Apapun Kulakukan Untukmu...

HAPPY READING... 🌹🌹🌹

Satu persatu rumah-rumah yang berdiri di pinggir jalan kampungku terlewati seiring dengan melajunya mobil angkot yang isinya hanya Aku dan Pamanku saja, karena Paman sengaja mencharter angkot ini agar kami tidak perlu naik turun kendaraan untuk menuju Statsiun Pancasila di tengah Kota Tasikmalaya.

Saat mobil angkot itu keluar dari perkampunganku dan berbelok ke jalan raya, tiba-tiba aku melihat sebuah motor besar yang datang mengikuti angkot yang kami tumpangi. Sesaat aku memperhatikan pengendara motor itu yang seperti aku kenal, namun aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup dengan helm.

"La! Siapa?" tanya Paman saat melihat kepalaku celingukan melihat ke arah belakang.

"Oh..., bukan siapa-siapa Paman," Ucapku sambil tersenyum ke arahnya.

"La! Ini dari Ibumu," Paman memberikan sebuah amplop putih ke hadapanku.

"Dari Ibu? apa ini?" tanyaku sambil membolak balik amplop yang agak tebal di tanganku.

"Coba buka saja, tadi Ibumu menitipkan itu kepada Paman."

Aku pun perlahan membuka amplop itu, dan betapa terkejutnya aku, ternyata isinya uang sebesar satu juta rupiah, Aku memandangnya tak percaya, dari mana Ibu mendapatkan uang sebanyak ini? Padahal Bapak baru saja meninggal, Ibu pun pasti banyak keperluan untuk biaya hidup dirinya dan kedua Sodariku. Apalagi sepeninggal Bapak, beban hidup Ibu akan semakin besar, hanya mengandalkan uang pensiunan Bapak, tentu saja tidak akan cukup, belum lagi biaya berobat Kakakku setiap bulannya.

Tanganku pun bergetar memegang amplop itu, "Paman, kenapa Paman terima uang ini? Ola punya simpanan kok, Ibu pasti lebih membutuhkan,"

"Ternyata benar kata Ibumu, kalau diberikan langsung padamu, pasti kamu tidak akan mau menerimanya, makanya Ibumu menitipkannya kepada Paman dan diberikan padamu setelah di perjalanan.

"MasyaAlloh, Ibu...," Jeritku di dalam hati. Jadi itu yang Ibu fikirkan? pantas saja Ibu menyembunyikan dompet dariku saat di kamar tadi. Dan tangisan itu? tangisan itu adalah untukku, Tangisan tulus dari seorang Ibu untuk anaknya. Ibu..., ku kira Ibu tidak peduli denganku, ku kira Ibu tidak sayang padaku. Ibu...,ingin sekali aku memelukmu saat ini. Maafkan Ola yang sudah salah menilaimu, Bu...

Air mataku meleleh, dengan mata terisak dan tangan yang gemetar, kulipat amplop di tanganku sambil memeluknya di dadaku. "Ibu...," ucapku membuat Paman mengusap punggungku.

"Ibu mu sangat menghawatirkanmu, La, Sebenarnya dia sangat menyayangimu, tapi dia tidak mau menunjukannya, dia ingin kau tumbuh menjadi gadis yang kuat dan tegar yang tidak bergantung kepada siapapun. Jadi semangatlah! Do'a Ibumu selalu menyertaimu." Tangan Paman mengelus kepalaku yang tertunduk memeluk amplop itu sambil sesenggukan.

Aku mengangkat kepalaku dan memandang Pamanku. "Terimakasih Paman," Ucapku sambil mengusap air mata di pipiku dengan tanganku. "Lebih baik Paman simpan saja uang ini untuk kebutuhan Ola selama tinggal di rumah Paman," Ucapku sambil menyodorkan amplop itu ke arahnya.

"Jangan! Simpanlah untuk keperluanmu, La! Kuliah itu pasti banyak uang yang harus di keluarkan, beli buku, tugas, photo copy dan masih banyak lagi, tidak perlu memikirkan tempat tinggal dan makan mu sehari-hari, biarlah Paman yang mengurusnya, fokus saja dengan belajarmu nanti, ya!" Ucap Paman sambil tersenyum.

Aku hanya mengangguk dan memasukan amplop itu ke dalam tas ransel yang ada di pangkuanku.

