Hello Bella
Beberapa bulan ini, Bella, nama panggilan Arabella Dinara, tinggal di perumahan yang baru bersama sang bunda.
Selama bertahun-tahun Bella hanya tinggal dengan bundanya, sementara ayahnya yang telah bercerai dengan sang bunda tinggal di kota lain.
Di tempat tinggal yang baru ini, baik Bella maupun bundanya berharap bisa hidup dengan tenang dan nyaman. Mengingat di tempat tinggal yang sebelumnya mereka selalu menjadi bahan gunjingan orang-orang di sekitarnya.
Status sang bunda yang single parent terkadang dipandang sebelah mata. Bersikap ramah dibilang genit, bersikap biasa saja dibilang sombong.
Bella pun tidak luput dari bahan gunjingan karena kesibukannya kuliah sambil bekerja membuat Bella terkadang harus pulang malam.
Yang paling Bella harapkan dari kepindahan mereka ini adalah Bella ingin menghilangkan jejak dari seseorang yang sampai saat ini masih setia bertahta di hatinya.
Seseorang yang tadinya dia harapkan bisa menjadi tambatan hatinya namun kenyataan pahit menghapus semua harapan itu.
Saat masih di kediaman mereka yang dulu, orang itu masih kerap mencarinya dan Bella sebisa mungkin menghindar. Bella pikir semakin dia menjauh maka rasa yang ada akan semakin berkurang.
Namun hati tetaplah hati kadang tidak sejalan dengan pikiran, semakin mencoba melupakan semakin selalu teringat. Bella kembali berharap seiring waktu, rasa di hatinya akan memudar dan menghilang selamanya.
Di rumahnya yang baru, Bella akan memulai kehidupan yang baru dan mengisi harinya dengan banyak kenangan baru yang menyenangkan.
Perumahan tempat mereka tinggal saat ini tidaklah besar, hanya terdiri dari seratusan lebih rumah. Letaknya yang di pinggiran kota, seharusnya membuat kehidupan di sini lebih tenang dan nyaman tetapi di sini....
Seperti pagi ini dan pagi-pagi sebelumnya, saat Kang Maman, penjual sayur keliling, yang selalu merasa paling tampan diantara para ibu dan mbak-mbak ART yang tengah mengerumuni gerobak sayurnya, dengan sabar melayani diantara ramainya celotehan yang kadang membuatnya bingung. Mereka sebenarnya mau belanja atau mau ngobrol saja.
"Kang Maman, daging sapi sekilo berapa?" tanya ibu berbaju merah.
"120ribu Bu Ratih," jawab Kang Maman.
"Ih, si akang mahal amat," protes Bu Ratih.
"Iya Kang Maman mahal amat, minggu lalu masih 80ribu," ibu berkaca mata ikut berkomentar, mungkin ia juga berniat membeli daging tersebut.
"Aduh, Bu Mar belum dapat atuh, modalnya saja lebih dari segitu," kata Kang Maman.
"Kang, kemarin saya beli di Super**** cuma 100ribu, supermarket lho itu," ibu berbadan gemuk di sebelah Bu Ratih turut angkat bicara.
"Enggak ada lebihnya atuh Bu kalau saya jual segitu, yang ada saya nombok," jelas Kang Maman dengan sabar.
"Jadi gimana nih Bu Ratih, Bu Mar, Bu Dian, mau beli berapa kilo dagingnya?" tanya Kang Maman, berharap ibu-ibu ini segera menyelesaikan acara belanjanya dan mengakhiri sesi protesnya.
Matahari yang mulai meninggi membuat beberapa pembeli mulai terlihat tidak sabar. Begitupun dengan Bella yang sedari tadi mencoba bersabar dalam antrian.
"Enggak Kang, saya beli ini saja," kata Bu Ratih sambil menyerahkan 2 ikat kangkung dan sepapan tempe.
Oh cek harga aja ya, batin Bella.
Pun dengan Bu Mar dan Bu Dian, daging yang ditanya-tanya tidak ada dalam belanjaannya.
Aduh, sudah membuat orang mengantri lama, dibeli tidak, keluh Bella dalam hati.
Setelah selesai berbelanja, ketiga ibu tersebut bukannya segera berlalu menuju rumah masing-masing tapi sedikit menepi dan merapat untuk melanjutkan acara ngobrol di pagi ini.
"Tahu enggak ibu-ibu?" Bu Ratih memulai acara mengobrol mereka dengan suara yang entah sengaja atau tidak cukup terdengar sampai ke telinga Bella dan orang-orang di sekitar mereka.
"Apaan Bu," dengan antusias Bu Mar menjawab.
"Itu si Lidya, anaknya Bu Yos kan baru 2 bulan nikah kok udah buncit aja perutnya," jelas Bu Ratih.
Dan acara ghibah pun berlanjut, mengupas segala perihal Lidya dan kehidupannya, berbagai asumsi mereka kemukakan. Beberapa orang terlihat ikut mendengarkan obrolan tidak berfaedah ini.
Bella berusaha untuk abai atas segala yang terdengar namun pendengarannya tidak kuasa menolak semua informasi yang belum tentu benar ini.
Kasihan banget cewek itu, dijadikan bahan ghibahan, kasihan juga keluarganya, batin Bella.
"Kang Maman, ini belanjaan Bella, jadi berapa semua?" tanya Bella setelah mengumpulkan belanjaannya.
"Bentar Neng Bella," segera Kang Maman berhitung.
"Daging sapi sekilo 120ribu, wortel dan buncis 5ribu, bawang merah 5ribu, ini saja Neng, ada lagi?" tanyanya kemudian.
Sejenak Bella berpikir, coba mengingat apa saja yang harus dibelinya.
"Sudah itu saja Kang," jawab Bella yakin.
"Semuanya 130ribu Neng," kata Kang Maman seraya menyerahkan keresek belanjaan Bella.
Bella menerimanya dan menyerahkan uang senilai 130ribu.
"Hatur nuhun Neng, banyak rezeki ya," ucapan terima kasih diiringi doa dari Kang Maman.
"Sami-sami Kang, mari ibu-ibu, Bella duluan ya," pamit Bella sambil beranjak meninggalkan tempat itu.
Sebelum sampai rumahnya yang terletak hanya 10 sampai 15 meter dari lokasi Kang Maman, Bella teringat sesuatu. Kelapa, ya Bella lupa membeli kelapa, alamat kena omel bundanya kalau pulang tanpa kelapa. Segera ia membalik badannya menuju gerobak Kang Maman.
Baru beberapa langkah, terdengar trio ghibah tadi menyebut-nyebut namanya dalam obrolan asyik mereka.
"Eh ibunya si Bella kerja apa sih, dia kan janda, kayaknya enggak pernah kelihatan pergi-pergi gitu," terdengar suara Bu Dian.
"Enggak tahu ya tapi kata orang janda cerai ibunya Bella, hati-hati lho ntar suaminya digoda dia," jawab Bu Mar.
"Tapi kayaknya banyak uang dia, lihat saja rumahnya, belum lagi baju sama aksesorisnya, barang-barang mahal tuh," kata Bu Dian lagi.
"Kelihatannya saja mahal paling barang kw," Bu Ratih turut menanggapi.
"Apa sekarang jadi istri simpanan kali ya?" bumbu obrolan yang ditambahkan Bu Mar membuat apa yang Bella dengar semakin tidak sedap.
"Terus itu si Bella katanya kuliah, kok pulangnya malam terus, mana yang nganter gonta-ganti," celoteh Bu Ratih semakin memperburuk rasa obrolan mereka di telinga Bella.
Panas telinga panas hati dirasa Bella, ingin sekali ia mendaratkan sandal jepit yang dipakainya ke mulut-mulut lemes itu.
"Anak gadis seperti dia, pengen tampil wah tapi kemampuan tidak ada, paling kerja malam yang iya-iya tuh," tuduh Bu Mar.
"Anak gadis apa gadis Bu?" imbuh Bu Ratih diantara tawa mengejeknya.
Ya Allah, tambah lemes saja mulut ibu-ibu ini, semakin panas hati Bella. Benar-benar ingin merasakan sapuan sandal jepit sepertinya mereka, batin Bella.
Apa yang dulu dialami Bella dan bundanya sepertinya akan terulang kembali di sini, di tempat tinggal yang baru, yang sebelumnya mereka harapkan menjadi tempat yang tenang untuk memulai kehidupan baru mereka.
Dengan tangan terkepal dan langkah yang dipercepat, Bella mengikis jarak diantara dirinya dan trio ghibah yang semakin larut dalam obrolan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Yênnia M
Aku mampirr
2024-08-06
5
kebiasaan ibu ibu rempong emang demen bener yak ghibahin orang.
padahalkan mereka nggak tau yang sebenarnya
bella yang sabar ya
2022-12-22
3
Mr. A.N
Saya mampir Kak Rie, sorry baru mampir. Baru senggang ini😁
2022-12-13
3