnya, membuka pintu yang sejak tadi sudah dibunyikan oleh seseorang. Ia sudah paling kesal jika tidurnya terganggu. Ia pulang jam empat pagi tadi dan jam sembilan pagi sudah ada yang tidak sabar untuk dibukakan pintunya.

Gisel membuka pintu apartemennya dan mendapati Farshall yang datang ke apartemennya.

"Kamu? Tahu dari mana rumahku?" tanya Gisel terkejut.

"Maaf, Gisel." jawab Farshall sambil memasuki rumah Gisel.

"Hei!" Gisel semakin kesal karena kali ini Farshall masuk ke rumah Gisel tanpa seizinnya.

"Kamu tidak bisa seenaknya masuk ke rumahku!" ujar Gisel.

Farshall membalikkan badannya dan menatap Gisel dengan tajam.

"Aku tidak tahu kedekatanku denganmu membuat aku putus pada pacarku. Sekarang, selama ini kamu melayaniku, tidak adakah sedikitpun sedikit rasa sukamu padaku?" tanya Farshall.

"Sadarlah." kata Gisel tersenyum dengan sinis.

"Aku melayanimu karena aku dibayar. Kalau tidak, untuk apa aku melayanimu?" tanya Gisel dengan senyum yang sinis.

"Malam itu kamu melayaniku... Aku benar - benar dibuat mabuk asmara olehmu. Dan kamu bilang tidak sedikitpun menyukaiku?" tanya Farshall masih tidak percaya.

"Kamu membayarku Farshall! Lima belas juta! Bagaimana mungkin aku memberikan servis yang biasa dengan harga segitu? Apa masuk akal bagimu kalau aku hanya melayanimu dengan seharga lima juta?!" Gisel merasa kesal karena Farshall masih saja membahas cinta padanya.

"Jadi, kamu melakukan itu semua benar - benar karena aku membayarmu? Bukan karena kamu jatuh cinta padaku?" tanya Farshall terlihat putus asa. Gisel menatap Farshall dengan iba. Lelaki muda yang haus akan kasih sayang dengan mudahnya menjatuhkan hatinya pada siapapun yang memperhatikannya.

"Itulah pekerjaanku, Farshall. Dan aku melakukan itu pada semua lelaki. Servisku tergantung dengan bayarannya. Jadi kamu paham kan kenapa aku benar - benar memberikan kamu servis?"

Farshall terdiam, tidak bisa menjawab apa - apa. Ia lemas dan tidak berdaya.

"Aku jatuh cinta padamu, Gisel." kata Farshall dengan tatapan yang kosong. Gisel menghela napas dan menyilangkan tangan didadanya. Melangkahkan kakinya mendekati Farshall.

"Sayangnya aku melakukan itu semua tanpa perasaan, Farshall. Aku melakukan itu semua demi uang."

Kemudian Gisel menuju dapur dan mengambil segelas air. Ia meneguknya dan melirik arah Farshall yang terdiam kaku di tempatnya.

"Pulanglah dan bekerjalah dengan benar, Farshall. Suatu hari nanti kamu akan menemukan kekasihmu sendiri." kata Gisel. Farshall menoleh dan menghampiri Gisel. Dipeluknya Gisel dengan erat.

"Baiklah. Aku akan melupakan ini semua." ucap Farshall. Kemudian Farshall melepas pelukannya dan mencium bibir Gisel. Gisel terkejut dan melepaskan Farshall. Ditamparnya Farshall hingga Farshall pun ikut ikut kaget.

"Keluar, Farshall." ucap Gisel menatap Farshall dengan tajam. Farshall diam dan keluar dari apartemen Gisel.

Setelah kepergian Farshall, Gisel menepuk dahinya. Dan ia kembali ke kamar. Ia kembali merebahkan dirinya dan memejamkan matanya. Sungguh pagi yang sial untuk Gisel. Ingin sekali ia punya pekerjaan lain selain ini. Tapi imagenya sebagai wanita bayaran tidak bisa hilang begitu saja. Apa yang harus ia lakukan?

*****

Brian selesai menandatangani dokumen yang baru saja ia baca. Pak Liam menerima dokumen yang diberikan oleh Brian.

"Pak Liam." panggil Brian.

"Iya, Pak."

"Kapan detektif itu akan datang?"

"Sebentar lagi, Pak. Tadi sudah saya telpon dan sebentar lagi sampai."

Brian mengangguk.

"Begitu detektif itu datang, tinggalkan kami berdua."

"Baik, Pak."

Sesekali Brian melihat kotak pena yang ada di dalam lacinya. Sudah bertahun - tahun ia mencari keberadaan Gisel. Sudah banyak pula biaya yang ia keluarkan untuk mencari Gisel. Ia berharap akan mendapatkan sesuatu jika bertemu dengan detektif itu.

Tok... tok... tok...

Ruangan Brian di ketuk dan masuklah seorang detektif yang selama ini dipekerjakan oleh Brian secara diam - diam. Brian berdiri dan menyambut kedatangan detektif itu.

