Bel, lagi di rumah kan? ke rumah Mbak Lidya yuk, kujemput ya sekarang.
Demikian pesan yang Rena kirim kepada Bella. Belum sepuluh menit menerima pesan itu, Rena sudah muncul di depan pintu rumahnya. Padahal tadi Bella membalas "Oke, Aku mandi dulu ya."
Saat itu Bella belum mandi, baru siap-siap. Tidak ingin membuat Rena menunggu lama, terpaksa Bella mandi kilat, kurang dari lima menit gosok gigi dan sabunan selesai dilakukannya.
Rekor mandi tercepat yang pernah dilakukan Bella selama hidupnya sampai Bella pun takjub dengan pencapaiannya ini.
Ternyata saat terdesak hal yang tidak pernah dilakukan pun bisa dilakukan dan Bella merasa biasa-biasa saja. Mau mandi mode lama-lama maupun mode kilat, badannya tetap bersih dan wangi.
Bella rasa ke depannya dia akan mengurangi durasi waktu mandinya, toh hasilnya bakal sama dan yang paling penting ini akan mengurangi omelan sang bunda setiap Bella kelamaan di kamar mandi.
Di sinilah Bella dan Rena sekarang, di ruang tamu rumah Lidya dengan mata berbinar karena sang tuan rumah telah menyiapkan oleh-oleh untuk mereka.
Sekotak bakpia pathok dan brownies ubi ungu masing-masing mereka dapatkan.
Lidya dan Bagas suaminya baru kemarin pulang dari Yogyakarta, mereka mengunjungi kakek dan neneknya Bagas yang memang asli dari kota gudeg tersebut.
"Mbak Lidya, makasih lho, repot-repot bawain oleh-oleh segala," ucap Bella.
"Ho oh Mbak, makasih banget," Rena ikut berterima kasih di sela kesibukan mulutnya mengunyah keripik tempe sagu yang disajikan Lidya di atas meja di hadapan mereka.
"Maaf ya cuma sedikit, kami enggak bisa lama-lama di sana jadi cari oleh-olehnya buru-buru," jawab Lidya.
"Padahal Mbak masih betah di sana, masih pengen wisata kuliner gitu, eh Mas Bagas dapat jatah cutinya cuma sebentar."
"Enggak apa-apa sih Mbak, ini sudah Alhamdulillah, Mbak mau repot-repot bawain oleh-oleh," kata Bella lagi.
"Iya Mbak, iya," Rena masih sibuk dengan keripiknya.
"Dengar-dengar ada berita baru ya selama Mbak pergi?" tanya Lidya sambil tersenyum ke arah Bella.
"Itu Mbak, warga sini heboh ngomongin pacarnya Bella," Rena yang menjawab.
"Enggak heboh kok Mbak, biasa saja," kata Bella malu-malu.
"Heboh lagi, kan ada bumbunya, biasa tuh ibu-ibu penabur bumbu berita biar jadi tidak sedap," gerutu Rena.
"Memangnya kenapa berita pacarnya Bella pakai dibumbui segala sama tuh ibu-ibu?" Lidya penasaran.
Setelah kepulangannya dari Yogyakarta, ibunya Lidya yang tahu kalau anak-anaknya berteman dengan Bella, menceritakan apa yang dia dengar dari obrolan ibu-ibu seputar Bella dan calon suaminya Saras yang konon katanya digoda oleh Bella sehingga hubungan Saras dan calonnya tersebut kandas.
Lidya yang mendengar cerita itu tentu saja tidak percaya terlebih berita itu melibatkan Ibu Ratih yang dia kenal sebagai sumber gosip, biangnya hoax di komplek mereka.
"Iya Bell, aku juga penasaran sama cerita itu," kata Rena yang akhirnya berhenti nyemil keripik dalam toples di depannya. Sepertinya berita tentang Bella lebih menarik daripada keripik itu.