Angkot yang ku tumpangi terus melaju dan berbelok menuju pintu gerbang statsiun, aku menoleh ke belakang, saat melihat motor besar yang tadi ternyata masih ada di belakang angkot ini, Aku berfikir keras, apakah motor itu mengikuti angkot ini?

"Ayo, La! Sudah sampai Statsiun," Ucap Paman saat melihatku hanya melamun saja.

"Oh Iya Paman," Akupun segera turun dan menjinjing salah satu tasku, Begitupun dengan Paman, setelah memberikan sejumlah uang kepada supir angkot, Paman pun mengajakku untuk masuk ke dalam Statsiun dan membeli tiket.

Dua buah tiket kereta ekonomi untuk keberangkatan pukul 9 sudah berada di tangan Pamanku, Kami pun berjalan menuju pintu gerbang khusus penumpang dan duduk di kursi kosong untuk menunggu kedatangan kereta yang akan kami tumpangi nanti.

Kulihat jam dinding yang tergantung di pintu masuk menunjukan pukul 9 kurang 12 menit, masih ada waktu untuk ke toilet fikirku, aku pun celingukan mencari keberadaan toilet di statsiun yang baru pertama kali aku injak ini.

"Cari apa, La?" tanya Paman.

"Ola mau ke toilet dulu, Paman!" ucapku.

"Itu toiletnya ada di sebelah kiri, terhalang oleh warung kopi, cepatlah! sebentar lagi keretanya datang."

"Iya, Paman!" Aku mengangguk dan bergegas menuju toilet yang ku tuju. Setelah hajatku selesai, aku segara keluar kembali dan berjalan ke arah Pamanku berbarengan dengan datangnya kereta yang akan kami tumpangi. Suara klakson dari kereta yang datang terasa memekik telingaku pertanda kereta akan segera berhenti. Langkahku terhenti saat melihat punggung seseorang dengan jaket kulit sedang melipatkan tangan di dadanya seperti sedang memohon kepada Paman. Perlahan aku pun menghampirinya, entah apa yang mereka bicarakan, suaranya sama sekali tidak terdengar karena bisingnya suara kereta dan riuhnya para calon penumpang.

Aku pun berdiri mematung di belakang Pemuda itu saat menyadari sosok di depanku ini, sampai Paman melihat keberadaanku. "La! Ayo naik!" ucap Paman sedikit berteriak.

Pemuda itu berbalik ke arahku. Mata kami bertemu dan terkunci beberapa saat. "La!" Ucapnya sambil mengulurkan tangan hendak meraih tanganku, namun Aku segera menepisnya dan mundur beberapa langkah, lantas memalingkan pandanganku ke arah lain.

"La! Bicaralah denganku sebentar saja, aku mohon, La! hanya 5 menit," Ucapnya dengan wajah yang memelas.

"Kereta kami akan segera berangkat," ucapku ketus tanpa menolehnya.

"Sebentar saja, La! hanya lima menit," mohonnya lagi.

"Kami bisa terlambat," ucapku sambil menggendong ransel yang ku simpan di atas kursi di samping Pamanku.

"Tapi, La!" Ucapnya lagi berusaha mencegahku dengan tangan yang terangkat hendak memegang kembali tanganku, namun dia tidak berani sehingga tangannya hanya melayang di udara.

"Ayo, Paman!" Ucapku sambil menyambar salah satu tas dan segera melangkah mengikuti Paman menuju pintu kereta tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya.

"La! tunggu!" Ucapnya, tiba-tiba saja pegangan tanganku terlepas dari tas yang ku bawa, dan dalam sekejap tas itu sudah pindah ke tangannya, lantas dia segera melangkah menuju pintu kereta meninggalkanku yang hanya mematung dan bengong melihat apa yang di lakukannya. Dan kekagetanku semakin bertambah saat melihatnya ikut naik ke dalam kereta.

"Ayo, La! nanti kehabisan tempat duduk!" Ajak Paman lagi karena melihatku hanya terdiam dan berdiri di depan pintu.

"I...Iya, Paman!" Aku segera melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam kereta, ku lihat dia sedang menunggu di antara tempat duduk penumpang.

"Disini kosong, Paman! La!" panggilnya sambil memasukan tas ku ke atas bagasi.

Paman nampak mengangguk dan memberi isyarat kepadaku agar mengikutinya. Akupun melangkah menuju kursi kosong yang di pilihnya. Paman menyimpan tas yang di bawanya ke atas bagasi lalu mendudukan dirinya di kursi. "Terimakasih," ucap Paman kepada Kak Galih.

"Sama-sama, Paman! Jadi bolehkah saya berbicara sebentar dengan keponakanmu, Paman?" tanyanya kepada Pamanku.

"Tapi kereta akan segera berangkat," ucap Pamanku.

"Tak apa, aku akan ikut naik dan turun di Statsiun Banjar nanti," ucapnya dengan yakin.

Aku tersentak kaget mendengar ucapannya. "Kamu? apa-apaan sih?" tanyaku heran sekaligus kesal.

"Demi kamu, La! aku akan lakukan apapun," ucapnya sambil menatapku.

"Baiklah!" ucap Pamanku, "sepertinya kamu Pemuda yang pantang menyerah, Paman izinkan kalian bicara sebentar," Ucap Paman sambil berdiri dari duduknya dan melangkah keluar dari deretan kursi penumpang, seiring dengan melajunya kereta.

"Tapi, Paman?" cegahku.

Pamanku hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan ku bersama Kak Galih yang masih berdiri di hadapanku.

"Duduklah, La! aku tidak akan melakukan hal bodoh lagi kepadamu," ucapnya sambil mempersilahkanku dengan isyarat tangannya.

Aku hanya menghela nafas panjang, Kini aku tidak punya pilihan lagi selain duduk mengikuti permintaannya di kursi samping kaca jendela kereta. Dadaku berdegup kencang saat melihat diapun duduk di sampingku dengan sedikit jarak yang tersisa di antara kami berdua. Dan aku semakin gelisah karena untuk beberapa saat kami hanya terdiam di tengah hiruk pikuk suara kereta, penumpang dan beberapa pedagang asongan yang hilir mudik melewati tempat kami duduk.

********************

Bersambung...❤❤❤⚘⚘⚘

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Hmmm..., nekad sekali dirimu, Galih! Kira-kira apa yng ingin dia bicarakan dengan Ola ya? 🤔

Tetap Like, vote dan komentar buat Ola 😉

I LOVE YOU ALL...⚘⚘⚘

By : Rahma Husnul

Terpopuler

Comments

Wahyu Beceng

Wahyu Beceng

cinta segi 3 pa lgi saingn ya sodara kndung sngat menyakitkn

2021-10-03

1

🅛➊🅝⸙ᵍᵏ

🅛➊🅝⸙ᵍᵏ

kasih Ibu sepanjang jalan Tak akan pernah putus .

2021-04-01

1

Beci Luna

Beci Luna

aduh Galih..kakakx Ola juga suka sama Galih ya...

2021-03-22

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog...
2 Mau Sholat...
3 Harapan Bapak...
4 Perasaan Wajar...
5 Diary...
6 Cari Kesempatan...
7 Tentang Rasa...
8 Manusia Tak Berhak Menghakimi...
9 Bisikan Syetan...
10 Maaf...
11 Olla???...
12 Bapak...
13 Kehilangan...
14 Rencana Kuliah...
15 Isi Hati Ibu...
16 Selamat Tinggal Kenangan...
17 Apapun Kulakukan Untukmu...
18 Kenangan Manis...
19 Takut dengan Rasaku...
20 Galih POV...
21 Selamat Datang di Yogyakarta...
22 Kampus Baru...
23 Faiz Khoirul Azzam...
24 Kehidupanku di Kota Gudeg...
25 PENGUMUMAN
26 Perjuanganku...
27 Kebaikan Seorang Teman...
28 Wisuda Mas Azzam...
29 Hadiah Untuk Mas Azzam...
30 Cukuplah Jaga Hatimu Untukku...
31 Hadiah dari Mas Azzam...
32 Aku Tau Siapa Diriku...
33 Bimbang...
34 Mencoba Untuk Membuka Hati...
35 Olimpiade Matematika...
36 Kekasihku Hebat...
37 Saat Mendebarkan...
38 Bersyukur...
39 Siapa Dia???...
40 Galih POV...
41 Keahlian Terpendam...
42 Pulang ke Kampung Halaman...
43 Kehangatan Keluarga...
44 Berangkat Umroh...
45 Jabal Rahmah...
46 Aku Tetap Menunggumu...
47 Galih POV...
48 Candu Bagiku...
49 Diary Galih...
50 Seandainya Aku Bisa Memilih...
51 Mencarinya...
52 Seminar...
53 Seminar part 2...
54 Isi Hatiku...
55 Wisuda...
56 Cincin...
57 Pertemuan (Part 1)...
58 Pertemuan (Part 2)...
59 Pulang Kampung...
60 Perjalanan Panjang...
61 Suasana Rumah...
62 Pesan...
63 Khitbah...
64 Bukan Untuk Menikungnya di Sepertiga Malam...
65 Menjaga Kesucian Hubungan Kita...
66 Melangkah Menyongsong Masa Depan...
67 Perjuangan di Negri Kincir Angin...
68 Tesis...
69 Tiba di Tanah Air ...
70 Menjelang Pernikahan ...
71 Hari Terakhir Masa Lajangku...
72 Aqad (Part 1)...
73 POV Azzam...
74 Aqad (part 2) ...
75 Resepsi...
76 Suasana yang Berbeda...
77 Kamar Pengantin Kedua...
78 Ibadah Terindah...
79 Hakikat Cinta... (Musim ke-1 End)...
80 Musim Ke-Dua...
81 Kejutan...
82 Istri Manjaku...
83 Mas Azzam-Keysha?...
84 Oll-Ga ...
85 Siapa Mereka? ...
86 Sampai di Ibukota...
87 Gang Panjang ...
88 Demi Keselamatanmu...
89 Parangtritis...
90 Memahami Makna Sunset....
91 Kepergian Dia...
92 PENGUMUMAN ...
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Prolog...
2
Mau Sholat...
3
Harapan Bapak...
4
Perasaan Wajar...
5
Diary...
6
Cari Kesempatan...
7
Tentang Rasa...
8
Manusia Tak Berhak Menghakimi...
9
Bisikan Syetan...
10
Maaf...
11
Olla???...
12
Bapak...
13
Kehilangan...
14
Rencana Kuliah...
15
Isi Hati Ibu...
16
Selamat Tinggal Kenangan...
17
Apapun Kulakukan Untukmu...
18
Kenangan Manis...
19
Takut dengan Rasaku...
20
Galih POV...
21
Selamat Datang di Yogyakarta...
22
Kampus Baru...
23
Faiz Khoirul Azzam...
24
Kehidupanku di Kota Gudeg...
25
PENGUMUMAN
26
Perjuanganku...
27
Kebaikan Seorang Teman...
28
Wisuda Mas Azzam...
29
Hadiah Untuk Mas Azzam...
30
Cukuplah Jaga Hatimu Untukku...
31
Hadiah dari Mas Azzam...
32
Aku Tau Siapa Diriku...
33
Bimbang...
34
Mencoba Untuk Membuka Hati...
35
Olimpiade Matematika...
36
Kekasihku Hebat...
37
Saat Mendebarkan...
38
Bersyukur...
39
Siapa Dia???...
40
Galih POV...
41
Keahlian Terpendam...
42
Pulang ke Kampung Halaman...
43
Kehangatan Keluarga...
44
Berangkat Umroh...
45
Jabal Rahmah...
46
Aku Tetap Menunggumu...
47
Galih POV...
48
Candu Bagiku...
49
Diary Galih...
50
Seandainya Aku Bisa Memilih...
51
Mencarinya...
52
Seminar...
53
Seminar part 2...
54
Isi Hatiku...
55
Wisuda...
56
Cincin...
57
Pertemuan (Part 1)...
58
Pertemuan (Part 2)...
59
Pulang Kampung...
60
Perjalanan Panjang...
61
Suasana Rumah...
62
Pesan...
63
Khitbah...
64
Bukan Untuk Menikungnya di Sepertiga Malam...
65
Menjaga Kesucian Hubungan Kita...
66
Melangkah Menyongsong Masa Depan...
67
Perjuangan di Negri Kincir Angin...
68
Tesis...
69
Tiba di Tanah Air ...
70
Menjelang Pernikahan ...
71
Hari Terakhir Masa Lajangku...
72
Aqad (Part 1)...
73
POV Azzam...
74
Aqad (part 2) ...
75
Resepsi...
76
Suasana yang Berbeda...
77
Kamar Pengantin Kedua...
78
Ibadah Terindah...
79
Hakikat Cinta... (Musim ke-1 End)...
80
Musim Ke-Dua...
81
Kejutan...
82
Istri Manjaku...
83
Mas Azzam-Keysha?...
84
Oll-Ga ...
85
Siapa Mereka? ...
86
Sampai di Ibukota...
87
Gang Panjang ...
88
Demi Keselamatanmu...
89
Parangtritis...
90
Memahami Makna Sunset....
91
Kepergian Dia...
92
PENGUMUMAN ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!