Penghuni semesta tak perlu tahu, jika saat ini sedang kuusahakan ikhlasku seluas lautan.
(Aisha Ameera Al-Insani)
Orang-orang bilang, “Terima rasa sakitnya, ikhlaskan kepergiannya. Nggak apa-apa.”
“Masalahnya, bagaimana?”
“Bagaimana harus biasa saja dengan ‘nggak apa-apa’?”
“Bagaimana bisa menerima rasa sakit dan sedih saat luka masih menganga lebar?”
“Mau tahu satu hal indah tentang semua kepahitan ini?”
“Besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian.” (HR.Ibnu Majah 4031)
“ … Ketika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya ….” (HR.Ibnu Majah 4031)
“Itu bukan sekedar motivasi kosong. Itu fakta, janji yang nyata, yang disampaikan langsung oleh Nabi Muhammad SAW, yang tidaklah mungkin beliau menyampaikan melainkan itu adalah wahyu dari Allah.”
“Lalu harus bagaimana sekarang?”
“Jawabannya, sabar sama semua kepahitan ini. Sabarlah sebentar saja, sabar kita mahal.”
"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR.Al-Bukhori no.5642 dan Muslim no.2573)
“Bersabarlah, karena sabar kita nggak sia-sia.”
Aisha termenung mengingat-ngingat kajian yang disampaikan oleh Gus Hasan selepas subuh tadi.
Sambil memandangi hamparan langit luas ia mentafakuri betapa nikmat Allah tiada terkira selama ini, lantas ia bertanya-tanya pada diri sendiri, kemanakah dia selama ini?.
Maha Baik Allah yang masih mengijinkan dirinya untuk menikmati semua kenikmatan ini.
“Sakittt ….”
Aisha kembali pada kesadarannya kala mendengar rintihan anak kecil di sekitarnya. Segera netranya mencari-cari dari mana asal suara itu.
“Astaghfirulloh Gus Fakih ….”
Aisha segera berlari menghampiri Gus kecilnya yang sudah terduduk di tanah sambil memegangi lututnya yang terluka.
“Coba sini mba Aisha lihat lukanya yah,” pinta Aisha seraya menarik ke atas celana panjang Gus Fakih yang langsung menampilkan luka yang cukup menyakitkan untuk seumuran Gus kecilnya.
“Aduh … sakit Mba Ica,” Gus-nya meringis menahan tangis.
“Tahan sebentar ya Gus, biar Mba Ica obati,” jawab Aisha mengikuti panggilan Gus Fakih pada dirinya.
Aisha segera membantu Gus Fakih untuk duduk di gazebo pinggir kolam yang tadi ia tempati.
“Ya Allah Fakih! Kamu kenapa de,” tiba-tiba Gus Hasan menghampiri mereka, ikut membantu Aisha mendudukan Gus Fakih di gazebo.
“Tadi Guse terjatuh, sepertinya terbentur batu juga, makanya lukanya sedikit lebam,” jawab Aisha tanpa berani memandang ke arah Gus Hasan.
“Ya Allah, umimu kemana?”
“Fakih ndak tahu Om.”
“Kalo gitu saya izin mau ambil kotak obat dulu untuk ngobatin Guse ya,” pamit Aisha segera melangkah ke kamarnya.
Tak lama kemudian Aisha sudah kembali menghampiri Gus Fakih dan Gus Hasan yang tengah menunggunya dengan kotak P3K di tangannya.
“Jangan pakai alkohol Gus!” ucap Aisha segera ketika melihat Gus Hasan yang hendak membasuh luka Gus Fakih dengan alkohol.
“Bukankah alkohol bagus untuk membersihkan luka?” tanya Gus Hasan menghentikan pergerakannya.
“Memang alkohol itu efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri, tapi untuk seusia Gus Fakih kasihan Gus, karena alkohol akan menimbulkan sensasi terbakar pada luka dan merusak jaringan kulit yang sehat,” tutur Aisha takdim.
“Oh maaf saya ndak tahu,” jawab Gus Hasan mengembalikan alkohol ke tempatnya.
“Maaf bukan saya bermaksud sok pintar Gus, saya hanya menyampaikan yang saya tahu.”
“Ndak apa-apa, malah saya jadi tahu ini.”
Selesai mengobati luka Gus Fakih, Aisha segera undur diri untuk kembali ke kamarnya, bergabung dengan santri-santri yang lain mengikuti rutinitas yang ada di pesantren.
***
"Kemana sebenarnya Aisha pergi?"
"Apa dia pergi untuk menghindari aku? "
Azka terus menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi pada Aisha sambil menimang-nimang Rafa yang mulai tertidur dalam gendongannya.
Hatinya resah, ia takut jika dirinyalah penyebab Aisha tiba-tiba menghilang.
"Laki-laki macam apa aku ini, aku sudah meninggalkan Aisha untuk hidup bersama Diana. Tapi Diana pun justru tak mampu aku bahagiakan."
Azka terus saja bergumam merutuki kebodohannya selama ini, hingga ia tersadar bahwa putranya benar-benar sudah tertidur dalam gendongannya.
Azka merebahkan Rafa di ranjang bayi, lalu membenahi tempat tidurnya sendiri.