"Sudah lama sekali." ujar detektif itu. Ia melihat ruang kerja Brian dengan kagum.

"Aku benar - benar tidak menyangka bahwa kamu adalah pewaris dari Salim Group. Aku pikir kamu hanya anak muda yang mencari kekasihnya yang hilang." canda detektif itu dan disambut baik oleh Brian.

"Duduklah, Pak Detektif." kata Brian mempersilakan detektif itu untuk duduk di sofa. Setelah duduk dengan nyaman, Brian mulai pembicaraan dengan cukup serius.

"Jadi gimana? Apa Bapak sudah menemukan titik terang dari keberadaan Gisel?" tanya Brian. Kemarin baru saja detektif itu pulang dari Kalimantan. Brian membiayai semua keperluan detektif itu selama di Kalimantan.

"Saya sudah tahu bahwa keberadaan Gisel sudah bukan di Kalimantan lagi." kata detektif itu.

"Saat saya berada di Kalimantan, saya mendatangi beberapa pabrik sesuai yang Anda perintahkan. Pabrik busa. Sekitar dua belas atau tiga belas tahun lalu, gudang pabrik itu terbakar dan menewaskan beberapa pekerja. Namun, sanak keluarga masih ada yang hidup. Saya melihat daftarnya dan saya menemukan anggota keluarga yang bernama Gisel itu." jelas detektif dengan detil.

"Gisel termasuk nama yang langka, jadi hanya ada satu nama Gisel disitu. Gisel Zahran." lanjut detektif.

Brian tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang detektif. Ia menatap detektif penuh dengan tanda tanya. Hatinya terasa sakit mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh detektif.

"Jadi, apa Bapak menemukan Gisel?" Mata Brian merah. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak keluar dan jatuh ke pipinya.

"Setelah saya datangi rumahnya, rumahnya sudah kosong. Saya menanyakan pada tetangga sekitar sana. Bahwa pemilik rumahnya sudah meninggal, yaitu nenek Gisel. Anaknya juga tewas dalam kebakaran gudang pabrik. Dan menantunya meninggal karena sakit. Dan anaknya, Gisel, terakhir kali pergi ke Jakarta karena sudah hidup sendiri. Salah satu tetangga disana, membiayai tiket pesawat dan memberikan uang saku pada Gisel."

Kerongkongan Brian tercekat, hatinya sesak. Air mata yang ia tahan, tumpah sudah ke pipinya. Detektif itu mengerti bahwa ini adalah hal yang sulit untuk Brian. Tapi Brian harus kuat. Gisel pasti seorang diri menghadapi kesulitan itu. Gisel pasti lebih perih.

Setelah menghapus airmatanya dengan tisu, Brian melihat detektif itu lagi yang menunggunya dengan sabar.

"Tolong cari tahu, dimana Gisel berada sekarang. Kalau sudah di Jakarta, seharusnya akan lebih cepat ditemukan." kata Brian. Detektif itu mengangguk mengerti. Kemudian ia pamit dan meninggalkan kantor Brian.

Setelah Brian tinggal sendiri di dalam ruangan, ia menelpom Pak Liam melalui paralel telpon bahwa dua jam kedepan, ia tidak ingin diganggu. Brian merasa sedikit pusing memikirkan Gisel. Kehidupannya tidak semulus yang ia pikirkan selama ini. Pasti ia sudah mengalami banyak kesulitan.

Brian menyandarkan kepalanya di kursi kerjanya. Tidak hentinya ia menangis menahan pilu. Selama ini ia salah, tidak mengkhawatirkan Gisel sedikitpun. Apa yang Gisel hadapi dan bagaimana ia menjalani kehidupannya? Brian hanya berpikir bahwa Gisel telah hidup dengan baik bersama keluarganya.

*****

Edith kembali menunggu Brian di depan kantor dengan ice latte. Entah mengapa hampir setiap hari Edith lebih suka menunggu Brian pulang kerja dan makan malam bersama. Edith melihat sosok Brian yang baru saja keluar dari gedung kantornya. Edith melambaikan tangannya dengan senyum sumringah.

Dari jauh, Brian sudah tersenyum dengan sedikit memaksakan, karena suasana hatinya sedang tidak begitu baik.

"Akhirnya kamu keluar. Ini ice latte untuk kamu." kata Edith dengan senyum lebarnya. Brian dengan tatapan yang hampa melihat ice latte yang berada di tangan Edith.

"Edith.." kata Brian pelan. Edith menatap Brian dengan kebingungan.

"Besok jangan menungguku lagi seperti ini." ucap Brian memegang tangan Edith yang juga menggenggam ice latte. Edith yang merasa kebingungan dengan sikap Brian yang tiba - tiba aneh seperti ini, merasa hatinya hancur.

"Brian, ada apa? Apa ada masalah?" tanya Edith tidak mengerti.

Brian menggeleng dengan senyum. Ia berusaha sebisa mungkin perkataannya tidak menyakiti Edith.

