Harapan Baru Bersama Senja Yang Tak Lagi Sama
Di sebuah ruang yang sangat luas tak berujung, sepi dan serba putih, Aisha berjalan sendirian. Entah tempat apa itu, dia sendiri tak mengenalinya. Indranya menyapu sekeliling, hingga dia menemukan sosok pria berbadan tegap tengah membelakanginya.
"Siapa kamu?" tanya Aisha ketika ia telah sampai tepat di belakang punggung pria itu.
Seketika pria itu berbalik mendengar pertanyaan Aisha. Tiba-tiba kaki Aisha lemas, hampir saja tubuhnya ambruk jika saja pria itu tak sigap memegangi lengan Aisha.
"Mas Azka?" tanya Aisha sendu.
Sosok dihadapannya hanya tersenyum tanpa berucap.
"Jika ini mimpi, mohon jangan bangunkan aku. Izinkan aku tetap bersamamu," racau Aisha dengan air mata yang telah bersimbah.
"Aisha, dengarkan aku!" ucap sosok yang diyakini sebagai Azka.
"Apapun yang terjadi nanti, kamu harus tetap menjadi Aisha yang aku kenal. Wanita tangguh yang senantiasa bersabar dalam menerima apapun yang telah menjadi takdir-Nya. Kamu harus kuat Aisha, jangan terlalu larut akan kesedihan dunia," lanjut Azka yang juga berlinang.
"Maksud Mas Azka?" tanya Aisha bingung, ia benar-benar tak mengerti apa maksud perkataan kekasihnya itu.
Belum Aisha mendapat jawaban, tiba-tiba sosok Azka menghilang, sekujur tubuhnya benar-benar melemas menyaksikan kejadian itu.
"Mas Azka!" teriak Aisha, rupanya ia baru saja terbangun dari pingsannya.
Teriakan Aisha sontak mengejutkan orang seisi rumah yang langsung menghampiri dirinya.
***
Pria berjas putih yang diyakini sebagai dokter sekaligus sahabat Aisha sejak kuliah memeriksa kondisi Aisha yang baru saja siuman. Pasalnya, kini Aisha menjadi sering pingsan sejak peristiwa yang membuatnya harus kehilangan Azka.
Selesai memeriksa Aisha, Faris mengajak Maya, ibu Aisha, untuk membahas perihal kondisi Aisha.
"Seperti yang kita saksikan tadi bu, Aisha terbangun dengan meneriaki nama Azka. Secara psikologis bisa jadi hal itu disebabkan karena Aisha terlalu memikirkan Azka, sepertinya Aisha memang belum bisa melupakan Azka, juga kejadian saat itu bu, itu sebabnya akhir-akhir ini kondisi Aisha sering ngedrop," jelas Faris kepada Maya.
Sejujurnya hatinya sakit menyaksikan wanita yang diam-diam dicintainya terpuruk karena pria lain. Faris sadar diri, rasanya selama ini memang sama sekali tak berbalas, tapi nama Aisha tetap bertakhta dalam hatinya.
"Apa yang harus kita lakukan Nak Faris? Ibu benar-benar tidak tega melihat Aisha terus seperti ini. Aisha berhak bahagia Nak," ucap Maya parau menahan isakan.
"Masalah hati memang tidak bisa dipaksakan bu, kita berdoa saja kepada yang Maha membolak-balikan hati agar Aisha diberikan yang terbaik. Apapun yang terjadi nanti, itu sudah menjadi takdir Aisha bu," ucap Faris menenangkan Maya.
"Terima kasih atas semua bantuan Nak Faris, semoga Aisha bisa cepat kembali pulih ya Nak."
"Iya bu, semoga saja," ucap Faris menghibur Maya.
***
Sepeninggal Faris dari rumahnya, Maya segera menghampiri Aisha, melihat kondisi putrinya juga untuk membantu Aisha meminum obat yang tadi diberikan Faris.
Hati Maya seperti teriris menyaksikan putrinya bersimbah air mata. Aisha tak henti-hentinya menyebut nama Azka sembari memandangi foto Azka dalam genggamannnya.
"Aisha, kamu harus ikhlas Nak, apapun yang terjadi saat ini, itu sudah menjadi ketetapan Tuhan. Doakan Azka agar dimanapun dia berada Allah senantiasa melindunginya," ucap Maya hati-hati agar tak menyinggung perasaan putrinya.
"Aisha juga wanita biasa bu, Aisha bisa kecewa, Aisha bisa terluka," jawab Aisha disela isak tangisnya.
"Ibu tahu Sayang, ibu tahu itu semua sulit, karena ibu juga pernah kehilangan ayah. Tapi kita bisa apa jika ini memang sudah ketetapan Tuhan?. Hidup harus tetap berlanjut Aisha, dengan ada atau tanpanya orang yang kita harapkan," jelas Maya menasihati putrinya agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan.
***
Alarm yang sengaja Aisha letakan di sisi tempat tidurnya sudah berdering sejak tadi, menunjukan pukul setengah tiga dini hari. Aisha terduduk sebentar di tepi ranjang untuk mengumpulkan kesadarannya sebelum beranjak untuk mengambil air wudhu.
Ia memegangi sebentar kepalanya yang terasa pening, rasanya berat sekali. Siapa lagi jika bukan karena Azka yang membuat kantung matanya menghitam hari ini.
Meski begitu, tapi sama sekali tak mengurungkan niat Aisha untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan solat tahajud seperti hari-hari biasanya.
Teringat bagaimana kemarin ia tertidur, alasan apa yang selalu membuatnya menitikan air mata membuat Aisha semakin bersemangat untuk mengadu kepada Rabb-nya. Mengadu tentang nama yang selalu ia sebut dalam doanya.
Tumbuh sejak kecil tanpa seorang ayah membuat Aisha semakin trauma akan kehilangan. Apa sejarah harus kembali terulang? Mengikhlaskan orang yang disayang, sebagaimana ibunya selama ini lakukan?. Jika orang bilang ibu adalah hidup dan ayah adalah nafas, maka bagi Aisha kini ibunya adalah hidup sekaligus nafasnya.
Selepas solat subuh, Aisha turun ke lantai bawah untuk membantu ibunya yang sudah berkutat di dapur entah sejak kapan.
Mereka memang memiliki asisten rumah tangga untuk sesekali mengurusi rumah jika Maya tengah sibuk dengan usaha kateringnya, tapi Maya lebih memilih untuk melakukan semuanya sendiri jika tentang putri semata wayangnya.
Mulai dari menyiapkan sarapan, hingga segala keperluan Aisha, meski kerap kali Aisha menolaknya karena alasan ia sudah dewasa. Tapi tetap saja, bagi Maya Aisha tetaplah putri kecil pelengkap hidupnya.
“Aisha bantuin apa dong Bu?” tanya Aisha yang melihat ibunya sudah selesai meyiapkan semuanya untuk sarapan.
“Aisha bantuin makan aja,” jawab Maya setelah mengecup kening putri kesayangannya.
Aisha hanya memnberengutkan wajahnya yang membuat Maya tak bisa menahan gelak tawanya.
“Kok tumben pagi banget udah selesai Bu?” tanya Aisha seraya mendudukan dirinya di kursi makan yang sudah tersaji beraneka ragam makanan.
Di mata Aisha Maya adalah sosok ibu yang teramat hebat, karenanya tak pernah lupa setiap dalam doanya selalu Aisha sematkan doa terbaik untuk ibunya, juga ayahnya yang sama sekali tak Aisha ketahui sosok dan rupanya.
“Hari ini kebetulan orderan lagi meledak banget, jadi ibu harus gerak cepat,” jawab Maya seraya mengoleskan selai coklat kesukaan putrinya.
“Alhamdulillah, tapi ibu pasti cape yah?”
“Itu sudah resiko Sayang, lagian kan banyak pegawai ibu juga yang bantuin,” jawab Maya menyerahkan roti yang sudah diolesi selai.
“Tapi kan tetep aja, apa Aisha bantuin ibu aja yah?”
“Makan dan kuliah aja Sayang,” jawab Maya dengan lembut.
Tiba-tiba terdengar seseorang membunyikan bel rumah sambil mengucap salam beberapa kali. Dari suaranya tentunya Aisha dan Maya sudah tak asing siapa pemiliknya.
“Biar saya yang bukain Bu.” Bi Ani beranjak pergi ke depan meninggalkan pekerjaannya di dapur untuk membukakan pintu.
Terlihat Faris yang sudah rapi dengan setelan kemejanya dan jas putih ala dokter yang tergantung di lengan kirinya berjalan mengikuti langkah Bi Ani.
“Kebetulan sekali, sini sarapan dulu!” ajak Maya yang langsung menggiring Faris untuk duduk di kursi sebelah Aisha.
“Padahal Faris udah sarapan loh Bu, tapi kalo dipaksa ya nggak apa-apa deh,” jawab Faris tersenyum menambah kadar ketampanannya.
“Ih pede banget!” tutur Aisha membalas gurauan Faris dengan mulutnya yang masih penuh mengunyah roti.
“Kayaknya udah sembuh nih, makannya aja udah lahap banget,” goda Faris membuat Aisha refleks mendaratkan cubitan dilengannya.
“Tuh kan cubitannya aja udah kerasa sakit,” lanjut Faris membuat Aisha semakin membulatkan netranya.
Ada lengkung indah tercipta di sudut bibir Maya kala melihat putrinya kembali ceria jika bersama Faris, ia hanya berharap siapapun nanti yang menjadi menantunya tidak akan pernah menghilangkan keceriaan itu dari wajah putrinya.
***
Bersambung ...
Jangan lupa vote, like and coment buat nyemangatin author ya readers tersayang ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Syafira
semangat Thor aku mampir
2022-06-20
0
rimoa
aku mampir, bagus ceritanya
2022-06-11
0
Noviyanti
hai aku sudah mampit loh sekalian bawa like 🤗🤗
2022-06-05
0