Azka memang menyewa asisten rumah tangga bahkan perawat untuk Rafa, tapi ia lebih suka melakukan semuanya sendiri jika sedang senggang, termasuk menghabiskan waktu dengan putra kecilnya.
Baru saja mata Azka hendak terpejam setelah lebih dulu merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tiba-tiba ia teringat jika ia sering melihat Diana berlama-lama menulis di sebuah buku dengan jilid berwarna maroon yang entah dimana kini ia tinggalkan.
Azka penasaran dengan apa yang selama ini Diana tuliskan, ia mulai mencari-cari dimana Diana meninggalkan bukunya, dari mulai lemari pakaian hingga tempat riasan, tapi hasilnya nihil. Azka bahkan tak menemukan sesuatu apapun.
Ia kembali ke tempat tidur setelah lebih dulu mengambil selimut baru.
Plak ... Tiba-tiba sesuatu menjatuhi kepalanya saat hendak mengambil selimut dari lipatannya.
"Aduhhh ...." Azka memekik kesakitan seraya memegangi kepalanya yang tertimpa.
Netranya membulat saat tak sengaja mendapati sesuatu yang tengah ia cari-cari justru malah menghampirinya.
Perlahan ia buka buku di tangannya, ia baca dengan seksama tiap baris yang tertera.
Matanya mulai memanas, ada parit yang mulai terbentuk dari sudut matanya. Ia menutup sendiri mulutnya, khawatir jika isakannya akan membangunkan putranya.
"Maaf aku telah singgah dan merusak semuanya. Maaf aku yang egois karena mempertahankan rumah tangga kita. Jika benar aku telah tiada, maka lanjutkanlah apa yang sempat tertunda, karena Aisha juga tak pernah sedikitpun melupakan mas Azka."
Sesak semakin memenuhi rongga dada Azka kala membaca halaman terakhir tulisan Diana.
"Maaf karena selama ini telah membiarkanmu dalam prasangka seperti itu Di."
***
Lagi-lagi Faris mengunjungi North Quay untuk melepas rindunya pada Aisha, sekarang itulah kebiasaan Faris. Karena menikmati senja di sana, Faris merasa seolah Aisha ikut hadir bersama rona senja yang mempesona.
Hari berganti minggu, bahkan kini sudah berganti-ganti bulan sejak Aisha pergi. Tapi Faris masih tetap dengan harap yang sama.
Betapa selama ini sejak kepergian Aisha ia sangat tersiksa.
Betapa ia sangat terluka menahan sakit saat Aisha justru pergi tanpa kabar, tanpa penjelasan, dan tanpa pemberitahuan.
Betapa saat ini hatinya sangat terbebani harus dipaksa ikhlas karena kepergian Aisha.
“Aku gak bisa seperti ini terus,” gumam Faris lirih.
Hari ini Faris mengajukan permohonan cuti tahunannya kepada Unit Rekam Medis setelah lebih dulu mengisi blanko cuti yang telah disediakan.
Dan akhirnya Unit Rekam Medis menyetujui pengajuan tersebut setelah disesuaikan dengan jadwal cuti tahunan yang telah dibuat.
Setelah mendapat persetujuan Rekam Medis, kini Faris tengah menunggu semoga saja permohonan cutinya disetujui oleh direktur Rumah Sakit, mungkin paling lambat satu minggu kemudian.
Faris memang mengajukan cutinya untuk lebih dulu menenangkan hati dan pikirannya. Karena sejak kepergian Aisha pikiran Faris benar-benar kacau, ia tidak bisa professional dalam pekerjaan jika saja kondisinya tengah seperti ini, karena memang Faris masih belum bisa berdamai dengan kepergian Aisha.
“Kota ini sudah banyak berubah,” gumam Faris ketika menginjakkan kakinya di Yogyakarta.
Setelah permohonan cutinya disetujui oleh pihak Rumah Sakit, Faris menempuh sekitar lima jam perjalanan Surabaya-Yogyakarta, akhirnya Faris tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta.
Faris memang lebih memilih untuk menggunakan kereta api agar bisa lebih lama menikmati perjalanan.
Faris membuka ponselnya, mencari-cari kontak yang akan ia hubungi.
Tut … Tut …, telepon tersambung.
“Assalamualaikum Bukde,” sapa Faris ketika mendengar suara yang tak asing di telinganya.
“Waalaikumsalam, Faris kamu sudah sampai mana le?”
“Faris sudah di Stasiun Bukde.”
“Oalah ya sudah kamu tunggu disitu, nanti Hasan yang akan jemput kamu.”
“Nggeh Bukde.”
“Yo wis Bukde bilang dulu sama Hasan yo, Assalamualaikum.”
“Nggeh Waalaikumsalam.” sambungan telepon terputus.
***
Bersambung ....
Jangan lupa vote, like and coment buat nyemangatin author ya readers tersayang ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Yen Lamour
Semangat terus kak 💪😊
2022-06-10
0
Rozh
🌹
2021-05-22
0
R Ni
Semngat up😎😎
Jangan lupa feedback " Wanita Taruhan Elvan"
Makasih😊😊
2020-11-15
0