Orang yang Sama

“Umi ….” teriak Gus Fakih yang masih dalam gendongan Gus Hasan.

“Mba kemana aja sih? Tadi Fakih jatuh, lututnya luka nih," ucap Gus Hasan menyerahkan Fakih pada kakaknya.

“Ya Alloh! Maafin umi ya sayang, tadi umi ke dalem sebentar buat ambil makan, eh taunya Fakih udah ndak ada,” tutur Sabina melihat luka di lutut putranya.

“Fakih gak apa-apa kok umi, ini lukanya udah diobatin tadi sama Mba Ica,” jawab Fakih menenangkan Ning Sabina yang terlihat cemas.

“Mba Ica?” tanya Sabina berpikir, mengingat-ngingat nama santriwati di pesantren.

“Sepertinya Hasan juga baru liat dia deh Mba,” ucap Gus Hasan yang sebenarnya penasaran juga terhadap santriwati tadi.

“Oh dokter Aisha maksudnya,” jawab Sabina berhasil mengingat.

“Dia dokter Mba?”

“Iya dia tuh dokter muda, baru-baru ini dia menyelesaikan program profesinya. Dia memang santri baru, udah beberapa bulan juga sih, asalnya dari Surabaya. Ibunya tuh alumni sini."

"Pantas saja tadi dia paham banget waktu ngobatin Fakih."

“Tapi Hasan gak pernah liat dia tuh Mba, terus kenapa dia malah mondok di sini?”

“Ih kepo ya kamu, tanya aja sendiri sama orangnya kalo berani,” jawab Ning Sabina yang agak heran dengan sikap adiknya. Biasanya Hasan selalu memasang perangai dingin, tak terlalu memedulikan urusan orang lain.

“Hasan! Umi cari-cari kamu kok le, taunya di sini,” ucap Nyai Hamidah berjalan mendekati Ning Sabina dan Gus Hasan yang tengah berbincang.

“Padahal kan umi bisa nyuruh santri buat manggilin Hasan mi, gak usah repot-repot cari Hasan sendiri,” jawab Gus Hasan segera menghampiri Nyai Hamidah yang tengah berjalan ke arahnya, mengecup punggung tangannya lalu membantunya berjalan dengan pelan.

“Yo wes wong sudah ketemu juga, sekarang kamu jemput Mas-mu di Stasiun ya, kasian dia sudah nunggu lama.”

“Mas? Mas Faris maksudnya mi?” tanya Ning Sabina dan Gus Hasan bersamaan.

“Lah ya iya Faris.”

“Kok tumben dia ke sini mi? biasanya kan Faris selalu sibuk, terakhir kita bertemu saja waktu kecelakaan Pakde sama Bukde di Surabaya.”

“Dia kangen suasana di sini katanya, wes cepetan itu Faris sudah nunggu lama kok,” tutur Nyai Hamidah mengingatkan Gus Hasan agar segera.

“Iya iya umi,” jawab Gus Hasan mencium tangan Nyai Hamidah dan Ning Sabina lebih dulu.

Hasan melangkah menuju garasi yang terletak diantara asrama putri dan ndalem.

Ketika hendak menutup pintu mobil, netranya menangkap sosok gadis yang sejak tadi membuat penasaran dirinya tengah membaca di taman depan asrama, ya siapa lagi jika bukan Aisha.

Hasan mengusap wajahnya dengan berkali-kali mengucap istighfar, ia tidak boleh terbuai, bukankah semua itu hanyalah muslihat syetan untuk menyesatkan?.

“Astagfirullah … ada apa dengan aku?” gumam Gus Hasan lirih yang hanya bisa didengar olehnya sendiri.

Dengan segera ia menghidupkan mobilnya dan melaju menjauhi Aisha.

***

“Mba Aisha … Mba Aisha ….”

“Ada apa sih Rin? Dateng-dateng kok teriak-teriak,” jawab Aisha yang tetap tenang melipat baju-bajunya.

“Ih pokonya Mba Aisha nyesel deh gak ikut pengajian malem ini.”

“Lah orang aku lagi halangan, gimana kamu ini.”

“Ih pokonya nyesel deh.”

“Ya memangnya kenapa? Dari tadi kamu cuma bilang nyesel-nyesel tapi gak jelasin ke Mba.”

“Coba tebak siapa yang ngisi pengajian malem ini Mba?”

“Ya mana Mba tau, wong mba gak ikut.”