"Aku hanya ingin lebih fokus dengan pekerjaanku." jawab Brian. Tapi, Edith terlalu mengerti siapa Brian. Tidak mungkin ia menghindari Edith hanya karena pekerjaannya. Brian melepas tangannya dari tangan Edith dan beranjak pergi dari hadapan Edith.

Tapi, Edith tidak bisa menerima sikap Brian yang berubah drastis seperti ini. Edith meraih lengan Brian, meminta penjelasan, apa yang sebenarnya terjadi.

"Jelaskan ada apa sebenarnya, Brian? Kenapa kamu bersikap seperti ini? Kalau kamu ingin fokus dengan pekerjaanmu, kamu bisa menghindariku dari tahun lalu, dua tahun atau tiga tahun yang lalu! Kenapa baru sekarang kamu menghindariku?" tanya Edith serealistis mungkin.

Edith tidak melepaskan tangan Brian. Ia terus menggenggam dan menunggu penjelasan dari Brian.

"Kamu lebih mempersiapkan diri ketika kamu menjadi pewaris perusahaan, kamu juga mulai sibuk sejak saat itu. Tapi kenapa baru hari ini kamu memintaku menghindarimu?"

Brian tidak tahan dengan pertanyaan Edith. Memang benar, mengapa ia bersikap seperti ini? Awalnya ia senang karena ada orang yang bisa mengerti dirinya termasuk berbagi pendapat seperti Edith.

Brian juga berusaha untuk melupakan kenangannya tentang Gisel melalui Edith. Tapi Brian sadar, bahwa itu hanya keegoisannya saja selama ini. Seharusnya, ia tidak pernah memanfaatkan Edith untuk melupakan Gisel.

"Edith.."

Edith menatap Brian dengan dalam, berharap Brian bisa menarik kembali ucapannya.

"Kamu ingat kalau aku pernah bercerita tentang seorang gadis pada saat aku remaja?" tanya Brian.

"Kenapa? Apa ada hubungannya dengan itu semua?" Edith sesekali merapikan rambutnya karena angin yang bertiup menutupi pandangannya pada Brian.

"Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku menemukan dia?" tanya Brian.

"Sudah lama sekali Brian. Aku tidak yakin dia benar - benar mengenalimu." jawab Edith dengan yakin.

"Sekalipun dia tidak mengenaliku, aku akan mengenalinya. Karena aku berjanji akan menemukannya saat aku dewasa nanti." kata Brian mengoreksi ucapan Edith.

Hati Edith semakin hancur mendengar jawaban Brian.

"Jadi, apakah kamu sudah menemukannya?" tanya Edith penasaran. Ia menahan hatinya agar tidak berteriak histeris karena Brian ingin menjauhinya karena seorang wanita dari masa lalunya.

Brian menggeleng dengan lemah.

"Belum. Tapi aku pasti akan menemukannya." jawab Brian dengan yakin.

Tapi hati Edith tidak rela. Selama ini Edith hanya memberikan hatinya pada Brian, berharap suatu hari nanti Brian membalas cintanya, tapi kenyataan berbicara pahit. Alih - alih Brian akan membalas cintanya, ia malah mengatakan bahwa ia ingin menemukan cinta lamanya untuk kembali.

"Jangan seperti ini, Brian." ucap Edith merasa sesak. Air matanya tidak bisa ia tahan lagi.

"Edith.."

"Aku tetap menunggu, Brian. Menunggu sampai kamu bisa membuka hatimu untukku." kata Edith putus asa.

"Jangan seperti ini, Edith..."

"Brian, kamu tidak tahu seperti apa wanita itu ketika kamu menemukannya nanti. Apakah dia masih orang yang sama seperti masa remaja dulu kamu tidak bisa menjamin apapun." kata Edith.

"Maaf, Edith... Tapi aku sudah bertekad untuk menemukannya. Aku sudah berjanji akan mengenalinya dan..."

"Itu hanya janji masa remaja saja, Brian." Edith memotong ucapan Brian yang belum selesai.

"Edith.. Kamu tidak mengerti."

"Haruskah kamu setega ini padaku, Brian?" Edith benar - benar putus asa melihat Brian yang bersikeras untuk menemukan cinta lamanya kembali.

"Iya, Edith. Karena ada sesuatu yang tidak kamu pahami dari dia. Maafkan aku, Edith. Aku harus pergi." Brian melepaskan tangan Edith perlahan dan meninggalkan Edith yang menangis sendiri. Edith menghapus air matanya memanggil nama Brian. Tapi Brian tidak menengok.

Sejujurnya, Brian tidak ingin seperti ini. Tapi ia harus menemukan Gisel. Wanita rapuh yang menanggung beban hidup sendiri, dimanakah sebenarnya Gisel berada?

Terpopuler

Comments

suharwati jeni

suharwati jeni

brian,cepet temukan gisel. kasihan gisel

2022-05-31

0

Candy Mpl

Candy Mpl

ko aku sedih si thoor

2019-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!