'Jadi pacar Aku tuh...," Bella memulai ceritanya. Entah kenapa setiap menyebut Abiyan sebagai pacarnya, Bella selalu jadi tersipu, mungkin dia belum terbiasa dengan status barunya, pacarnya Abiyan.
"Cieeee yang baru punya pacar," goda Rena.
"Cerita enggak nih," ancam Bella.
"Oke oke lanjut Bell."
"Bang Ian, pacar Aku ternyata masih saudara jauhnya Bu Ratih terus waktu Bang Ian ke sini, dia jadi bahan pembicaraan warga sini."
"Bu Ratih yang super kepo mulai tanya sana sini, terus tahulah dia kalau yang disebut-sebut pacar Aku itu adalah Bang Ian."
"Entah kenapa tiba-tiba Bu Ratih share foto Bang Ian dan Saras di grup WA warga sini, Bu Ratih sih dalihnya salah kirim tapi tuh foto tidak langsung dihapusnya."
"Malah Bu Ratih membuat seolah-olah itu calon anaknya, Saras."
"Tidak lama kemudian, entah bersumber dari mana ada gosip katanya Aku menggoda calonnya Saras sampai akhirnya mereka putus."
"Aku tanya dong ke Bang Ian, benar enggak kalau keluarga Bang Ian dan Bu Ratih sepakat menjodohkan mereka.'
"Kata Bang Ian tidak ada yang namanya jodoh-jodohan, bahkan Bang Ian sendiri tidak terlalu mengenal Bu Ratih dan keluarganya."
"Begitu Mbak ceritanya," Bella mengakhiri ceritanya.
"Aku yakin banget yang buat gosip kamu godain calon Saras itu Bu Ratih," seru Rena. "Heran Aku sama Bu Ratih, julid sekampung dia borong semua."
"Rena enggak boleh asal tuduh deh, nanti jatuhnya fitnah," Lidya mengingatkan.
"Kelihatan banget atuh Mbak, dari kepoin soal pacarnya Bella, terus sok-sokan salah kirim foto sampai mengarahkan pendapat orang biar pada mikir kalau itu Saras dan calonnya," Rena mulai beropini.
"Kurasa Saras tuh ada hati sama pacarnya Bella, terus Bu Ratih juga mendukung, jadi waktu tahu kalian ternyata pacaran, dia mulai deh nyebar gosip itu."
"Orang seperti Bu Ratih itu pantang nengok orang yang lebih baik dari dia."
"Bu Ratih senang lihat orang susah dan susah kalau lihat orang senang."
"Semua warga sini yang tidak se-frekuensi sama Bu Ratih pasti pernah diomongin sama dia."
"Dia tuh kayanya iri sama orang-orang yang hidupnya lebih baik dari dia."
"Aku sih enggak tahu ya kehidupan dia yang sebenarnya tapi kata bapakku kalau orang terlalu sibuk dengan kehidupan orang lain biasanya dia tidak puas dengan kehidupannya sendiri."
"Yah begitu sih menurut Aku," akhirnya Rena selesai dengan pendapatnya mengenai Bu Ratih dan kejulidannya.
"Ya sudahlah kalau begitu, yang penting kan berita itu tidak benar, ya kan Bell?" kata Lidya.
"Soal perilaku Bu Ratih, ya gimana ya, dia kan orang tua kalau kita tegur nanti ada saja dalihnya dan ujung-ujungnya kita yang akan disalahkan, tapi kalau dibiarkan nanti semakin menjadi, bingung Mbak juga."
"Mbak hari Minggu lalu, Saras datang ke konter lho sama teman-temannya," kata Bella.
"Mau ngapain dia? jangan bilang dia ngerusuh di sana!" tanya Rena.
"Tadinya Aku enggak ngerti Saras dan temannya bicara apa sampai lama-lama kayak nyindir-nyindir gitu," jawab Bella.
"Tahu enggak Saras sama ibunya tuh sebelas dua belas, tukang drama, hobi ngehalu, kalau ngomong suka tinggi," sepertinya Rena selalu terpancing emosinya setiap membahas soal Bu Ratih.