“Ih ya tebak mba,” jawab Rini yang sudah tidak sabar.

“Kyai Safar? Bu Nyai Hamidah? Ning Sabina? Atau Gus Hasan?” tanya Aisha menyebutkan semua anggota keluarga ndalem.

“Salah semua!”

“Lah terus?” tanya Aisha semakin bingung.

“Ustadz Faris!” jawab Rini antusias.

“Ustadz baru?”

“Gak tau sih Mba, katanya beliau tuh sepupunya Gus Hasan yang baru datang dari luar kota. Katanya sih dia dokter, dokter muda gitu kayak Mba Aisha.”

Deg … seketika Aisha teringat pada Faris di Surabaya ketika Rini menyebutkan bahwa ustadz Faris adalah seorang dokter juga seperti Faris sahabatnya.

“Lah terus? Kenapa kamu yang kegirangan?”

“Ih Mba Aisha gak lihat langsung sih. Gantengnya tuh ya Mba Masya Allah banget, pokonya Gus Hasan lewat,” tutur Rini dengan gaya seperti tengah berangan-angan.

“Kamu tuh ya, kemaren kalo liat Gus Hasan klepek-klepek, sekarang aja ada yang lebih bening lagi bilangnya Gus Hasan lewat.”

“Pokonya kalo liat ustadz Faris tuh berasa kayak liat masa depan gitu.”

“Masa depan siapa?”

“Masa depan aku sama dia,” jawab Rini dengan gaya sok imut.

“Kalo dia udah ada yang punya gimana?”

“Kayaknya belum deh mba.”

“Kata siapa?”

“Orang keliatan kok.”

“Apanya yang keliatan?”

“Keliatan wajah-wajah masih jomblo ea ea ….”

“Hus ngawur kamu, eh tapi kalaupun belum ada emang dianya mau?”

“Ih Mba Aisha tuh buat aku insecure aja deh,” jawab Rini memberengutkan wajahnya.

“Ih bukan buat insecure, ini tuh suntikan semangat tau buat kamu merjuangin dia.”

“Cie … mulai melankolis nih ya bu dokter,” goda Rini yang diikuti oleh gelak mereka bersamaan.

***

“Mas Faris yakin mau pulang besok banget Mas?” tanya Gus Hasan yang tengah menikmati sejuknya udara senja di gazebo pesantren bersama sepupunya.

“Iya San, aku cuma dikasih cuti tiga hari dari Rumah Sakit,” jawab Faris tanpa mengalihkan wajahnya dari indahnya senja.

“Ya Allah padet banget sih jadwalnya pak dokter. Kasian dong nanti kalo punya istri ditinggal terus,” ucap Hasan menyindir sepupunya yang hingga saat ini masih betah sendiri.

“Ya beda lagi dong kalo udah ada istri mah.”

“Kapan dong ada istrinya? Nanti disalip duluan loh sama Hasan,” tutur Gus Hasan menggoda Faris.

“Yah nggak tau deh San, sekarang orangnya malah udah pergi juga,” jawab Faris menghela nafas panjang, mengingat Aisha yang tiba-tiba pergi tanpa kabar.

“Cewe Mas Faris maksudnya?”

“Bukan sih.”

“Lah terus?”

“Kita cuma sahabatan sebenernya, aku memang yang udah sejak lama menyukai dia. Tapi sepertinya nggak mungkin juga kita bersatu, sekarang keberadaan dia saja aku gak tahu San,” tutur Faris menceritakan segala perasaannya pada adik sepupunya.

“Apa dia tahu perasaan Mas Faris ke dia?”

Faris mengangguk lemah, mengingat bagaimana Aisha tetap belum bisa melupakan Azka.

“Tapi dia sepertinya belum bisa melupakan masalalunya. Entahlah, aku sendiri bingung apa yang harus aku lakukan. Tiba-tiba sekarang malah dia pergi tanpa kabar dan tanpa pemberitahuan.”

“Kan Mas Faris dulu yang sering nasehatin Hasan, kita sebagai manusia jangan pernah lupa akan ikhlas dan sabar. Kalo memang dia yang ditakdirkan buat Mas Faris pasti Allah akan datangkan dia buat Mas Faris kok. Kata abah ‘tak akan pergi kepada selainmu apa yang telah Alloh takdirkan untukmu'.”

“Itulah yang semakin mengingatkan kita kalo Mas juga cuma manusia biasa, adakalanya ikhlas dan sabar Mas belum seluas lautan.”

