“Mba Aisha … Mba Aisha ….”
“Kamu tuh kebiasaan yah masuk teriak-teriak gak salam dulu,” jawab Aisha lembut.
“Astaghfirulloh, Assalamualaikum Mba,” ucap Rini manis.
“Nah gitu dong, sekarang baru kamu ngomong.”
“Mba Aisha cepetan dandan yang cantik pokoknya Mba,” ucap Rini mengguncang bahu Aisha yang tengah melipat mukenanya setelah membaca Al-Qur’an.
“Memangnya ada apa Mba harus dandan?” tanya Aisha mengerutkan kening semakin tak mengerti dengan maksud Rini.
“Di depan ada Gus Fakih sama Ustadz Faris nyariin Mba, sekarang cepetan Mba temuin mereka,” tutur Rini seraya mendorong Aisha ke arah pintu.
“Tunggu dulu, ada apa mereka nyariin Mba?”
“Ya mana Rini tau Mba, udah cepetan temuin dulu. Ada Ustadz Faris loh,” goda Rini.
Aisha hanya geleng-geleng mendengar ucapan teman sekamarnya yang sangat antusias jika itu berhubungan dengan Ustadz Faris.
Aisha berlalu meninggalkan Rini untuk menemui Gus Fakih yang katanya diantar oleh Ustadz Faris, sebenarnya ada apa hingga mereka mencari Aisha sendiri ke asrama putri.
Aisha jadi penasaran seperti apa sebenarnya sosok Ustadz Faris yang sejak kemarin menjadi perbincangan para santriwati. Dan kenapa juga jantung Aisha selalu berdetak lebih cepat dari biasanya jika mendengar nama Faris.
***
“Loh Gus Fakih sama siapa ke sini?” tanya Aisha ketika mendapati Gus Fakih hanya seorang diri.
Tanpa sadar, Aisha mencari-cari sosok Ustadz Faris yang dijelaskan Rini.
“Tadi sama Om Faris, tapi katanya mau terima telepon dulu,” tutur Gus Fakih menjelaskan.
Aisha manggut-manggut mengiyakan.
“Tadi katanya Gus Fakih mencari Mba Ica yah? Ada apa Gus?” tanya Aisha yang sudah berjongkok menyejajarkan tingginya dengan Gus Fakih.
“Fakih pengen main sama Mba Ica, tadi sama Om Faris doang gak seru,” jawab Gus Fakih merajuk.
“Ya sudah ayo Mba Ica temenin, tapi jangan lama-lama yah kan sebentar lagi maghrib,” tutur Aisha dengan lembut.
“Siap Mba Ica,” jawab Gus Fakih dengan tangan sudah dengan posisi seperti sedang hormat yang berhasil membuat Aisha tertawa.
Ketika Gus Fakih tengah bermain di taman dengan ditemani Aisha, justru malah Gus Hasan yang datang menyusul.
“Loh kok Om Hasan yang dateng? Om Farisnya mana?” tanya Gus Fakih ketika menyadari kedatangan Gus Hasan.
“Om Farisnya lagi siap-siap buat pulang ke Surabaya malem ini, tadi dapet telepon mendadak,” jawab Gus Hasan mendekati Gus Fakih.
“Ustadz Faris dari Surabaya juga.”
“Om Faris mau nolongin orang-orang yang sakit lagi yah?” tanya Gus Fakih polos.
“Iya kan di Rumah Sakit udah banyak yang nungguin Om Faris,” jawab Gus Hasan dengan sabar.
“Gus Fakih, Mba Ica balik lagi ke kamar yah mau siap-siap buat ke masjid. Kan sudah ada Gus Hasan yang nemenin,” ucap Aisha takdim, menghormati Gus Hasan yang ada di dekatnya.
“Iya Mba Ica bener, Fakih juga siap-siap solat yuk sama Om ke masjid,” tutur Gus Hasan membenarkan ucapan Aisha.
“Iya deh, Mba Ica besok kita main lagi yah,” pinta Gus Fakih.