"Dulu saja si Saras tuh ngaku-ngaku pacaran sama Kak Maher, kakaknya Aku, hanya karena pernah dianter ke rumahnya pas hujan."
"Waktu itu Kak Maher lihat si Saras berteduh di pinggir jalan, ya ditawarin bareng lah, kan rumah se-komplek."
"Dari situ si Saras jadi caper sama Kak Maher, ada saja alasannya biar bisa ketemu Kak Maher."
"Sering main ke rumah segala, sok akrab lah, sampai ibu nanya, ada hubungan apa Saras sama Kak Maher."
"Kak Maher jawab enggak ada hubungan apa-apa."
"Yang parahnya Bu Ratih ikutan sok akrab sama ibuku, berasa bakal jadi besan kali waktu itu."
"Bu Ratih juga mulai berani pinjam barang ini itu, eh ngembaliinnya susah banget."
"Kak Maher kan mulai jenggah, dia mulai menjauh dari Saras."
"Pernah tuh Bu Ratih ke rumah terus ngomong mau pinjam uang 10 juta, perlu banget katanya dan janji bakal cepat dikembalikan, waktu itu ibu memang ada uang tapi kan uang buat modal usaha ditambah lagi ibu enggak percaya sama Bu Ratih, lha pinjam barang saja susah ngembaliin apalagi uang."
"Jadi ibu enggak bisa kasih pinjam ke Bu Ratih, eh dia kayak marah gitu terus besok-besoknya mulai deh ada gosip-gosip enggak jelas soal keluarga Aku," Rena mengakhiri ceritanya.
"Bell, kalau Saras macam-macam sama kamu, kasih tahu Aku yah," pinta Rena tiba-tiba.
"Mau ngapain Rena?" tanya Lidya.
"Mau diajak jalan-jalan Mbak, ya ditegur atuh Mbak, biar jadi cewek tuh jangan terlalu halu," jawab Rena.
Bella mulai mengerti mengapa selama ini Rena begitu tidak menyukai Bu Ratih dan Saras, ternyata mereka punya kisah yang tidak menyenangkan.
"Lupain saja ya Ren soal Bu Ratih, jangan simpan kebencianmu sama mereka, kamu yang rugi lho,"
"Membenci orang itu bisa menguras waktu dan pikiran kita."
"Yang sudah berlalu ya sudahlah, kita sudah tahu orangnya seperti itu ya lebih baik enggak berurusan sama dia, cukup hormati dia sebagai orang yang lebih tua dari kita juga tetangga kita," nasihat Lidya.
"Bakalan susah kayaknya Mbak, harus bersikap baik sama orang kayak Bu Ratih," keluh Bella.
"Susah tapi bukannya enggak bisa kan? jangan sampailah kita membalas kejelekan dia dengan kejelekan juga jadinya kita malah menyamakan diri kita sama dia, mau gitu sama jeleknya dengan kelakuan dia," kata Lidya.
"Iya juga sih Mbak," Bella pun setuju dengan Lidya.
"Sudah ah ngomongin Bu Ratih saja mending kita makan yuk di dalam, ada gudeg lho," tawar Lidya.
"Serius Mbak, ayo Mbak!" Rena langsung menanggapi. Mukanya langsung berseri-seri.
Bella dan Lidya hanya tertawa melihat Rena, ternyata makanan bisa secepat itu mengubah Rena yang tadinya bete jadi langsung ceria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Fenti
semua orang pasti kayak gitu, apalagi pas kena lapar plus makanan kesukaan, pokoknya hati bahagia 😌
2023-01-10
0
Fenti
benar tuh, tapi hidupnya gak tenang pasti
2023-01-10
0
Fenti
setuju nih aku dengan Bella,.. soalnya mandi dengan durasi lama dan tidak itu tetap sama, namanya mandi juga gak akan berubah atau bertambah jadi mandi kembang 😂🤭
2023-01-10
0