“Mas juga selalu mengajarkan Hasan agar kita jangan egois pada hati dengan hanya menutupnya untuk satu nama, padahal kita belum tau takdir apa yang sedang menanti kita. Jangan kita berharap pada sesuatu yang belum pasti, karena sebaik-baiknya pengharapan hanyalah kepada Allah.”

“Astagfirullah ….”

Faris mengusap-usap wajahnya gusar sambil berkali-kali mengucap istighfar.

“Om Faris ….” tiba-tiba Gus Fakih datang berlari ke arahnya.

“Fakih jangan lari-larian, itu lukanya saja belum kering,” tutur Gus Hasan saat Gus Fakih telah berada dihadapannya.

“Fakih udah sembuh kok, kan yang ngobatin juga Mba Ica terus,” jawab Fakih masih ngos-ngosan.

“Coba sini Om Faris liat lukanya,” ucap Faris menyibakkan celana panjang Gus Fakih hingga menampakkan lukanya.

“Rapih banget perbannya” gumam Faris lirih yang ternyata bisa didengar oleh Hasan.

“Iyalah orang dokter ya udah ahli buat sekedar perban luka mah,” jawab Hasan menanggapi gumaman Faris.

“Luka kayak gini aja sampe ke dokter?” tanya Faris bingung.

“Bukan sengaja dibawa ke dokter sih Mas, tapi memang santriwati disini ada yang memang dokter. Dia baru selesai internship katanya,” tutur Gus Hasan menjelaskan. Faris hanya manggut-manggut mengiyakan.

“Ya udah Om Faris ayo temenin Fakih main di taman,” rengek Gus Fakih menarik-narik ujung kemeja Faris.

“Mentang-mentang ada Om Faris aja Om Hasan gak diajakin,” celetuk Hasan memasang wajah cemberut ke arah Gus Fakih.

“Om Hasan jangan cemburu yah, kan Om Faris cuma sebentar di sini, kalo Om Hasan kan ada setiap hari,” jawab Gus Fakih yang membuat Hasan dan Faris tergelak bersama.

***

“Om Faris ....” panggil Gus Fakih yang tengah bermain di taman.

“Apa sayang?” tanya Faris menghampiri Fakih.

“Kayaknya kalo ditemenin sama Mba Ica lebih seru deh Om mainnya,” ucap Gus Fakih memohon.

“Fakih mau main sama Mba Ica?”

“Iya, sama Om Faris juga.”

“Tapi nanti ganggu, Mba Ica lagi ngaji loh.”

“Kita coba panggil dulu yah Mba Icanya,” pinta Gus Fakih memohon.

“Ya udah ayo, tapi Om tunggu di luar yah.”

“Oke,”jawab Gus Fakih kegirangan.

“Seperti apa sih Mba Ica yang berhasil membuat Gus kecil ini seperti tergila-gila,” gumam Faris lirih yang hanya bisa didengar oleh dirinya.

“Mba Rini bisa tolong panggilin Mba Ica nggak?” pinta Gus Fakih ketika sudah di halaman asrama putri.

“Maaf Mba Ica itu siapa ya Gus? Sepertinya ndak ada yang namanya Ica di sini Gus,” tanya Rini bingung dengan permintaan Gus kecilnya.

“Oh maksudnya Mba A-Ais ….” Gus Fakih menggantung kalimatnya, mengingat-ngingat nama asli Mba Ica yang tempo hari disebutkan oleh uminya.

“Mba Aisha maksudnya Gus?” tanya Rini menebak.

Faris yang mendengar nama Aisha disebut segera memalingkan wajah yang sejak tadi memandang ke arah lain.

Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya dengan hanya mendengar nama Aisha yang entah Aisha mana yang dimaksudkan.

“Iya itu maksudnya Mba,” jawab Gus Fakih antusias

“Oh nggeh Gus, sebentar saya panggilkan. Permisi ustadz,” ucap Rini sopan ketika melewati Faris. Faris hanya mengangguk tersenyum.

Faris dan Gus Fakih menunggu di halaman asrama, karena memang laki-laki dilarang melewati batas asrama putri.

***

Bersambung ....

Jangan lupa vote, like and coment buat nyemangatin author ya readers tersayang ....

