Sarah telah tiba dikediaman orang tuanya. Ia segera masuk dan berlari-lari kecil sambil mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang teramat ia rindukan dalam beberapa bulan ini
“Daddyyy....!!” ucap Sarah dengan suara manjanya saat melihat orang yang ia cari tengah duduk bersantai diatas sofa sembari meminkan gadgetnya.
Rehan Atmaja, yang tak lain adalah Papa Sarah, biasa dipanggil Dady. Ia selalu pulang setiap 3 bulan sekali, karena dipindah tugaskan keluar daerah dan dipercayakan untuk mengelola perushaan tambang batubara tepatnya berada didaerah Kalimantan.
Sudah hampir 5 tahun lamanya mereka terpisah jarak seperti ini. Semua karena Momi Sabrina (Mama Sarah) yang tidak ingin meninggalkan kota tenpat ia dibesarkan. Akhirnya Daddy Rehan mengalah untuk pulang setiap 3 bulan sekali, namun sudah hampir 2 tahun terakhir Daddy Rehan terkadang pulang 6 bulan sekali dengan alasan pekerjaan.
“Daddy disini sayang” jawab Rehan dengan senyuman, sambil mengulurkan kedua tangannya. Sarah pun berlari dan segera menghambur ke pelukan daddynya
“Daddy, aku sangat merindukanmu!! Kapan Daddy akan kembali lagi bekerja dikota ini? Daddy terkadang pulang 3 atau 6 bulan sekali dan hanya menghabiskan waktu 2 minggu saja disini, setelah itu kembali lagi. Ah aku sungguh tidak suka" ujar Sarah sembari begelayut manja di lengan Rehan
Rehan mengembuskan nafasnya secara kasar, ada kesedihan tersendiri diraut wajahnya kemudian menlmbelai lembut rambut putri tunggalnya “Maafkan Daddy sayang. Sampai saat ini Daddy belum dapat izin untuk pindah kembali ke kantor pusat, dengan alasan jika tenaga Daddy masih sangat dibutuhkan disana”
"Tidak apa-apa Dad, aku hanya mengkhawatirkan kondisi makan dan kesehatan Daddy disana"
Daddy Rehan tersenyum kemudian mencium pucuk kepala putrinya "Terimakasih sayang sudah mengkhawatirkan Daddy"
Dari kejauhan terlihat Momi Sabrina. Ia tengah memperhatikan seorang anak dan ayah yang saling melepas rasa rindu. Sebuah senyum terukir dari wajahnya, ada perasaan hangat dan juga rindu melihat itu, lalu terbesit sebuah penyesalan dalam dirinya "Sendainya saja dahulu aku mengikutimu, pasti putri kita tidak akan serindu itu. Yah. . . harus bagaimana lagi, Sarah juga sudah bekerja disini, kasihan kalau kutinggalkan" gumamnya.
Ia pun berjalan mendekat dan menghampiri Ayah dan Anak tersebut untuk ikut bergabung, akan tetapi kehadiran Momi Sabrina tidak disadari oleh mereka berdua sehingga membuatnya sedikit kesal, apalagi saat melihat putrinya begitu manja pada suaminya. Momi Sabrina pun berkacak pinggang dan memberikan tatapan tajam kepada dua orang tersebut "Sarah! Kau mau membuat Momi marah!?"
Sarah menengok pada sumber suara yabg tidak asing baginya, kemudian tersenyum, ia tahu jika saat ini Mominya sedang kesal "Sejak kapan Momi berdiri disitu?"
"Sejak tadi! Jaga jarak dengan Daddy mu!"
"Oh my. . . Jangan katakan jika Momi sedang cemburu?"
"Kau benar?"
"Pelit sekali! Padahal kita sama-sama memilki hak"
"No! Daddy kamu milik Momi"
"Kalau begitu, aku milik siapa?"
"Kau milik calon suamimu yang masih belum dikethui dari belahan bumi mana berasal"
Sarah mendengus, ia benar-benar tidak mau meladeni Mominya jika sudah membawa-bawa pasangan karena ujung-ujungnya akan disuruh menikah dengan laki-laki pilihan Mominya.
Rehan yang melihat hanya menggelengkan kepalanya "Sudah-sudah, sini sayang duduk di samping ku"
Momi Sabrina pun menurut, lalu mendudukan tubuhnya disamping suaminya. Bahkan ia pun tak mau kalah manja dengan putrinya.
Begitulah kehangatan keluarga Sarah jika sudah berkumpul. Lalu mereka pun melanjutkan obrolan-obrolan ringan yang diiringi canda tawa, hingga tak terasa sudah satu jam berlalu. Sarah yang mulai merasa lelah lebih dulu menutuskan mengakhiri obrolannya, dan memilih masuk kekamarnya untuk beristirahat
***
Sarah langsung menghempaskan tubuhnya diatas kasur. Kali ini ia benar-benar merasa kelelahan sampai-sampai sepatu yang ia kenakan pun ikut naik diatas kasurnya. Baru saja saja memejamkan matanya, ia dikejutkan dengan nada dering ponselnya, dengan malas Sarah bangun dan mengambil ponsel yang ia letakkan diatas meja riasnya.
"Hm. . . Ini siapa? Perasaan nomorku ini sangat jarang ada yang tahu. Aku terima saja ini pasti penting" Gumam Sarah. Ia pun segera menggeser tombol hijau di layar ponselnya dan menerima panggilan tersebut
📞
“Halo?” Ujar Sarah
“Sarah! Ini kamu sayang?”
“Benar, dengan siapa?”
“Ini Bibi Dessy sayang, yang tadi Ketemu di mall”
“Ohhhh.. Bibi! Maafkan aku, apa ada hal yang penting? ”
"Penting sekali! Apa kau sudah mengcek belajaan mu tadi?"
"Belum bi, barang belanjaanku masih ada didalam mobil"
"Sepertinya ada dua barang belanjaanmu yang masuk kedalam tas belanjaan Bibi"
"Astaga! Maafkan aku bi, saking panik dan terburu-burunya aku sampai tidak sadar lagi"
"Tidak apa-apa sayang, kirimkan alamat rumahmu?"
"Tidak usah Bi, biar aku yang kesana mengambilnya"
"Tidak sayang! Kau kirim alamat rumahmu segera!"
"Tapi Bi—"
Tut. . .tut. . .tut. . . Panggilann terputus
“Huuhh. . ." sarah menghela nafas beratnya. Tidak ada pilihan lain, ia pun segera mengirimkan alamatnya kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya yang tadi sempat tertunda.
***
“Minta tolong sama Paman Alfi saja. Aku tidak ingin mengantarakannya, aku sungguh malas melihat wanita itu lagi” pinta Zayyan.
Dari beberapa menit lalu berdebat dengan Mamanya, karena disuruh mengantarakan belanjaan Sarah yang masuk kedalam papper bag milik Mamanya.
“Sttttt... Tidak ada penolakan! Sekarang kau antarkan barangini kepemiliknya!!” Pinta Mama Dessy dengan santainya, sembari mengulurkan papper bag tersebut kepada putranya
Zayyan menghembuskan nafasnya secara kasar "Selalu saja memaksa!" Batinnya, bagaimana pun ia menolak jika Mamanya sudah meminta ia tidak akan bisa berbuat banyak, walau dengan alasan apa pun. Kemudian Zayyan mengambil papper bag tersebut "Ya sudah, kirimkan aku alamatnya"
Dessy langsung tersenyum penuh arti saat putranya bersedia mengantarkan, walaupun terlihat tidak begitu ikhlas “Jangan galak-galak menghadapi wanita"
Zayyan pun segera berlalu tanpa menggubris perkataan yang dilontarkan Mamanya.
.
.
Selang 20 menit berlalu semenjak perdebatan kecil Zayyan dengan mamahnya, kini ia telah berada tepat dihalaman rumah Sarah
Beberapa kali Zayyan mendengus kesal "Huh. . . Merepotkan sekali! Kenapa tidak wanita itu saja yang datang kerumah? Aku tahu ini pasti akal-akalan Mama dan Sarah berdua agar aku bisa dekat denganya"
Zayyan pun menarik handel mobil, namun niatnya terurungkan tatkala ia melupakan satu hal. Ia mengarahkan kaca spion mobil bagian tengah kewajahnya dan memperhatikan sisi wajahnya "Sempurna!" kemudian tersenyum. Ia pun segera keluar dari mobil, berjalan menuju pintu utama rumah Sarah dan menekan bel.
Sudah 5 menit berlalu, namun belum ada tanda-tanda akan adanya orang untuk membuka, membuat Zayyan bersorak didalam hati "Sepertinya tidak orang. Syukurlah! Aku tidak perlu melihat wajah wanita itu lagi, biar barang ini titip ke security komplek saja" . Baru saja ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba pintu terbuka, tampaklah sosok wanita dengan muka bantalnya dan rambut aut-autan
Zayyan pun berbalik, dan betapa terkejutnya dengan pemandangan apa yang sekarang ia lihat "Oh My. . Bukankah dia Sarah? Kenapa dia masih terlihat sangat cantik walau penampilannya sudah seperti tarzan"
Sedangkan Sarah, ia tidak memperhatikan jelas dengan siapa ia berhadapan saat ini karena matanya masih terasa dangat berat dan sesekali menguap "Selamat sore Tuan, anda mencari siapa?"
"Ini, barang belanjaanmu, yang ikut masuk kedalam tas belanjaan Mamaku" ujar Zayyan dengan ketusnya, sembari menyerahkan paper bagnya
Seketika Sarah tersadar, ia beberapa kali mengerejap-rejapkan matanya khawatir salah orang. Sarah pun langsung berbalik membelakangi Zayyan sembari merapikan rambutnya yang acak-acakan "Astaga! Pria itu kan anaknya Bibi Dessy. Oh ya Tuhan! Kenapa harus bertemu dengan keadaan seperti ini, semoga saja eyelinear ku tidak luntur"
Zayyan yang masih dapat mendengar gumaman kecil dari mulut Sarah membuatnya menarik sedikit sudut bibirnya, namun senyuman itu langsung hilang ketika Sarah kembali menghadapkan wajahnya pada Zayyan. "Ambil!! Atau aku buang!" pintanya dengan nada yang begitu dingin dan kembali menyerahkan papper bag kepada Sarah
"Eh.. I-iyyaaaa terimakasih banyak Tuan!! Maaf saya merepotkan anda kembali hari ini" ujar Sarah sambil terkekeh pelan lalu mengambil tas tersebut.
Tidak ada jawaban dari Zayyan, melainkan raut wajah yang semakin dingin. Ia pun segera berlalu pergi meninggalkan Sarah yang masih tersenyum.
"Dasar pria aneh! Aku kasih senyuman manis malah pergi, beruntung kau tampan, aku jadi tak kuasa untuk marah haha. . ." Sarah terkekeh, sembari memperhatikan mobil Zayyan yang perlahan menghilang dari pandangannya, ia pun menutup pintu rumah kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments