Pagi ini terlihat Sarah tengah bersiap-siap. Ia akan pergi mewakili pihak perushaan untuk menghadiri undangan acara seminar pajak, dan ini merupakan kali pertamanya ia akan pergi sendiri setelah mendapat perintah resmi langsung dari atasannya, biasanya ia selalu pergi beruda. Setelah semua keperluan telah siap, ia pun melangkah keluar, terlihat Pak Reza yang tak lain adalah atasan Sarah berdiri didepan pintu.
"Kau sudah mau pergi?" Tanya Reza
"Iya Pak"
"Apa kau sudah sarapan?"
Sarah tersenyum, kemudian dengan tenang ia menjawab "Sarapan adalah kegiatan wajib yang tidak boleh saya lewatkan sebelum berangkat bekerja, Pak"
Reza yang sudah mengerti maksud dari wanita yang ada dihadapannya ini pun, hanya memberikan senyumnya. "Oh ya, apa kau perlu supir untuk pergi kesana?"
"Jarak dari kantor ke lokasi acara itu hanya sekitar 5 menit, sepertinya tangan saya masih kuat jika menyetir selama itu"
"Baik! Kalau begitu berhati-hatilah"
"Terimakasih Pak Reza, kalau begitu saya permisi" pamit Sarah kemudian berlalu, ia segera turun menggunakan lift, dan menuju parkiran.
Sedangkan Reza kembali tersenyum sembari menatap punggung Sarah yang mulai menghilang saat pintu lift tertutup "Sampai kapan kau akan terus bersikap seperti itu padaku Sarah? Bahkan aku tahu jika kau juga menyukaiku, namun karena professionalisme yang tertanam pada dirimu, membuatmu selalu mengelak dan menghindar" batinnya.
Ya. . . Dialah Reza Muammar, merupakan Direktur Tax and Finance pada perushaan tempat Sarah bekerja. Direktur muda yang baru terangkat lebih dari 1 tahun, merupakan idola karyawan wanita disana. Siapa sangka, Reza justru menjatuhkan hatinya pada Sarah semenjak pertemuan pertama mereka, saat itu Reza masih menjabat sebagai manager.
Sarah dan Reza memang bisa dikatakan dekat, selain karena terikat pekerjaan, Reza juga selalu mengunjungi Sarah saat waktu senggang, membuat orang-orang berpikir jika mereka telah menjalin hubungan, dan pada kenyataanya, Sarah memang menyukai Reza, namun demi kebaikan untuk menghindari bulan-bulanan karyawan wanita yang mengidolakan Reza, Sarah memilih untuk tidak memiliki komitmen apapun bersama Reza.
.
.
Sarah mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, beruntung saat itu jalanan lenggang sehingga hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit untuk sampai kelokasi acara. Setibanya, Sarah segera keluar dari dalam mobil dan melangkah masuk menuju dalam gedung. Ia pun menaiki lift untuk mengantarkannya sampai pada lantai lima, tempat dimana acara tersebut berlangsung.
Setelah melewati beberapa prosedur, akhirnya Sarah dapat dapat masuk kedalam ballroom tersebut, dan terlihat sudah ada banyak tamu undangan yang berhadir. Ia pun melangkah menuju sebuah meja yang telah disiapkan oleh pihak penyelenggara. Lagi-lagi, tanpa ia sadari, kedatangannya kembali menarik perhatian seseorang, yang tak lain ialah Zayyan.
Raut wajah Zayyan yang semula normal perlahan berubah menjadi dingin. Tatapannya pun mulai tidak bersahabat “Huhhhh....!! Dia lagi? Dunia seperti sempit saja, sampai aku harus lagi-lagi bertemu dia"
Secara tidak kebetulan, Zayyan dan dan Sarah ternyata berada dalam satu meja. Tanpa memperhatikan orang disebelahnya, Sarah langsung saja mendudukkan tubuhnya, dan sibuk menunduk menatap layar gadgetnya dengan memeriksa satu persatu laporan yang masuk melalui e-mailnya hari ini.
Sedangkan Zayyan mendengus kesal tatkala melihat wanita yang membuat moodnya jelek justru duduk tepat disampingnya "Astaga! Lagi-lagi dia berada didekatku. Aish. . .Menyebalkan sekali! Aku harap dia tidak membuatku risih lagi"
Dengan malas, Zayyan mengedarkan pandangannya kesembarang arah, namun lagi-lagi padangan matanya mengarah pada Sarah, sejenak ia berpikir "Hmmm. . .Apa wanita ini juga seorang akuntan? Ah. . aku tidak peduli!"
Sedangkan Sarah, fokusnya sedikit terganggu saat merasa seperti sedang diperhatikan oleh seseorang. Ia pun segera menghentikan aktivitasnya lalu menoleh kesamping, seketika saja, ia kembali dikejutkan dengan pertemuan yang lagi-lagi tidak terduga. Sarah mebelalakkan kedua bola matanya, dan sesaat pandangan mata mereka saling mengunci.
Zayyan segera sadar dan membuang pandangannya ke sembarang arah "Si*al! Kenapa aku terus saja ketahuan saat sedang memandanginya, ini sungguh memalukan. Pasti dia semakin besar kepala karena mampu menarik perhatian laki-laki sesempurna diriku" Batinya sembari menggerutu
"Oh My. . . Tuan Zayyan!? Kenapa dia bisa ada disini?? Kenapa rasanya dia ada dimana-mana? Oh ya Tuhan. . Tolong katakan jika kami memang jodoh?" Pertanyaan demi pertanyaan terlontar di pikiran Sarah dan tanpa sadar ia mengulas sedikit senyum dibibir tipisnya itu "Sungguh!! Suatu kebetulan yang diinginkan hihi.." batinya kembali, kemudian Sarah mencoba membuka pertanyaan untuk mencairkan suasana yang sedikit canggung, atau lebih kerennya awkward "Maaf, anda Tuan Zayyan kan?"
Zayyan menarik sedikit sudut bibirnya, saat mendengar Sarah bertanya kepadanya, namun ia justru berpura-pura tak mendengar dengan memfokuskan pandangannya kedepan, memperhatikan tamu undangan yang masing-masing sedang asik berbincang. Ini adalah trik jual mahalnya "Ha. .ha. . Ini lah susahnya menjadi Pria tampan. Wanita yang akan memulainya tanpa harus buka suara terlebih dahulu. Aku tunggu sapaan berikutnya, baru aku jawab" batinya
"Astaga! Pria ini kenapa? Selalu saja bersikap kaku seperti patung, susah sekali membuka obrolan dengannya" Batin Sarah, sembari memandangi Zayyan berharap mendapat respon yang positif, namun sepertinya sia-sia. Merasa tak mendapat jawaban, Sarah pun ikut terdiam. Ia tak mau ambil pusing, kemudian mengambil gadgetnya yang sempat ia letakkan diatas meja dan kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.
1 menit. .
5 menit. . .
10 menit. . . .
"Hm. . . Kenapa tidak bertanya lagi? Biasanya wanita akan terus berusaha untuk membuka obrolan dengan Pria setampan diriku, tapi kenapa dia tidak?" Batin Zayyan, ia pun diam-diam mencuri pandang kearah Sarah "Oh. . Pantas saja, ternyata sedang berhadapan dengan alat penunduk pandangan manusia itu, coba saja dia ini kekasihku, sudah ku pastikan gadget itu telah menjadi abu" Batinya kembali, dengan sedikit kesal.
Zayyan pun mulai bosan, karena waktu seminar masih ada 20 menit lagi, dan ia sama sekali tidak memilki teman ngobrol, dengan segala pertimbangan dan mengesampingkan gengsi akhirnya ia memutuskan untuk lebih dulu membuka obrolan dengan Sarah "Nona Sarah?"
"What!? Aku tidak salah dengar bukan? Dia sedang memanggil namaku? Oh mungkin dengan Sarah yang lainnya" Batin Sarah sedikit terkejut, ia masih dengan aktivitasnya yang terlihat sibuk, walau sebenarnya ia hanya fokus dengan Zayyan.
Merasa dibalas karena tak memberikan respon, Zayyan pun mulai metasa sedikit kesal. Namun, bukan Zayyan namanya jika tak dapat membuat lawannya membuka suara "Apa dia sedang membalas perbuatanku!? Baiklah. . Kita lihat, sampai mana kau akan bertahan" kemudian, dengan sedikit ketus ia berucap "Nona Sarah, alangkah baiknya jika gadget itu anda simpan saat orang lain ada didekatmu, dan mengajakmu berbicara"
"Ya Tuhan. . . Apa ini mimpi, dia mengajakkku berbicara?" Batin Sarah, kemudian ia menaruh gadgetnya diatas meja dan mengarahkan pandangannya pada Zayyan "Maaf Tuan, apa anda sedang berbicara dengan saya?"