Terpopuler

Comments

YouTrie

YouTrie

Like thor

2021-06-01

0

Garis_Langit

Garis_Langit

Mampir kak😊

2020-10-24

1

Desrayanii

Desrayanii

Likeee Lovee ❤❤❤🥰

2020-10-07

0

lihat semua
Episodes
1 Aku juga wanita biasa
2 Bagaimana bisa aku berdamai?
3 Bukan Azka
4 Aku, Kamu, dan Dia
5 Kejam memang
6 Sudah Skenario Tuhan
7 Wanita tangguh
8 Apalagi ini?
9 Orang Terpilih
10 Harus Ikhlas
11 Mulai ada rasa?
12 Semakin takut kehilangan
13 Takdir Tak Terduga
14 Bukan akhir segalanya
15 Muhasabah Diri
16 Terungkap
17 Rangkaian Takdir
18 Orang yang Sama
19 Jawaban
20 Rasa Yang Hadir
21 Tanda tanya
22 Yes I do
23 Bukan aku pemenangnya
24 Takdirku
25 Hari Kita
26 Harapan Baru?
27 Senja yang tak lagi sama
28 Menantu baru
29 Aku dan perasaan ini
30 Perlahan semakin baik
31 Sesejuk Embun Pagi
32 Pengakuan
33 Terungkap (2)
34 Pergi untuk kembali
35 Mabuk darat
36 Kebetulan?
37 Berusaha mengikhlaskanmu
38 Benarkah sudah lupa?
39 Salah paham
40 Berusaha
41 Berusaha 2
42 Berusaha 3
43 Mau kemana?
44 Abang dimana?
45 Dinner kejutan
46 Kejutan lagi?
47 Mencoba melawan malu
48 Yang Tertunda
49 Sabarnya humairaku
50 Tertunda lagi?
51 Visual
52 Our first night yang tertunda
53 Ibadah lagi
54 Suami hebatku
55 Bercak Cinta
56 Dilanku
57 Menjadi saksi
58 Siapa dia?
59 Siapa mereka
60 Kecolongan
61 Dokterku suamiku
62 Aku ridho
63 Kamu tidak baik-baik saja
64 Harapan Baru
65 Dia milikku!
66 Percaya
67 Tak apa
68 Sensasi pengantin baru
69 Sayang, Jangan takut
70 Tiket
71 Ada apa?
72 Jangan cengeng
73 Gelisah
74 Wanita hebatku
75 Wanita gila
76 Ini kakakku
77 Bandara & Club
78 Are you okay?
79 Ujian rumah tangga kita
80 Dokter tapi takut obat
81 Fiks reaksi jamu
82 Tengilnya Tuan Faris
83 Karina yang sebenarnya
84 Kenapa Sha?
85 Hah?
86 Jatuh cinta setiap saat
87 Forgive
88 Masjid merah jambu
89 Mecca, here we come
90 Doa pilu di rumah-Mu
91 Kita senasib
92 Cappadocia, here we come
93 Abang gagal buka puasa
94 Honeymoon 1
95 Honeymoon 2
96 Honeymoon 3
97 Honeymoon 4 (Jeritan Penyesalan)
98 Tragedi Bandara Kayseri
99 Rumah Sakit orang waras
100 Salah saya apa, Tuan?
101 Happy Birthday Baby
102 Maaf, Nona
103 Kamu istriku
104 Aku memang orang asing
105 Benar-benar bikin surprise
106 Pecel seadanya
107 Aku yang lemah
108 Berkolaborasi
109 Ternyata masih belum siap kehilangan
110 Macan betina
111 Jangan ngambek dong, Mami
112 Ancaman Bocah
113 Rumit
114 Semakin Rumit
115 Semakin Rumit 2
116 Hancur
117 Suamimu juga manusia biasa
118 Selesaikan dengan jantan!
119 Apa dia sesempurna itu?
120 Kangen Abang
121 Terbayar lunas
122 Amanah
123 Kasih kejutan Papi
124 Sabarmu ... kuatku
125 Tanpa Papi
126 Tasya is come
127 Bolehkah?
128 Sensitive
129 Anak Mami pasti kuat
130 Aku tak sepicik itu!
131 Aku tak apa meski sendiri
132 Salah sangka
133 Benar-benar wanita mulia
134 Tanpa Papi lagi
135 Beginikah ngidam?
136 Kenapa harus kamu Mas?
137 Ku ambil dia kembali
138 Tinggalkan aku!
139 Jangan putus asa
140 Butuh ruang
141 Terungkap
142 Akankah baik-baik saja?
143 Ternyata terlambat
144 Menyerah
145 Panik
146 Kemana lagi?
147 Hancur sia-sia
148 You broke me first
149 Mengajukan gugatan
150 Frustasi
151 Sama-sama mencari
152 Mengunjungi Ayah
153 Titik terang
154 Semoga baik-baik saja
155 Jangan buat semakin rumit
156 Bukan tak sayang
157 Dokter cantik pemberani
158 Kamu?
159 Rencana lain
160 Pasangan idaman
161 Pasrah akan ketentuan-Mu
162 Benarkah ?
163 Sedikit lagi ...
164 Kepada-Mu kami kembali
165 Hilang satu muncul yang baru
166 Kakak ...
167 Apapun akan aku lakukan
168 Panik
169 Pergi dengan tenang
170 Lebih baik mati
171 Napas ini untukmu
172 Salah siapa!?
173 Biar aku yang pergi
174 Tergoda
175 Izinkan aku egois
176 Wanitaku lelah
177 Mempertahankan takdir
178 Ikhlas itu bohong!
179 Sebab akibat
180 Biar saja berakhir
181 Kebetulan?
182 Gagal temu
183 Sama-sama terluka
184 Sakit luar dalam
185 Kolega lama
186 Hati yang tergerak
187 Bukan hanya kamu, akupun sakit
188 Cukup Kakak, Aish jangan
189 Quality time
190 Kecurigaan Roger
191 Wanita bergamis panjang
192 Kembali berjuang
193 Berlomba
194 Mencari ketenangan
195 Memulai kembali
196 Lucunya istriku
197 Saya yang beruntung
198 Aku masih punya hati
199 Calon pewaris Abdullah Company
200 Siapkah aku?
201 Restu Kak Isal
202 Debar tak biasa
203 Beruntungnya aku punya kamu
204 Ica nggak sendirian
205 Kekhawatiran Ning Sabina
206 Nikmat yang tak terdustakan
207 Memantau dari jauh
208 Teman seperjalanan
209 Kalah telak
210 Muslimah sesungguhnya
211 LDR
212 ....
213 Kakak ipar bertemu kakak kandung
214 Rahasia Gus Hasan terbongkar
215 Quality time Aisha dan Faisal
216 Rindu berujung temu
217 Berubah tak semudah yang dikira
218 Berlibur bersama
219 Gadis kecilku
Episodes

Updated 219 Episodes

1
Aku juga wanita biasa
2
Bagaimana bisa aku berdamai?
3
Bukan Azka
4
Aku, Kamu, dan Dia
5
Kejam memang
6
Sudah Skenario Tuhan
7
Wanita tangguh
8
Apalagi ini?
9
Orang Terpilih
10
Harus Ikhlas
11
Mulai ada rasa?
12
Semakin takut kehilangan
13
Takdir Tak Terduga
14
Bukan akhir segalanya
15
Muhasabah Diri
16
Terungkap
17
Rangkaian Takdir
18
Orang yang Sama
19
Jawaban
20
Rasa Yang Hadir
21
Tanda tanya
22
Yes I do
23
Bukan aku pemenangnya
24
Takdirku
25
Hari Kita
26
Harapan Baru?
27
Senja yang tak lagi sama
28
Menantu baru
29
Aku dan perasaan ini
30
Perlahan semakin baik
31
Sesejuk Embun Pagi
32
Pengakuan
33
Terungkap (2)
34
Pergi untuk kembali
35
Mabuk darat
36
Kebetulan?
37
Berusaha mengikhlaskanmu
38
Benarkah sudah lupa?
39
Salah paham
40
Berusaha
41
Berusaha 2
42
Berusaha 3
43
Mau kemana?
44
Abang dimana?
45
Dinner kejutan
46
Kejutan lagi?
47
Mencoba melawan malu
48
Yang Tertunda
49
Sabarnya humairaku
50
Tertunda lagi?
51
Visual
52
Our first night yang tertunda
53
Ibadah lagi
54
Suami hebatku
55
Bercak Cinta
56
Dilanku
57
Menjadi saksi
58
Siapa dia?
59
Siapa mereka
60
Kecolongan
61
Dokterku suamiku
62
Aku ridho
63
Kamu tidak baik-baik saja
64
Harapan Baru
65
Dia milikku!
66
Percaya
67
Tak apa
68
Sensasi pengantin baru
69
Sayang, Jangan takut
70
Tiket
71
Ada apa?
72
Jangan cengeng
73
Gelisah
74
Wanita hebatku
75
Wanita gila
76
Ini kakakku
77
Bandara & Club
78
Are you okay?
79
Ujian rumah tangga kita
80
Dokter tapi takut obat
81
Fiks reaksi jamu
82
Tengilnya Tuan Faris
83
Karina yang sebenarnya
84
Kenapa Sha?
85
Hah?
86
Jatuh cinta setiap saat
87
Forgive
88
Masjid merah jambu
89
Mecca, here we come
90
Doa pilu di rumah-Mu
91
Kita senasib
92
Cappadocia, here we come
93
Abang gagal buka puasa
94
Honeymoon 1
95
Honeymoon 2
96
Honeymoon 3
97
Honeymoon 4 (Jeritan Penyesalan)
98
Tragedi Bandara Kayseri
99
Rumah Sakit orang waras
100
Salah saya apa, Tuan?
101
Happy Birthday Baby
102
Maaf, Nona
103
Kamu istriku
104
Aku memang orang asing
105
Benar-benar bikin surprise
106
Pecel seadanya
107
Aku yang lemah
108
Berkolaborasi
109
Ternyata masih belum siap kehilangan
110
Macan betina
111
Jangan ngambek dong, Mami
112
Ancaman Bocah
113
Rumit
114
Semakin Rumit
115
Semakin Rumit 2
116
Hancur
117
Suamimu juga manusia biasa
118
Selesaikan dengan jantan!
119
Apa dia sesempurna itu?
120
Kangen Abang
121
Terbayar lunas
122
Amanah
123
Kasih kejutan Papi
124
Sabarmu ... kuatku
125
Tanpa Papi
126
Tasya is come
127
Bolehkah?
128
Sensitive
129
Anak Mami pasti kuat
130
Aku tak sepicik itu!
131
Aku tak apa meski sendiri
132
Salah sangka
133
Benar-benar wanita mulia
134
Tanpa Papi lagi
135
Beginikah ngidam?
136
Kenapa harus kamu Mas?
137
Ku ambil dia kembali
138
Tinggalkan aku!
139
Jangan putus asa
140
Butuh ruang
141
Terungkap
142
Akankah baik-baik saja?
143
Ternyata terlambat
144
Menyerah
145
Panik
146
Kemana lagi?
147
Hancur sia-sia
148
You broke me first
149
Mengajukan gugatan
150
Frustasi
151
Sama-sama mencari
152
Mengunjungi Ayah
153
Titik terang
154
Semoga baik-baik saja
155
Jangan buat semakin rumit
156
Bukan tak sayang
157
Dokter cantik pemberani
158
Kamu?
159
Rencana lain
160
Pasangan idaman
161
Pasrah akan ketentuan-Mu
162
Benarkah ?
163
Sedikit lagi ...
164
Kepada-Mu kami kembali
165
Hilang satu muncul yang baru
166
Kakak ...
167
Apapun akan aku lakukan
168
Panik
169
Pergi dengan tenang
170
Lebih baik mati
171
Napas ini untukmu
172
Salah siapa!?
173
Biar aku yang pergi
174
Tergoda
175
Izinkan aku egois
176
Wanitaku lelah
177
Mempertahankan takdir
178
Ikhlas itu bohong!
179
Sebab akibat
180
Biar saja berakhir
181
Kebetulan?
182
Gagal temu
183
Sama-sama terluka
184
Sakit luar dalam
185
Kolega lama
186
Hati yang tergerak
187
Bukan hanya kamu, akupun sakit
188
Cukup Kakak, Aish jangan
189
Quality time
190
Kecurigaan Roger
191
Wanita bergamis panjang
192
Kembali berjuang
193
Berlomba
194
Mencari ketenangan
195
Memulai kembali
196
Lucunya istriku
197
Saya yang beruntung
198
Aku masih punya hati
199
Calon pewaris Abdullah Company
200
Siapkah aku?
201
Restu Kak Isal
202
Debar tak biasa
203
Beruntungnya aku punya kamu
204
Ica nggak sendirian
205
Kekhawatiran Ning Sabina
206
Nikmat yang tak terdustakan
207
Memantau dari jauh
208
Teman seperjalanan
209
Kalah telak
210
Muslimah sesungguhnya
211
LDR
212
....
213
Kakak ipar bertemu kakak kandung
214
Rahasia Gus Hasan terbongkar
215
Quality time Aisha dan Faisal
216
Rindu berujung temu
217
Berubah tak semudah yang dikira
218
Berlibur bersama
219
Gadis kecilku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!