“Nggeh Gus siap,” jawab Aisha lembut.
“Terimakasih ya Aisha sudah menjaga Fakih,” ucap Gus Hasan sebelum Aisha berlalu.
“Nggeh Gus, kalau begitu saya permisi ya, Assalamualaikum,” ucap Aisha sgera berlalu.
“Waalaikumsalam,” jawab Gus Hasan dan Gus Fakih bersamaan.
***
"Rupanya pahitnya masa lalu yang membuat Aisha merenung dan tersedu di setiap malam?"
Aisha menoleh, terkejut melihat Ning nya yang sudah terduduk di sampingnya, dengan segera ia hapus airmata yang tersisa dengan ujung mukenanya.
"Ning Sabina?" tanya Aisha parau.
"Maaf tadi Mba gak sengaja mendengar semua curahan Aisha, sebenarnya udah sejak lama juga sih. Sepertinya masa lalu Aisha teramat rumit," tutur Ning Sabina mengusap bahu Aisha yang masih naik turun karena isakan.
Bukan menjawab, tapi Aisha justru semakin terisak.
Ning Sabina yang memahami perasaan Aisha segera mendekapnya, mengusap-usap punggung Aisha untuk menyalurkan ketenangan.
"Aisha boleh cerita sama Mba semua
masalah Aisha, kita di sini semua adalah keluarga," lagi-lagi Ning Sabina tak
mendapat jawaban dari Aisha kecuali isakan.
Ning Sabina membiarkan Aisha menumpahkan semua masalah yang menurutnya sudah habis ia curahkan di setiap sujudnya.
"Kita dulu pernah bersama Ning, tapi tiba-tiba dia pergi tanpa pesan dan kabar, melainkan hanya sebuah kebohongan. Lalu dia kembali dengan orang baru sebagai penggantiku. Dia bilang semua itu hanya kesalahan, sehingga dia datang lagi lagi dengan penjelasan dan minta balikan," tutur Aisha menceritakan kisahnya pada Ning Sabina.
"Sampai sekarang dia masih mengejar Aisha?"
"Entahlah Ning, istrinya sudah meninggal dan dia juga sudah dikarunia putra. Aisha yang merasa belum terlalu kuat menghadapi semuanya memilih untuk mengasingkan diri dengan datang ke pesantren ini," tutur Aisha yang membuat Ning Sabina benar-benar terkejut.
"Apa Aisha belum bisa melupakan dia? Aisha masih mencintai dia?"
Aisha menggeleng lemah.
"Ketika dia pergi dengan pengkhianatan, Aisha sudah melupakan rasa sayang Aisha untuknya. Tapi entah kenapa semua kenangan tentang dia justru menjadi rasa sakit sebagaimana dulu Aisha masih cinta."
"Aisha masih berharap untuk kembali bersamanya?"
Lagi-lagi Aisha menggeleng.
"Aisha sudah lelah Ning, jika kembali pun pasti juga berubah, gak akan sama kayak dulu lagi. Mungkin Aisha terlihat baik-baik saja, tapi perasaaan Aisha tetap memendam kecewa."
"Itu tandanya Aisha belum bisa berdamai dengan masa lalu saat masih bersama dia."
"Apa yang harus Aisha lakukan Ning?" tanya Aisha dengan wajah sembab.
"Aisha harus merubah mindset Aisha dulu, bahwa menanti adalah pengorbanan yang tak pasti, karena kita belum tahu juga takdir apa yang tengah menanti. Jika Aisha masih setia dengan luka yang menganga karena dia, hendaknya Aisha sadar bahwa belum tentu dia setia. Maka harusnya Aisha memilih antara tetap bertahan dengan memeluk luka atau membuka hati kembali bagi orang yang datang."
Ada parit yang kembali mengalir dari ujung mata Aisha ketika mendengar nasehat dari Ning Sabina. Sebenarnya memang mungkin selama ini dialah yang belum bisa ikhlas terhadap semuanya.
"Lebih baik sekarang Aisha berwudhu agar lebih tenang sambil nunggu adzan subuh ya," tutur Ning Sabina yang kemudian diangguki Aisha.
"Mba mau lihat Gus Fakih dulu, takutnya bangun nyariin Mba."
"Maaf ya Ning jadi harus mendengarkan keluh kesah Aisha."
"Aisha kita semua adalah keluarga, kapanpun kamu butuh Mba ataupun yang lainnya jangan pernah sungkan yah."
"Terimakasih ya Ning."
" Mba ke ndalem dulu yah."
"Nggeh Ning," jawab Aisha takdim.
***
Sepulang dari Yogyakarta, Faris menyempatkan diri berziarah ke makam kedua orang tuanya.
"Assalamualaikum Ayah, Bunda," ucap Faris di depan makam ayah dan bundanya yang memang berdampingan.
"Maaf Faris baru ke sini lagi, tapi Faris selalu mendoakan yang terbaik untuk Ayah sama Bunda. Semoga kelak kita bisa berkumpul kembali di Jannah-Nya ya Yah, Bun."
Tak terasa ada parit mengalir dari ujung netra Faris, sesak pun kian bersarang di dada.
"Faris baru saja mengunjungi Bukde sama Pakde di Yogyakarta kemaren. Di sana Faris menemukan jawaban yang selama ini mengusik hidup Faris Bunda, semoga saja ini merupakan jawaban dari Allah atas doa-doa Faris selama ini."
"Meski Ayah dan Bunda sudah tiada, tapi Faris bersyukur masih memiliki keluarga dan orang-orang yang menyayangi Faris seperti Ayah dan Bunda."
Di atas kubur kedua orang tuanya Faris terisak, menahan sesak yang mungkin menunjukan kelemahannya.
"Faris pulang dulu ya Ayah, Bunda. Semoga Ayah dan Bunda selalu diberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya."
Faris menyeka air di ujung matanya, di depan kubur kedua orangtuanya dia mencurahkan segala keluh kesahnya, layaknya seorang putra yang tengah bermanja pada orangtuanya.
Tak lupa Faris membacakan Al-Quran untuk keduanya, lalu menaburkan bunga di atas kuburnya sebelum akhirnya berlalu untuk kembali ke rutinitas seperti biasanya.
Ketika hendak berlalu, Faris melihat seorang pria yang tengah tersedu di atas kubur istrinya dengan seorang bayi yang terlelap dalam gendongan perawatnya, ya pria itu adalah Azka dan Rafa putranya yang tengah berziarah ke makam Diana.
"Apa sekarang lo benar-benar menyesal karena sudah menyia-nyiakan Diana?" tanya Faris setelah Azka menyelesaikan doanya. Azka sendiri tak menyadari kedatangan Faris.
"Tapi sekarang penyesalan gue udah gak ada gunanya Ris. Penyesalan gue gak bisa mengembalikan Diana."
"Gak ada yang sia-sia Ka, sekarang ada Rafa yang sangat membutuhkan lo. Dengan lo merawat dan menjaga Rafa dengan baik, itu sudah lebih dari cukup buat Diana."
"Lo dari mana?"
"Dari makam Ayah sama Bunda."
"Kemaren gue abis tes kesehatan sama Rafa ke Rumah Sakit, gue nyariin lo, tapi kata resepsionis lo lagi ambil cuti. Emangnya lo kemana?"
"Gue dari Yogya, silaturahmi ke Pakde sama Bukde gue."
"Udah dapet kabar tentang Aisha?"
Bersambung ....
Jangan lupa vote, lik and coment buat nyemangatin author ya readers tersayang ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
mutoharoh
20 like sudah mendarat akak 🤗🤗
besok lanjut lagi
2021-07-04
0
Garis_Langit
Saya mampir membawa like kak
2020-10-28
0
Desrayanii
Sampai sini nanti lanjut lagi akak Love... ❤🥰
salam untuk bang faris ya 😁😁
Salam "Kasih Yang Tertunda & Detektif Cinta Anti Cinta"...
2020-10-07
0