"Memangnya ada gelas yang bisa diajak biacara?"
"Maafkan saya Tuan, beberapa laporan keuangan dan jurnal sedang saya periksa hingga membuat saya benar-benar tak fokus mendengar saat anda berucap. Saya pikir anda sedang berbicara dengan orang lain, karena tadi, saat saya bertanya kepada anda, anda terlihat tidak begitu berminat menjawabnya" ujar Sarah begitu tenang
"Astaga! Wanita ini, kenapa jawabannya panjang sekali?" Batin Zayyan, kemudian "Benarkah? Kapan anda bertanya kepada saya??" tanyanya dengan berpura-pura
"Ah lupakan! Mungkin anda tidak mendengar, hanya saja saya yang terbawa perasaan"
"Baiklah maafkan saya. Mungkin saat anda bertanya, saya tengah berpikir, mengingat-ingat wajah anda, karena merasa familiar, dan ternyata benar anda adalah Nona Sarah"
"Terimakasih Tuan telah berusaha mengingat nama saya"
"Bukan masalah! Oh ya Nona, apa anda juga merupakan seorang akuntan?"
"Benar, tetapi jabatan saya masih staff. Ini kali pertama saya datang sendirian dalam acara penting seperti ini"
"Itu berarti perushaan sudah memberikan kepercayaan kepada anda, Nona"
"Semoga saja. Oh ya, Tuan, apa anda juga seorang akuntan?"
"Ya. ."
"Benarkah. . . anda bekerja diperushaan apa?"
"Aku seorang konsultan pajak"
"W.o.w. . . itu luar biasa. Jika boleh tahu, apa nama perushaannya?"
"Zayyan and Friend's" Zayyan terlahir dari keluarga yang wajib meneruskan perushaan keluarga, namun ia telah diberi kelonggaran waktu oleh Papanya untuk membangun usaha sendiri sebelum tiba waktunya ia akan menggantikan posisi Papanya.
"Itu luar biasa, jadi anda alah pemilik usaha itu?"
"Kami mendirikan usaha itu berempat, dan kebetulan aku pemilik saham terbesar, oleh karena itu mereka memutuskan namaku yang digunakan dalam usaha"
"Wah. . . itu keren sekali! Bagaimana anda bisa menghadapi pekerjaan yang sangat banyak itu Tuan, mengurus pajak dari berbagai perushaan? Sedangkan saya yang mengurus pajak disatu perushaan saja seikit pusing?" Sarah dengan hebohnya
"Saya bekerja dengan tim Nona, tidak sendirian"
Sarah pun tertawa. . . "Benar. . . bahkan tim anda ahli dalam pajak, jelas tidak ada yang perlu dikhawatirkan"
"Wanita ini ternyata sangat menyenangkan diajak mengobrol. Walapun diawal pertemuan ia sangat menyebalkan, tapi pada kenyataanya ia tidak seburuk yang ku pikirkan" batin Zayyan, dan tanpa sadar ia mengulas senyum dibibirnya.
Sarah yang menyadari akan senyuman Zayyan, sedikit terperangah "Oh My. . . Aku mengerti kenapa dia sangat jarang tersenyum, karena jika sampai terjadi, para wanita akan jatuh dan jatuh hati terus kepadanya"
Merasa diperhatikan Zayyan mulai besar kepala "Tidak akan ada yang mampu menolak kharismaku, termasuk kau yang terlihat sudah sangat mengagumiku ha. . ha. ."
Lalu mereka pun melanjutkan perbincangan tersebut sambil menunggu acara dimulai. Sarah yang tadinya ingin lanjut memeriksa laporan pun seakan terhipnotis. Ia terlupa dengan segalanya, saat mampu berbincang santai dengan seorang Zayyan Raditya.
Bahkan mereka pun sempat bertukar nomor kontak, entah apa yang diucapkan Sarah hingga membuat Zayyan dengan suka rela memberikan nomor ponsel pribadinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments